Riset Tentang Interaksi Diet, Olahraga, dan Konsumsi Protein

Riset Tentang Interaksi Diet, Olahraga, dan Konsumsi Protein

Beberapa pelaku diet mengalami perasaan tertekan saat menjalani aktivitas nan dibencinya, yaitu mengurangi jatah makan di saat dirinya selalu lapar. Tak hanya tertekan, tubuh pun terasa loyo dan tidak bergairah. Tak bisa dipungkiri, para pelaku diet nan kelaparan ini akan kehilangan kuantitas massa ototnya, jika mereka tak melakukan latihan beban (olahraga) dan hanya mengandalkan konsumsi makanan rendah kalori.

Beberapa studi melaporkan bahwa agar massa otot tak berkurang selama menjalankan diet, para pelaku diet diharapkan melakukan berbagai olah fisik (latihan beban) di samping mengurangi makanan berkalori tinggi. Cara lain nan bisa ditempuh buat menaikkan massa otot ialah dengan menjaga metabolisme protein dengan cara mengonsumsi makanan berprotein tinggi.

Namun, bagi sebagian orang melakukan hal nan dianjurkan para pakar terasa tak mudah. Padahal mereka sangat ingin mempertahankan massa otot tanpa latihan nan membebani fisik. Karena otot sangat krusial buat kekuatan dan keseimbangan.



Metabolisme Protein

Protein merupakan sumber energi bagi tubuh. Berdasarkan sumbernya protein bisa dibagi menjadi dua, yaitu protein hewani dan protein nabati. Bahan makanan sumber protein hewani (daging, ayam, susu), telur, ikan, udang dan hasil olahannya, seperti keju. Susu dan telur termasuk jenis bahan makanan sumber hewani nan berkualitas tinggi.

Jenis bahan makanan seperti ikan, udang dan ikan bahari lainnya merupakan kelompok sumber protein hewani nan baik, sebab mengandung sedikit lemak. Adapun bahan makanan sumber protein nabati, yakni kacang merah, kacang tanah serta hasil olahan kacang-kacangan, seperti tahu, tempe, oncom dan sebagainya.

Kata protein berasal dari bahasa Yunani protos nan berarti paling utama.protein ialah senyawa organik kompleks nan berbobot molekul tinggi, yaitu polimer dari monomer-monomer asam amino nan satu sama lainnya dihubungkan oleh ikatan peptida. Protein ditemukan pada tahun 1838 oleh Jons Jacob Berzelius.

Pada molekul protein terdapat kandungan karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, atau sulfur dan fosfor. Kandungan protein nan paling banyak ialah enzim atau subunit enzim.

Dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup, protein mempunyai peranan penting. Berdasarkan fungsi struktural atau mekanis, protein lain berfungsi buat membentuk batang atau sendi sitoskeleton.

Selain itu, protein juga dalam sistem kekebalan (imun) berfungsi sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, komponen penyimpanan (dalam biji), dan sebagai transportasi hara. Protein sebagai sumber gizi sebab berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme nan tak mampu membentuk asam amino atau heterotrof.

Selain polisakarida, lipid, dan polinukleotida, protein ialah salah satu dari biomolekul raksasa penyusun primer makhluk hidup. Dalam biokimia, protein juga sebagai salah satu molekul nan paling banyak diteliti.

Struktur pada protein sangat banyak dan nan paling banyak strukturnya dalah struktur sekunder beta-sheet dan alpha-helix nan sangat pendek. Struktur pada protein bisa dilihat dari hirarki, yaitu berupa struktur utama atau taraf satu, sekunder atau taraf dua, tersier atau taraf tiga, dan kuartener atau taraf empat.



1. Struktur Utama (tingkat satu)

Pada struktur primer, protein merupakan urutan asam amino penyusun protein nan bisa dihubungkan melalui ikatan peptida atau amida. Seorang ilmuan, Frederick Sanger, telah menemukan metode penentuan deret asam amino pada protein dengan menggunakan beberapa enzim protease, yaitu nan bisa mengiris ikatan asam amino tertentu, sehingga menjadi fragmen peptida nan lebih pendek buat dipisahkan nantinya dengan dibantu kertas kromatografik.

Urutan asam amino tersebut bisa menentukan fungsi dari protein. Vernon Ingram pada tahun 1957 telah menemukan translokasi asam amino nan bisa mengubah fungsi protein, sehingga memicu mutasi genetik.



2. Struktur Sekunder (tingkat dua)

Pada struktur ini, protein merupakan struktur tiga dimensi lokal dari berbagai rangkaian asam amino pada protein nan distabilkan oleh ikatan hidrogen. Struktur sekunder tersebut memiliki beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut.

  1. Puntiran alfa ( alpha helix/ a-helix ), yaitu pilinan rantai asam amino nan berbentuk seperti spiral.
  1. Lempeng beta ( alpha sheet/ β-sheet ), yaitu lembaran lebar nan tersusun dari sejumlah rantai asam amino nan saling terikat melalui ikatan hidrogen atau ikatan tiol (S-H).
  1. Lekukan beta ( beta turn/ β-turn )
  1. Lekukan gamma ( gamma turn/ y-turn )


3. Struktur Tersier (tingkat tiga)

Pada struktur ini, protein merupakan gabungan dari aneka ragam struktur sekunder berupa gumpalan. Beberapa molekul protein tersebut bisa berinteraksi secara fisik tanpa ikatan kovalen dan membentuk oligomer nan stabil, serta membentuk struktur kuartener.



4. Struktur Kuartener (tingkat empat)

Pada struktur ini, merupakan pembentukan dari struktur tersier. Contoh dari struktur kuartener nan sering muncul ialah enzim rubisco dan insulin. Salah satu dampak terganggunya metabolisme protein dijelaskan dengan ditemukannya penyakit nan terjadi sebab kekurangan protein. Kekurangan protein hampir selalu disertai dengan terjadinya kekurangan Energi (lihat BAB Karbohidrat).

Hubungan antara kekurangan Protein dan Energi bisa terjadi sebab protein merupakan salah satu sumber primer penghasil energi. Jika dalam hidangan makanan nan kita makan kurang mengandung energi, maka protein akan lebih banyak diambil buat menjadi energi.

Ini berarti protein dalam tubuh akan semakin berkurang. Penyakit nan terjadi sebab kekurangan Energi dan Protein ini biasa dikenal dengan sebutan penyakit Kurang Energi Protein (KEP).

Penyakit Kurang Energi Protein (KEP), pada dasarnya terjadi sebab kekurangan energi dan protein, disertai susunan hidangan nan tak seimbang. Pada umumnya penyakit ini diderita anak balita dan ibu hamil. KEP bisa juga menyerang orang dewasa, misalnya pada orang nan mengalami kelaparan dalam waktu nan lama atau menderita penyakit kronis.

Ketika seorang anak mengalami penyakit Kurang Energi Protein akan muncul gejala-gejala, seperti marasmus (kekurangan energi) dan kwashiorkor (kekurangan protein).

Untuk itu, setiap orang harus memperhatikan asupan gizi pada makanan nan dimakannya, dengan cara melakukan neraca bahan makanan (NBM). Hal tersebut merupakan langkah awal, agar terhindar dari gangguan metabolisme protein.

Umumnya neraca bahan makanan (NBM) mencakup data-data tentang angka rata-rata jumlah jenis bahan makanan nan tersedia buat dikonsumsi penduduk per kapita dalam setahun dengan satuan kilogram serta konsumsi per kapita harian dalam satuan gram selama kurun waktu tertentu. Nilai gizi bahan makanan nan dikonsumsi pada ketersediaan pangan harian dibuat dalam satuan energi, protein dan lemak per kapita per hari.

World Vision telah mengenalkan pengolahan pangan lokal nan disebut ‘M3’ pada tahun 2007. ‘M3’ itu singkatqan dari Mudah, Murah, Menyeluruh, nan maksudnya mudah didapatkan, harganya murah, dan di dalamnya terdapat semua gizi nan dibutuhkan dalam tubuh, seperti karbohidrat, lemak, protein, lemak, dan vitamin.

Di dalam program M3 tak hanya makanan bergizi buat anak-anak kita saja, akan tetapi program ini juga bertujuan buat meningkatkan pencerahan terhadap masyarakat bahwa betapa pentingnya peranan ibu-ibu buat menghidangkan makanan nan bergizi buat keluarganya. Ada banyak makanan nan sehat dan bergizi nan bisa kita dapatkan di alam ini.



Riset Tentang Interaksi Diet, Olahraga, dan Konsumsi Protein

Sebuah studi nan dilakukan oleh peneliti Universitas Purdue, Indiana, AS membongkar misteri interaksi antara diet, olah fisik (saat diet), dan asupan protein (saat diet). Benarkah ketiga komponen tersebut saling berpengaruh secara langsung?

Dalam studinya ini, mereka melibatkan 16 orang wanita nan diminta melakukan diet selama 16 minggu dengan supervisi ketat. Sebagian dari para wanita itu diminta buat melakukan latihan fisik (olahraga) sementara sisanya tak melakukan latihan fisik.

Seluruh wanita nan terlibat dalam riset diminta mengkonsumsi protein sebanyak 0,46 gram/ pon berat badan mereka (1 gram/ kg berat badan). Jumlah protein tersebut sedikit lebih banyak dari jumlah nan direkomendasikan buat program diet.

Hasil riset tersebut menunjukkan bahwa kelompok nan melakukan olah fisik (latihan beban) kehilangan lemak lebih banyak dibanding kelompok nan tak melakukan latihan fisik. Dan, nan lebih mencengangkan, kelompok nan tak melakukan latihan fisik juga kehilangan sebagian besar massa otot mereka.

Metabolisme protein nan dialami oleh kedua grup ini tak mengalami perubahan. Dari riset ini dapat disimpulkan bahwa konsumsi protein berlebih pada pelaku diet nan melakukan latihan fisik kurang diperlukan. Karena mereka ini tak akan kehilangan massa otot ketika berat badan mereka mengalami penurunan.

Bagi para pelaku diet, Anda perlu bersabar saat menjalani program diet tertentu. Penurunan berat badan sebaiknya dilakukan secara bertahap pada minggu-minggu awal dengan tujuan menjaga kestabilan massa otot. Hal ini krusial buat pemeliharaan otot nan menjadi aset jangka panjang dan agar tak terjadi gangguan pada metabolisme protein. Semoga bermanfaat.