1. Tembang Macapat
Berbicara mengenai masalah kebudayaan nan ada di Indonesia tentu tidak akan habisnya. Indonesia memilki kebudayaan nan majemuk dari Sabang sampai Merauke. Salah satu kebudayaan nan dimiliki oleh Indonesia ialah kebudayaan Madura.
Dalam artikel ini akan dibahas mengenai kebudayaan Madura. Kebudayaan Madura terkenal sebab memilki kekayaan kesenian nan banyak serta beragam. Kebudayaan nan ada di Madura ini pada setiap keseniannya memiliki unsur nan sangat bernilai.
Kebudayaan Madura - Sejarah Pulau Madura
Semua orang tahu di mana Madura itu berada, yaitu di Jawa Timur. Tetapi tak semua orang tahu bagaimana sejarah terbentuknya pulau Madura ini, sebelum kita mengetahui apa saja kebudayaan Madura nan berkembang dalam masyarakatnya, ada baiknya kita selusuri terlebih dahulu kisah sejarah dari terbentuknya pulau Madura nan mewadahi kebudayaan Madura.
Sejarah pulau Madura dikisahkan, bahwa ada suatu negara nan disebut Mendangkamulan dan berkuasalah seorang Raja nan bernama Sangyangtunggal. Waktu itu pulau Madura merupakan pulau nan terpecah belah, Yang tampak adalah Gunung Geger di daerah Bangkalan dan Gunung Pajudan di daerah Sumenep.
Diceritakan selanjutnya bahwa raja mempunyai anak gadis bernama Bendoro Gung. Pada suatu hari Bendoro Gung hamil dan diketahui Ayahnya. Raja amat marah dan menyuruh Patihnya nan bernama Pranggulang buat membunuh anaknya itu. Karena itu ia tak melanjutkan buat membunuh anak Raja itu tetapi ia memilih lebih baik tak kembali ke Kerajaan. Pada saat itu ia merubah nama dirinya dengan Kijahi Poleng dan pakaiannya di ganti juga dengan Poleng (Arti Poleng,kain tenun Madura). Dan gadis nan hamil itu didudukkan di atasnya, serta gitek itu di hanyutkan menuju ke Pulau "Madu Oro".
Pada saat si gadis hamil itu merasa perutnya sakit dan segera ia memanggil Kijahi Poleng. Tidak antara lama Kijahi Poleng datang dan ia mengatakan bahwa Bendoro Gung akan melahirkan anak. Dengan demikian ibu dan anak tersebut menjadi penduduk pertama dari Pulau Madura.
Perahu-perahu nan banyak berlayar di Pulau Madura sering melihat adanya cahaya nan terang ditempat dimana Raden Segoro berdiam, dan seringkali perahu-perahu itu berhenti berlabuh dan mengadakan selamatan ditempat itu. Selain daripada itu para pengunjung memberikan hadiah-hadiah kepada Ibu Raden Segoro maupun kepada anak itu sendiri. Ibunya merasa sangat takut pula sebab itu ia memanggil kijahi Poleng. Kijahi poleng mengajak Raden Segoro buat pergi ketepi pantai.
Pada saat itu memang sahih datanglah 2 ekor ular raksasa dan Kijahi Poleng menyuruh Raden Segoro supaya 2 ekor ular itu didekati dan selanjutnya supaya ditangkap dan dibanting ke tanah. Tombak itu oleh Kijahi Poleng diberi nama Si Nenggolo dan Si Aluquro. Sesampainya Patih tersebut di Madura, ia terus menjumpai Raden Segoro dan mengemukakan kehendak Rajanya. Ibu Raden Segoro mendatangkan Kijahi Poleng dan minta pendapatnya, apakah kehendak raja dikabulkan atau tidak.
Raden Segoro berangkat dengan membawa senjata si Nenggolo. Akhirnya Raja Mendangkamulan atas donasi Raden Segoro menang didalam peperangan dengan tentara Cina dan setelah itu Raja mengadakan Pesta besar sebab bisa mengusir musuhnya. Raja bermaksud mengambil Raden Segoro sebagai anak mantunya. Raden Segoro minta ijin dahulu buat pulang ingin menanyakan kepada ibunya. Pada saat itu pula ibu dan anaknya lenyaplah dan rumahnya disebut Keraton Nepa. Karena itu sampai sekarang 2 tombak itu menjadi Pusaka Bangkalan.
Kebudayaan Madura - Ragam Budaya nan Berkembang di Madura
Walaupun berada dalam wilayah nan tandus, tetapi Madura kaya akan kebudayaannya. Kekayaan budaya nan terdapat di Madura ini dibangun atas unsur nan dipengaruhi oleh animisme, Hindu, dan Islam. Ketiga unsur inilah nan mendominasi kebudayaan Madura.
Adapun kebudayaan Madura nan harus kita ketahui dan lestarikan ialah sebagai berikut:
1. Tembang Macapat
Pada awalnya, tembang atau nyanyian dalam kebudayaan Madura ini dipakai sebagai media buat memuji Allah Swt sebelum dilaksanakan shalat wajib. Lambat laun tembang ini dipakai buat mengajak masyarakat Madura mencitai ilmu pengetahuan dan membenahi kerusakan moral nan terjadi.
2. Musik Saronen
Musik ini berasal dari desa Sendang, kecamatan Pragaan, kabupaten Sumenep. Jika di Madura diadakan sebuah kesenian, musik saronen inilah nan mengiringinya. Musik saronen merupakan perpaduan dari beberapa alat musik, tetapi nan paling dominan ialah alat musik tiup berupa kerucut. Nah, alat musik tiup itulah nan disebut dengan saronen.
3. Tan Muang dan Tari Duplang
Tang Muang dan Tari Duplang ini merupakan seni tari nan berasal dari kebudayaan Madura . Gerakan tari tradisional ini di setiap gerakannya selalu menampilkan kata-kata nan tertera dalam Al-Qur'an seperti Allah dan Muhammad.
Tari Muang ialah seni tradisional nan masih ada sampai sekarang. Saat ini, tarian Muang beralih fungsi menjadi tarian wajib buat menyambut para wisatawan nan datang ke Madura, tetapi gerakannya tetap dibatasi dan masih diselipkan unsur-unsur Islaminya.
Berbeda dengan tari Muang, tari Duplang merupakan tarian nan unik dan langka. Unik sebab tarian ini merupakan sebuah penggambaran prosesi kehidupan seorang wanita desa. Di dalam tarian ini mengandung pesan, yaitu masih terlupakannya wanita desa nan bekerja sebagai petani. Tarian ini diciptakan oleh seorang penari keraton bernama Nyi Raisa.
Tarian Duplang memiliki kesulitan taraf tinggi sehingga pada zaman sekarang tarian ini punah sebab geraknnya nan susah buat diingat dan peminatnya pun kurang. Tarian inilah nan sampai saat ini masih dipertahankan kelestariannya oleh masyarakat dalam kebudayaan Madura.
4. Upacara Sandhur Pantel
Upacara Sandhur Pantel merupakan sebuah upaca ritual buat para masyarakat Madura nan berprofesi sebagai petani ataupun nelayan. Upacara ritual kebudayaan Madura ini merupakan upacara nan menghubungkan manusia dengan makhluk ghaib atau sebagai wahana komunikasi manusia dengan Tuhan Pencipta Alam Semesta.
Bentuk upacara ini berupa tarian dan nyanyian nan diiringi musik. Hampir di seluruh wilayah Madura melakukan ritual ini. Lamabat laun, upacara ini tak dilakukan lagi sebab bertentangan dengan ajaran agama Islam. Upacara ini haram hukumnya jika dilaksanakan.
5. Kerapan Sapi
Kerapan sapi merupakan sebuah seni pertunjukan nan di dalmnya terdapat kerapan sapi serta topeng dalang. Kerapaan sapi merupakan perlombaan memacu sapi. Kesenian ini diperkenalkan pada abad ke-15 (1561 M) pada masa pemerintahan Pangeran Katandur di daerah Keratin Sumenep.
Kesenian dan kebudayaan Madura ini diikuti oleh para petani. Tujuannya buat memberikan motivasi kepada petani agar tetap semangat buat bekerja dan bisa meningkatkan produksi ternak sapinya. Seiring dengan berjalannya waktu, kerapan sapi ini sudah banyak disalahgunakan sehingga lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya.
Contohnya seperti banyak di antara para pemain dan penonton nan melupakan kewajibannya buat mendirikan shalat. Kerapan sapi merupakan kesenian nan khas dari Madura. Kerapan sapi ini merupakan pemasok primer dalam Aturan Pendapatan Belanja Daerah sebab kerapan sapi mampu menarik perhatian wisatawan asing berkunjung ke Madura.
Kebudayaa Madura - Tradisi Perkawinan nan Dilarang
Dalam kebudayaan Madura ada tradisi perkawinan nan dianggap tabu dilakukan oleh masyarakat Madura, nan di sebut dengan perkawinan Salep Tarjha. Salep Tarjha ini merupakan salah satu model perkawinan nan dilarang oleh masyarakat Madura, secara syari'at Islam sih dibenarkan, tapi adat-istiadat melarang perkawinan tersebut.
Perkawinan Salēp Tarjhâ ini oleh masyarakat Madura diyakini bisa membawa bala atau musibah bagi pelaku maupun keluarganya, yakni berupa sulit dan melarat rezekinya, sakit-sakitan, anak atau keturunan pelaku perkawinan tersebut lahir dengan kondisi tak normal atau stigma dan lain sebagainya.
Istilah Salep Tarjha merupakan sebuah istilah nan diberikan oleh Bengaseppo (sesepuh atau nenek moyang) masyarakat dalam kebudayaan Madura bagi perkawinan silang antara 2 orang bersaudara putra-putri. Contoh, Ali dan Arin ialah dua orang bersaudara (kakak-adik) nan dijodohkan atau dinikahkan secara silang dengan Rina dan Rizal nan juga dua orang bersaudara (kakak-adik).
Dalam hal ini perlu digarisbawahi bahwa suatu perkawinan itu akan disebut sebagai perkawinan Salep Tarjha, apabila orang nan menikah tersebut ialah seorang laki-laki dan seorang perempuan saudara kandung nan kemudian keduanya dinikahkan secara silang dengan 2 orang saudara kandung juga. Jadi, apabila modelnya tak seperti ini, maka tak disebut dengan perkawinan Salep Tarjha.
Masyarakat dalam kebudayaan Madura memiliki keyakinan bahwa perkawinan ini bisa mendatangkan musibah dan bala bagi pelaku maupun keluarganya. Oleh sebab itu, bagi orang-orang nan ngotot buat tetap melakukan perkawinan Salep Tarjha ini, mereka diharuskan mengadakan ritual selamatan atau doa bersama dengan cara mengundang sanak famili, kerabat, tetangga, maupun para kiai, dengan tujuan agar pelaku perkawinan Salep Tarjha bisa terbebas atau terhindar dari mara bahaya mitos-mitos itu.