Tujuan Pasteurisasi Susu

Tujuan Pasteurisasi Susu

Bayangkan jika tidak ada orang nan sukses menemukan kehidupan mikroba, makanan dan minuman tak saja cepat basi dan rusak, tapi juga betapa gampang manusia terserang penyakit. Louis Pasteur, pria Prancis nan lahir tahun 1822 dan meninggal tahun 1895 ini telah sukses menemukan mikroba merugikan sehingga ditemukanlah cara terbaik membebaskan makanan dan minuman dari agresi mikroba ini. Proses membebaskan makanan dari mikroba merugikan dengan cara dipanaskan tersebut kemudian dikenal sebagai Pasteurisasi. Pasteurisasi susu termasuk proses krusial agar susu dan olahannya dapat tahan lama dan bebas mikroba nan merugikan.



Mengenal Pasteurisasi Susu

Menurut beberapa sumber ilmiah, pasteurisasi dapat didefinisikan sebagai proses pemanasan makanan atau minuman dengan tujuan membunuh mikroba nan merugikan seperti virus, protozoa dan bakteri. Jadi dalam makanan dan minuman nan dipasteurisasi, beberapa mikroba nan menguntungkan buat makhluk hayati sebenarnya dibiarkan tetap hidup.

Proses pasteurisasi pertama kali diujicobakan oleh Louis Pasteur dan rekan kerjanya Claude Bernard pada 20 April 1862 atau pada saat Louis Pasteur berusia 40 tahun. Awalnya, teknik pasteurisasi diuji coba buat mengawetkan dan membuat bir. Namun rupanya pasteurisasi dapat diaplikasikan ke berbagai jenis makanan dan minuman. Beberapa makanan dan minuman seperti anggur, susu, bir, jus buah, sari buah apel, madu, minuman buat penambah energi, telur, dan makanan kaleng ialah produk-produk nan dapat dipasteurisasi.

Pasteurisasi buat susu pun semakin lama semakin populer sebab banyaknya orang nan mengonsumsi susu. Lantas pencerahan bahwa pasteurisasi membuat susu menjadi lebih tahan lama dan lebih kondusif dikonsumsi membuat teknik ini banyak digunakan oleh para pedagang susu. Dengan teknik ini juga susu bisa didistribusikan ke loka nan cukup jauh tanpa harus mengkhawatirkan kualitasnya menurun.

Berbeda dengan proses sterilisasi atau dikenal pula dengan nama appertisasi, sinkron dengan nama penemunya yaitu Nicolas Appert, pada pasteurisasi masih dibiarkannya hayati beberapa mikroba nan menguntungkan dan lebih pada pengurangan jumlah mikroba sehingga tidak efektif lagi sebagai penyebab penyakit. Sedangkan appertisasi atau sterilisasi ialah membunuh seluruh mikroba dalam makanan. Proses sterilisasi dalam makanan memang belum generik digunakan, sebab akan mempengaruhi rasa dan kualitas produk nan disterilkan.

Secara general, ada dua jenis pasteurisasi susu modern. Kedua jenis tersebut ialah continuous dan batch . Pasteurisasi jenis continuous disebut juga sebagai metode high temperature short time (HTST) nan bekerja dengan memanfaatkan piring penukar panas. Jenis ini bisa dilakukan dengan cepat dan praktis. Sementara itu pasteurisasi jenis batch memanfaatkan tong besar dalam proses pemananasan. Metode ini lebih banyak memakan waktu sehingga dianggap kurang efisien dan efektif.



Tujuan Pasteurisasi Susu

Ada beberapa tujuan dilakukannya proses pasteurisasi pada susu. Tujuan pertama ialah agar susu dapat disimpan lebih lama tanpa rusak kualitasnya. Pada proses pasteurisasi, susu dipanaskan selama sekitar 63°C - 72°C dalam waktu 15 detik. Pemanasan ini ditujukan buat membunuh berbagai bakteri patogen nan terdapat di dalam susu mentah. Dengan dipanaskan, tak hanya bakteri menjadi hancur, enzim nan berperan mempercepat proses penurunan kualitas susu pun disingkirkan. Oleh sebab itu susu menjadi lebih tahan lama.

Selain itu, pasteurisasi juga dilakukan demi alasan keamanan. Susu mentah pun sebenarnya dapat diminum, hanya saja susu tersebut mengandung berbagai bakteri nan tak aman. Seperti disebutkan di atas, bakteri-bakteri tersebut bisa dibunuh melalui proses pasteurisasi. Oleh sebab itu mengonsumsi susu pasteurisasi lebih kondusif bagi kesehatan manusia.



Berbagai Teknik Pasteurisasi Susu

Dilihat dari ketinggian suhu pada proses pasteurisasi dilakukan, dikenal beberapa teknik dalam melakukan pasteurisasi, yaitu:

1. Pasteurisasi model HTST

HTST ialah singkatan dari High Temperature Short Time atau proses pemanasan dengan suhu tinggi dalam waktu singkat. Pemanasan pada model THST ini dilakukan pada suhu 75 derajat Celsius selama 15 detik. Dalam proses pasteurisasi model HTST ini menggunakan alat nan disebut Heat Plate Exchanger atau semacam perubah suhu tinggi.

2. Pasteurisasi model UHT

UHT ialah singkatan dari Ultra High Temperature atau proses pemanasan dengan suhu sangat tinggi dalam lebih singkat lagi. Pemanasan model UHT ini dilakukan dalam suhu 130 derajat Celsius selama hanya 0,5 detik saja. Pemanasan dilakukan dalam tekanan tinggi. Melalui proses ini seluruh mikroba nan terdapat dalam makanan dan minum mati, sehingga produk susu nan dipanaskan dengan UHT ini sering pula dikenal dengan nama susu steril.

3. Pasteurisasi model LTLT

LTLT ialah singkatan dari Low Temperature Long Time atau pemanasan dengan suhu rendah dalam waktu cukup pama. LTLT dilakukan pada suhu rendah sekitar 60o derajat Celsius dalam waktu 30 menit. Disparitas tinggi rendahnya suhu dalam pasteurisasi tersebut berbeda pula pada umur atau ketahanan makanan dan minum nan dipasteurisasi. Susu nan menggunakan pasteuriasi HTST misalnya, dapat tahan selama 1 minggu tanpa mengubah rasa. Sementara susu nan dipanaskan dengan sistem UHT dapat tahan sampai dengan 6 bulan.



Pasteurisasi Susu: Susu Murni vs. Susu Pasteurisasi

Susu murni banyak digemari sebab lebih alami, organik, asli, dan segar. Hanya saja harus dibangun pencerahan pada para konsumen susu bahwa susu murni mengandung banyak bakteri nan berpotensi menyebabkan penyakit pada manusia. Meskipun sebagian orang masih meyakini bahwa susu murni lebih baik sebab lebih kaya akan vitamin, mineral, dan enzim, para pakar kesehatan sangat menyarankan susu melalui proses pasteurisasi terlebih dahulu sebelum dikonsumsi.

Faktanya, susu nan sudah dipasteurisasi terbukti lebih baik dan lebih sehat. Meskipun terkesan menghilangkan zat-zat baik dalam susu, sebenarnya proses pasteurisasi sama sekali tak mengurangi nilai nutrisi susu tersebut, bahkan tak mengubah rasanya. Lebih baik lagi, susu pasteurisasi lebih baik dikonsumsi daripada susu murni bagi mereka nan alergi laktosa. Hanya saja susu pasteurisasi dan susu murni sama-sama berpotensi menimbulkan alergi pada mereka nan sensitif terhadap protein susu.

Memang, susu hasil pasteurisasi tak begitu saja dapat tahan lama. Dalam jangka waktu eksklusif susu pasteurisasi pun tetap akan kedaluwarsa, apalagi jika disimpan di suhu ruangan. Namun susu pasteurisasi memiliki kelebihan nan tak dimiliki susu murni, yakni ketiadaan bakteri-bakteri berbahaya nan berpotensi menularkan penyakit. Oleh sebab itu, sebaiknya konsumsi susu pasteurisasi daripada susu murni. Bagi beberapa jenis orang, susu murni bahkan tak disarankan buat dikonsumsi, seperti bagi ibu hamil, bayi dan balita, lansia, orang dengan HIV AIDS, orang dengan kanker, dan orang nan telah menjalani transplantasi organ tubuh.



Melakukan Pasteurisasi Susu Sendiri

Susu mentah memang terkesan segar dan masih banyak mengandung zat-zat krusial nan bermanfaat bagi tubuh. Akan tetapi, seperti nan telah diketahui, susu mentah mengandung berbagai bakteri, seperti E. coli, Mycobacterium tuberculosis, Salmonella, Staphylococcus aureus, dan Coxiella burnetii. Untuk menghindari penyebaran penyakit dampak infeksi bakteri-bakteri tersebut, pasteurisasi buat susu pun dilakukan.

Sebenarnya prinsip pasteurisasi pada susu cukup mudah diterapkan, sehingga dapat dilakukan dalam skala rumahan. Artinya, Anda pun sebagai konsumen dapat membeli susu mentah buat kemudian melakukan teknik pasteurisasi sendiri. Untuk melakukan pasteurisasi di rumah, Anda cukup memanaskan susu selama 15 detik dalam suhu sekitar 74°C. Saat pemanasan dilakukan, terus aduk susu agar panas tersebar secara merata.

Setelah dipanaskan dalam waktu tersebut, turunkan suhu pada 63°C dengan cara merendam wadah pemanas susu ke dalam air. Jika ingin susu lekas dingin, tambahkan es ke dalam air pendingin tersebut sehingga suhu air pendingin mencapai kurang dari 4°C. Setelah itu, susu siap dikonsumsi.

Dalam melakukan proses pasteurisasi susu ini, gunakanlah kompor biasa. Hindari penggunakan microwave sebab panas nan dihasilkan oleh microwave tak cukup mampu membunuh mikroba dan bakteri secara tuntas. Jadi meskipun microwave mampu menaikkan suhunya sampai ke derajat nan dibutuhkan, tetap saja panas nan dihasilkannya tak sebaik kompor barah biasa.