Prosesi Pernikahan Sunda – Simbol-Simbol dalam Sawer

Prosesi Pernikahan Sunda – Simbol-Simbol dalam Sawer

Prosesi pernikahan merupakan satu hal nan sakral di Indonesia ini. Negeri dengan banyak kebudayaan ini juga memiliki prosesi pernikahan nan beraneka ragam. Prosesi pernikahan tersebut dibedakan berdasarkan wilayah serta adat nan dijalani secara berbeda oleh masyarakat Indonesia.

Hubungan antara fisik serta jiwa nenek moyang dengan lingkungan alam sekitarnya demikian sangat padu. Kedekatan kepada alam itu tak saja sebagai wujud lain dari sikap pasrah dan sungguh-sungguh, tapi juga sebagai perwujudan dari sikap dan keyakinan bahwa sesungguhnya alam ialah dihuni oleh ruh atau kekuatan nan maha dahsyat. Hal itu pula nan terjadi dalam rangkaian prosesi pernikahan warisan leluhur Sunda.

Prosesi pernikahan nan biasanya dijalani oleh masyarakat dari suku Sunda tentu saja berbeda dengan prosesi pernikahan nan dijalani oleh masyarakat dari suku lain. Kentalnya perbedaan makna tataran tanah Pasundan terasa dalam rangkaian prosesi pernikahan, mulai dari bahasa hingga musik pengiring prosesi pernikahan.

Prosesi pernikahan adat Sunda merupakan salah satu prosesi pernikahan milik Indonesia nan hingga kini masih terjaga nilai-nilai kesakralannya. Penjaga nilai-nilai kesakralan tentu saja ialah warga Sundanya sendiri. Mengupayakan tradisi buat tetap menjadi bagian dari kehidupan, salah satunya dengan seremoni pernikahan menggunakan berbagai prosesi pernikahan adat Sunda.

Prosesi perniakhan adat Sunda umumnya dilakukan oleh pasangan nan memang memiliki latar belakang Sunda. Entah salah satu di antaranya ataupun keduanya. Prosesi pernikahan adat Sunda pada dasarnya memiliki taraf kerepotan nan sama dengan prosesi pernikahan adat dari daerah lain. Mengingat apa-apa saja nan harus disiapkan dan lain sebagainya.

Kerepotan itu syahdan nantinya akan dibayar dengan kepuasan dan kebanggan bahwa telah ikut melestarikan adat Sunda dalam prosesi pernikahan adat Sunda. Selain kerepotan nan luar biasa, biaya nan dikeluarkan buat menggelar prosesi pernikahan adat juga terbilang cukup mahal. Tentu saja jika itu semua ingin dilakukan secara lengkap.



Prosesi Pernikahan Sunda – Tradisi Sawer

Salah satu tradisi nan mengalami evaluasi secara ekstrem itu pula nan terjadi dengan Tradisi Saweran dalam prosesi pernikahan masyarakat Sunda. Tradisi saweran mengandung nilai-nilai nan tak kurang bermanfaatnya buat kehidupan, tak saja krusial bagi kehidupan para leluhur saat itu tapi juga bermanfaat buat kehidupan kapan dan di mana pun juga.

Dalam prosesi pernikahan, ketika seorang juru sawer membuka saweran dengan menyampaikan sebentuk sajak misalnya, bagi mereka nan menerima tradisi saweran dengan ekstrem menganggap hal itu sebagai bagian dari gaib nan mengandung hal-hal atau puja-puja terhadap leluhur sehingga pantang buat ditinggalkan.

Sementara mereka nan menolak secara ekstrem salah satu prosesi pernikahan dalam adat Sunda ini menganggap pembuka berbentuk sajak itu hanya sebaris kata-kata nan sama sekali tak berarti apa-apa. Sebagai citra coba kita perhatikan sajak nan dimaksud.

Bul kukus mendung ka manggung
Ka manggung neda papayung
Ka dewata neda suka
Ka pohaci neda suci
Pun sapun ka sang Rumuhun
Ka luhur ka Sunan Ambu
Ka Batara Naga Raja
Kula amit ngidung heula
Nyilokakeun nyukcruk laku
Laku nu mundut rahayu
Ngalap lambah nu baheula
Lulurung tujuh ngabandung
Beas diawur-awur tumbal pangurip sajati
Ti pohaci Sang Hyang Sri
Di dangdayang Tresnawat

Sajak nan sering digunakan dalam prosesi pernikahan Sunda diatas mengandung simbol-simbol dan makna nan tinggi kalau saja kita bersedia mengartikan tak saja secara harfiah, tapi juga secara maknawi. Tapi dalam tulisan ini tak terlalu dibicarakan kedua hal itu. Hanya saja kenapa tradisi sawer dianggap terlalu mistik, barangkali sebab di sana disampaikan puja-puji kepada leluhur, kepada kekuatan nan maha tinggi yaitu Sang Hyang Sri, padahal kekuatan paling tinggi justru ada pada kekuasan Allah Swt.



Prosesi Pernikahan Sunda – Arti dan Makna Sawer

Sawer secara harfiah ialah menaburkan isi bokor nan terdiri dari beras, kunyit, uang logam, dan seperangkat alat buat makan sirih. Salah satu prosesi pernikahan dalam adat Sunda ini dilaksanakan di bawah panyaweran yaitu di depan rumah tepat di bawah loka jatuhnya air dari genteng.

Tradisi saweran dilaksanakan sesaat setelah upacara akad nikah berlangsung. Sebenarnya secara maknawi sawer ini sama sekali tak mengangkat hal-hal nan berbau mistik. Hanya saja sebab bahasa dan seluruh peralatan dalam prosesi pernikahan ini mengandung simbol-simbol, seringkali dipahami sebagai sesuatu nan membesar-besarkan unsur mistiknya.

Padahal, tradisi sawer dalam prosesi pernikahan Sunda ini sebenarnya tak lebih dari khotbah nikah nan isinya berupa pesan-pesan moral. Seorang juru sawer misalnya akan menyanyikan lagu baik itu dangdanggula, kinanti, maupun anggana sekar.

laki rabi masing tigin
runtut raut jeung panutan
titip cepil sareng panon
sepuh raos dadanguan
tur raos titingalan
putra mantu runtut rukun
Eulis ujang saaleutan
Artinya kurang lebih seperti ini.
Rumah tangga harus lurus
serasi dengan pasangan
jaga telinga dan mata
orang tua tenteram pendengaran
serta nyaman pandangan
anak dan mantu selalu rukun
Eulis ujang selalu bersama-sama



Prosesi Pernikahan Sunda – Simbol-Simbol dalam Sawer

Dalam prosesi pernikahan Sunda, khususunya prosesi saweran pesan moral buat kedua mempelai itu tak saja dalam bentuk kata-kata, tapi juga dalam seluruh perangkat nan dipergunakan dalam saweran tersebut. Bunga rampai tak saja terlihat cantik dan serasi, tetapi juga selalu menebarkan wangi. Sebuah kehidupan rumah tangga nan menarik dilihat orang lain, harmonis dan selalu menebarkan wangi sebab tidak pernah cekcok secara berlebihan.

Prosesi pernikahan ini tentu saja tak dilakukan tanpa sebuah filosofi. Dalam setiap upacara pernikahan, tradisi saweran ini selalu menggunakan beberapa hasil bumi, seperti beras dan kunyit. Kunyit nan berwarna kuning tak ada kaitannya dengan roh-roh halus.

Dipergunakannya kunyit dalam tradisi saweran juga mengandung simbol. Kunyit nan berwarna kuning emas itu melambangkan kekayaan dan kesejahteraan. Nenek moyang dulu memang demikian memberi perhatian kepada masalah kekayaan ini.

Beras putih nan ditabur-taburkan bersamaan dengan kunyit dan uang logam, dalam Tradisi Saweran disetiap prosesi pernikahan adat Sunda, melambangkan kesejahteraan hidup. Hal ini terkait dengan lingkungan masyarakat Sunda nan agraris. Beras dan uang logam nan ditabur-taburkan ke arah penonton secara bersama-sama mengandung arti hayati bahagia dan banyak rezeki.

Harapan semua orang nan dicoba diingatkan pada pengantin nan akan membangun rumah tangga, bahwa mencari rezeki agar banyak dan hayati bahagia itu harus terus diupayakan, tapi jangan sampai lupa buat memberi tetangga dan siapa saja nan membutuhkan (simbol kenapa beras dan uang logam ditabur-taburkan ke arah penonton). Masyarakat Sunda diharapkan kaya tapi jangan sampai jadi materialistis dan kikir ketika kekayaan itu sukses diraihnya. Sebuah prosesi pernikahan nan kaya akan ajaran-ajaran kehidupan.