Pemahaman Masyarakat Terhadap Resesi dan Depresi Ekonomi

Pemahaman Masyarakat Terhadap Resesi dan Depresi Ekonomi

Ekonomi merupakan bidang nan sangat krusial dalam kehidupan manusia. Tidak jarang, masalah-masalah ekonomi berdampak pada bidang politik, sosial, atau nan lainnya. Mungkin itu pula nan menjadikan istilah “berdampak sistemik” begitu populer saat terjadinya kasus Bank Century. Masalah ekonomi dapat merupakan masalah individu. Dapat pula ditinjau sebagai masalah suatu negara.



Masyarakat dan Permasalahan Ekonomi

Penghasilan nan rendah, harga bahan pokok nan melonjak, anjloknya nilai mata uang, atau runtuhnya bursa saham, merupakan permasalahan ekonomi nan seringkali muncul. Masyarakat bawah akan merasakan akibat nan sangat parah. Mereka bahkan mungkin tak mempunyai daya beli lagi. Tidak sporadis akhirnya mereka mencoba menggali semua potensi bagaimana membangun perekonomiannya sendiri. Beberapa orang nan mempunyai ilmu pengetahuan, mencoba membuat satu badan nan mereka anggap sebagai ‘koperasi’.

Mereka mengumpulkan dana seadanya dan membeli barang-barang nan akhirnya dijual lagi dengan harga nan sedikit miring kepada para anggotanya. Koperasi ini juga ada nan berfungsi sebagai badan simpan pinjam nan memberikan pinjaman kepada para anggotanya. Permasalahan terkadang muncul ketika koperasi simpan pinjam ini dinyatakan sama dengan mengoperasikan sistem seperti bank konvensional nan senyatanya menarik kembang nan dianggap sebagai riba.

Padahal uang nan diberikan itu kembali ke para anggota masing-masing. Hal ini cukup membuat resah para anggota koperasi nan ingin kehidupan agamanya jauh lebih baik. Permalahan ekonomi seperti ini tak dapat dibiarkan begitu saja. Bahwa ada sebagian masyarakat nan berinisiatif mendirikan sebuah koperasi ialah satu hal nan sangat positif. Paling tak koperasi itu menggerakkan ekonomi masyarakat nan mungkin jauh dari jangkauan forum keuangan seperti perbankan. Para ahli harus membantu dan memberikan solusi nan tepat dan tak melanggar syariah. Jangan sampai permasalahan ini malah menyurutkan niatan masyarakat buat meneruskan usaha mereka meningkatkan kesejahteraannya.

Selain itu, ada juga masyarakat nan membentuk satu kelompok kerja buat mendapatkan dana hibah dari lembaga-lembaga tertentu. Kelompok kerja ini tentu saja menjadi kelompok binaan dari forum nan akan mengukurkan dana hibah tersebut. Dana hibah itu sendiri tak sporadis juga berbentuk pinjaman tanpa kembang nan harus dikembalikan pada waktu tertentu. Dana ini juga menjadi dana nan dipinjam secara bergilir. Dengan demikian masyarakat mulia melek bagaimana mengelola uang dan memanfaatkan celah ekonomi nan dapat mereka masuki.

Dengan semakin meleknya masyarakat tentang keuangan dan perekonomian, diharapkan bahwa masalah-masalah ekonomi baik nan makro maupun nan mikro, dapat diatasi dengan segera. Kalau permasalahan ini hanya ditangani oleh para aparat pemerintahan dan orang-orang eksklusif saja, maka nan cerdas hanya orang-orang tertentu. Bila keadaan ini berlangsung terus-menerus, maka kapan masyarakat akan maju dan mampu berdiri secara finansial.

Apa nan dilakukan oleh peraih nobel, Muhammad Yunus dari Pakistan, sebenarnya telah lama dipraktikkan di Indonesia oleh jajaran koperasi nan ada di mana-mana. Tetapi memang kedahsyatan gerakan nan dilakukan oleh seorang Muhammad Yunus luar biasa. Kerja kerasnya ini telah membangkitkan rasa optimisme dan rasa berdaya di tengah masyarakat miskin. Mereka menjadi mempunyai rasa percaya diri dan rasa penghargaan terhadap diri sendiri. Tanpa adanya rasa percaya diri dan rasa optimisme terhadap kehidupan, tak akan mungkin mereka dapat diajak bergerak dan bangkit dari keterpurukan ekonomi.

Ketokohan itu ternyata sangat krusial agar satu gerakan mampu dilakukan dalam waktu nan efisien. Tanpa adanya ketokohan nan kuat nan mampu menggerakkan, satu tujuan agak sulit diraih. Muhammad Yunus mempunyai semua itu. Tidak mengherankan kalau ia mendapatkan hadiah nan cukup prestisius itu. Orang Indonesia sebenarnya tak kalah dengan apa nan telah dilakukan oleh Muhammad Yunus. Hanya saja, ketokohan nan ada biasanya malah diarahkan ke politik. Hal inilah nan membuat masyarakat menjadi tak menaruh asa banyak terhadap sang tokoh. Masalah politik telah membuat masyarakat sedikit muak dan tidak memberikan asa sepenuhnya kepada pemerintah.



Masalah Ekonomi dalam Ilmu Ekonomi

Dalam ilmu ekonomi, masalah-masalah ekonomi biasanya ditentukan dengan seberapa besar akibat masalah tersebut juga seberapa panjang masalah ekonomi atau nan biasa kita sebut krisis ekonomi. Dalam hal ini, ada dua fase ketika ekonomi mengalami suatu krisis. Fase pertama biasanya ditandai dengan nan disebut resesi ekomomi dan fase nan paling penting disebut depresi ekonomi.

Resesi Ekonomi

Resesi merupakan krisis ekonomi, namun berlangsung dalam jangka waktu nan singkat. Krisis itu dapat ditandai dengan jumlah pengangguran tinggi, harga-harga melonjak, atau ketersediaan pangan nan sangat kurang. Resesi biasanya berlangsung dalam jangka waktu bulanan. Resesi merupakan kenyataan krisis ekonomi nan jarak waktunya tak sampai bertahun-tahun. Memang, mengatasi resesi tak jauh dari peran seorang pemimpin.

Dalam sebuah negara, misalnya. Resesi dapat diatasi ketika pemerintah cekatan dan mampu mengeluarkan kebijakan nan solutif. Kejadian krisis ekonomi global nan berlangsung sekitar 1997-1998, pada dasarnya, dapat kita kategorikan sebagai kejadian resesi ekonomi. Walaupun krisis ekonomi itu berdampak pada politik Indonesia dengan jatuhnya rezim orde baru, krisis itu tak berlangsung dalam jangka waktu lama.

Memang ada beberapa pihak nan mengatakan bahwa kejadian reformasi merupakan akibat krisis nan panjang. Namun, krisis 1998 nan berdampak pada politik di Indonesia lebih pada akumulasi kekecewaan masyarakat terhadap rezim orde baru. Krisis tersebut dijadikan sebagai momen krusial buat menggulingkan Soeharto.

Depresi Ekonomi

Ketika resesi tak dapat diatasi, krisis itu mengarah pada nan disebut depresi ekonomi. Depresi ini biasanya berlangsung dalam waktu nan sangat panjang seperti nan pernah dialami Amerika Perkumpulan pada 1929. Depresi ekonomi nan terjadi di Amerika diawali dengan kegagalan pasar pada 1929 nan menyebabkan menurunnya kegiatan ekonomi masyarakat pada taraf nan sangat jelek secara berkepanjangan.

Depresi ekonomi 1929 ini juga dipicu oleh jatuhnya bursa saham NYSE pada Oktober 1929 dampak ledakan spekulatif nan disebut economic buble (gelembung ekonomi). Kenaikan harga saham mengakibatkan terjadinya penjualan saham secara besar-besaran pada Oktober 1929 nan kemudian menyebabkan pasar saham runtuh dan indeks harga saham turun drastis.

Instabilitas dampak depresi ini menghancurkan kondisi perekonomian AS. Angka pengangguran semakin meningkat dampak ketidakmampuan pasar menyerap tenaga kerja dan daya beli masyarakat semakin menurun. Saat itu, Franklin Delano Roosevelt menggantikan presiden AS sebelumnya dan dituntut buat menyelesaikan depresi nan sedang berlangsung.

Dalam program 100 hari pertamanya, Roosevelt mengeluarkan kebijakan nan disebut New Deal buat mengatasi depresi ekonomi nan membuat Amerika porak poranda. Isi kebijakan New Deal dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Relief (bantuan), yaitu donasi dana ekonomi buat usaha kecil serta donasi buat rakyat miskin. Recovery (pemulihan) dengan jalan membuka lapangan pekerjaan nan selama masa itu tak bisa menampung angka pengangguran. Reform (pembaharuan) dengan mengubah cara menjalankan ekonomi dari liberal ke ekonomi nan melibatkan peran serta negara nan lebih besar.



Pemahaman Masyarakat Terhadap Resesi dan Depresi Ekonomi

Masyarakat biasa tak paham dengan kedua istilah tersebut. Ketika krisis moneter menimpah Indonesia, masyarakat awam hanya pandai mengucapkannya tanpa tahu makna nan sesungguhnya. Yang mereka tahu dan mereka rasakan ialah harga nan langsung melejit naik sehingga mereka tidak mampu membeli barang-barang nan biasa mereka beli lagi. Harga telur sekilo nan sebelumnya hanya Rp 1500, setelah krisis langsung naik sepuluh kali lipat menjadi lima belas ribu rupiah. Padahal penghasilan mereka tak naik.

Tentu saja mereka menjerit. Mereka berteriak kepada pemerintah nan terlihat biasa saja. Bahkan orang-orang kaya terlihat semakin kaya dan masih juga hayati dengan foya-foya. Masyarakat miskin tentu saja menjadi cemburu. Tidak heran kalau mereka memberontak dan menjarah harta orang-orang kaya terutama nan beretnis China. Kebencian dan rasa putus harapan telah membuat orang gelap mata. Untungnya keadaan cepat terkendali dan Orde Reformasi berjalan dengan baik walaupun tertatih dan bahkan membuat bidang ekonomi tetap menganut ekonomi kapitalisme.

Rakyat sebenarnya tak ingin terlalu banyak menuntut kepada pemerintah. Mereka hanya ingin dapat makan dan memperoleh loka berteduh nan layak dengan harga nan terjangkau. Sebenarnya mereka tak terlalu merasa cemburu dengan orang kaya nan menggelar pesta mewah asalkan mereka cukup makan walau dengan bahan makanan seadanya. Masalah-masalah ekonomi nan berdampak pada kehidupan sosial inilah nan dapat berbahaya kalau tak ditangani dengan bijaksana.