Perkawinan Campuran di Indonesia

Perkawinan Campuran di Indonesia

Perkawinan merupakan proses bercampurnya dua insan dengan pola hayati bawaan nan konkret tak sama. Perkawinan campuran lazim terjadi di masyarakat Indonesia dan seluruh dunia. Perkawinan campuran melibatkan dua orang nan berbeda kewarganegaraan. Perkawinan campuran bukanlah perkara mudah sebab ada syarat eksklusif nan cukup rumit.

Perkawinan campuran bisa dibilang salah satu proses penyatuan dua keluarga nan memiliki syarat-syarat khusus. Tentunya, syarat-syarat spesifik nan lebih rumit dibandingkan perkawinan sesama warga negara Indonesia. Hal itu terjadi sebab setiap negara memiliki anggaran atau tata hukum dan sistem perundangan berbeda soal perkawinan.



Perkawinan Antarnegara

Perkawinan antarnegara sering dikatakan sebagai ajang pemugaran keturunan. Pelaku perkawinan ini mayoritas perempuan Indonesia dengan pria-pria luar negeri atau kaum bule nan kental dengan hidung mancung. Perkawinan campuran memang menghadirkan sesuatu nan terbilang luar biasa bagi kedua belah pihak sebab bisa bertukar budaya dan kebiasaan.

Sebuah pepatah mengatakan bahwa disparitas itu indah. Ya, memang begitulah adanya. Semestinya, ungkapan itu diamini setiap orang. Bagaimana pun, manusia tak akan dapat mengelak atas disparitas nan memang telah diciptakan Tuhan. Penyatuan dua budaya akan berdampak baik bagi kehidupan manusia, terutama pihak bersangkutan.



Kendala Perkawinan Antarnegara

Kendala primer nan kerap muncul dalam perkawinan antarnegara ialah perihal keyakinan atau agama. Misalnya, si perempuan Indonesia menganut agama Islam dan si pria bule beragama Kristen. Hal ini sering menjadi hambatan dalam perkawinan sebab setiap agama memang lebih menganjurkan buat menikah dengan orang nan seiman.

Meskipun demikian, beberapa pasangan bisa mengatasi hambatan tersebut. Misalnya, salah satu pihak berpindah keyakinan mengikuti pihak lainnya. Kenyataan nan kerap terjadi ialah si pria mengikuti keyakinan wanita Indonesia nan dicintainya. Perihal kesungguhan perpindahan keyakinan tersebut tentu saja di luar terkaan manusia.

Fenomena lain nan tak sporadis terjadi ialah keduanya tetap konsisten dengan keyakinan masing-masing. Namun, pernikahan beda keyakinan ini masih menimbulkan kesimpangsiuran perihal keabsahannya, terutama di Indonesia. Untuk mengantisipasi hal itu, banyak pasangan berbeda agama memutuskan menikah di luar negeri, misalnya Belanda.

Kendala lain nan muncul dalam perkawinan campuran ialah mengenai status kewarganegaraan anak. Menurut Undang-Undang Kewarganegaraan terbaru di Indonesia, setiap anak nan lahir dari perkawinan campuran secara otomatis memiliki kewarganegaraan ganda. Namun, setelah anak berusia 18 atau telah menikah, ia harus memilih salah satu kewarganegaraan.



Perkawinan Campuran di Indonesia

Perkawinan campuran, khususnya bagi Warga Negara Indonesia (WNI) nan akan menikah di Indonesia dengan laki-laki Warga Negara Asing (WNA) berdasarkan UU nan berlaku saat ini, yaitu UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.



1. Sinkron dengan UU nan Berlaku

Perkawinan campuran nan dilangsungkan di Indonesia dilakukan menurut Undang-Undang Perkawinan dan harus memenuhi syarat-syarat perkawinan. Syarat Perkawinan diantaranya: ada persetujuan kedua calon mempelai, izin dari kedua orangtua/wali bagi nan belum berumur 21 tahun, dan sebagaimua (lihat pasal 6 UU Perkawinan).



2. Surat Keterangan dari Pegawai Pencatat Perkawinan

Bila semua syarat telah terpenuhi, anda bisa meminta pegawai pencatat perkawinan buat memberikan Surat Keterangan dari pegawai pencatat perkawinan masing-masing pihak (pasal 60 ayat 1 UU Perkawinan). Surat Keterangan ini berisi keterangan bahwa sahih syarat telah terpenuhi dan tak ada rintangan buat melangsungkan perkawinan.

Bila petugas pencatat perkawinan menolak memberikan surat keterangan, maka anda bisa meminta Pengadilan memberikan Surat Keputusan, nan menyatakan bahwa penolakannya tak beralasan (pasal 60 ayat 3 UU Perkawinan).

Surat Keterangan atau Surat Keputusan Pengganti Keterangan ini berlaku selama enam bulan. Jika selama waktu tersebut, perkawinan belum dilaksanakan, maka Surat Keterangan atau Surat Keputusan tak mempunyai kekuatan lagi (pasal 60 ayat 5 UU Perkawinan).



3. Surat-Surat nan Harus Dipersiapkan

Ada beberapa surat lain nan juga harus disiapkan, yakni:



a. Untuk Calon Suami

Anda harus meminta calon suami anda buat melengkapi surat-surat dari daerah atau negara asalnya. Untuk bisa menikah di Indonesia, ia juga harus menyerahkan "Surat Keterangan" nan menyatakan bahwa ia bisa kawin dan akan kawin dengan WNI. SK ini dikeluarkan oleh instansi nan berwenang di negaranya. Selain itu harus pula dilampirkan:

  1. Fotokopi Bukti diri Diri (KTP/pasport)
  2. Fotokopi Akte Kelahiran
  3. Surat Keterangan bahwa ia tak sedang dalam status kawin;atau
  4. Akte Cerai bila sudah pernah kawin; atau
  5. Akte Kematian istri bila istri meninggal
  6. Surat-surat tersebut lalu diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh penterjemah nan disumpah dan kemudian harus dilegalisir oleh Kedutaan Negara WNA tersebut nan ada di Indonesia.


b. Untuk Calon Istri

Calon istri harus melengkapi diri anda dengan:

  1. Fotokopi KTP
  2. Fotokopi Akte Kelahiran
  3. Data orang tua calon mempelai
  4. Surat pengantar dari RT/RW nan menyatakan bahwa anda tak ada halangan bagi anda buat melangsungkan perkawinan


4. Pencatatan Perkawinan (Pasal 61 ayat 1 UU Perkawinan)

Pencatatan perkawinan ini dimaksudkan buat memperoleh kutipan Akta Perkawinan (kutipan buku nikah) oleh pegawai nan berwenang. Bagi nan beragama Islam, pencatatan dilakukan oleh pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah Talak Cerai Rujuk. Sedang bagi nan Non Islam, pencatatan dilakukan oleh Pegawai Kantor Catatan Sipil.



5. Legalisir Kutipan Akta Perkawinan

Kutipan Akta Perkawinan nan telah anda dapatkan, masih harus dilegalisir di Departemen Hukum dan HAM dan Departemen Luar Negeri, serta didaftarkan di Kedutaan negara asal suami.

Dengan adanya legalisasi itu, maka perkawinan anda sudah absah dan diterima secara internasional, baik bagi hukum di negara asal suami, maupun menurut hukum di Indonesia



6. Konsekuensi Hukum

Ada beberapa konsekuensi nan harus anda terima bila anda menikah dengan seorang WNA. Salah satunya nan terpenting yaitu terkait dengan status anak. Berdasarkan UU Kewarganegaraan terbaru, anak nan lahir dari perkawinan seorang wanita WNI dengan pria WNA, maupun anak nan lahir dari perkawinan seorang wanita WNA dengan pria WNI, kini sama-sama telah diakui sebagai warga negara Indonesia. Anak tersebut akan berkewarganegaraan ganda, dan setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin maka ia harus menentukan pilihannya.

Pernyataan buat memilih tersebut harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 tahun atau setelah kawin. Jadi bersiaplah buat mengurus prosedural pemilihan kewarganegaraan anak anda selanjutnya.



Hukum Anak Hasil Perkawinan Campuran

Persoalan nan rentan dan sering timbul dalam perkawinan campuran ialah masalah kewarganegaraan anak. UU kewarganegaraan nan lama menganut prinsip kewarganegaraan tunggal, sehingga anak nan lahir dari perkawinan campuran hanya dapat memiliki satu kewarganegaraan, nan dalam UU tersebut ditentukan bahwa nan harus diikuti ialah kewarganegaraan ayahnya.

Pengaturan ini menimbulkan persoalan apabila di kemudian hari perkawinan orang tua pecah, tentu ibu akan kesulitan mendapat pengasuhan anaknya nan warga negara asing.

Indonesia menganut asas kewarganegaraan tunggal, dimana kewarganegaraan anak mengikuti ayah, sinkron pasal 13 ayat (1) UU No.62 Tahun 1958 :

“Anak nan belum berumur 18 tahun dan belum kawin nan mempunyai interaksi hukum kekeluargaan dengan ayahnya sebelum ayah itu memperoleh kewarga-negaraan Republik Indonesia, turut memperoleh kewarga-negaraan Republik Indonesia setelah ia bertempat tinggal dan berada di Indonesia. Keterangan tentang bertempat tinggal dan berada di Indonesia itu tak berlaku terhadap anak-anak nan sebab ayahnya memperoleh kewarga-negaraan Republik Indonesia menjadi tanpa kewarga-negaraan”

Dalam ketentuan UU kewarganegaraan ini, anak nan lahir dari perkawinan campuran dapat menjadi warganegara Indonesia dan dapat menjadi warganegara asing :



1. Menjadi Warganegara Indonesia

Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan antara seorang wanita warga negara asing dengan pria warganegara Indonesia (pasal 1 huruf b UU No.62 Tahun 1958), maka kewarganegaraan anak mengikuti ayahnya, kalaupun Ibu bisa memberikan kewarganegaraannya, si anak terpaksa harus kehilangan kewarganegaraan Indonesianya.

Bila suami meninggal global dan anak anak masih dibawah umur tak jelas apakah istri bisa menjadi wali bagi anak anak nya nan menjadi WNI di Indonesia. Bila suami (yang berstatus pegawai negeri)meningggal tak jelas apakah istri (WNA) bisa memperoleh pensiun suami.



2. Menjadi Warganegara Asing

Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan antara seorang wanita warganegara Indonesia dengan warganegara asing. Anak tersebut sejak lahirnya dianggap sebagai warga negara asing sehingga harus dibuatkan Paspor di Kedutaan Besar Ayahnya, dan dibuatkan kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS) nan harus terus diperpanjang dan biaya pengurusannya tak murah.

Dalam hal terjadi perceraian, akan sulit bagi ibu buat mengasuh anaknya, walaupun pada pasal 3 UU No.62 tahun 1958 dimungkinkan bagi seorang ibu WNI nan bercerai buat memohon kewarganegaraan Indonesia bagi anaknya nan masih di bawah umur dan berada dibawah pengasuhannya, namun dalam praktek hal ini sulit dilakukan.