Kendala Jurnalisme Lingkungan

Kendala Jurnalisme Lingkungan

Sebelum membahas jurnalisme lingkungan , ada baiknya kita perhatikan kondisi lingkungan kita saat ini. Cuaca ekstrem, banjir, tsunami, dan seterusnya merupakan akibat dari pemanasan global.



Peduli Lingkungan nan Kurang

Bila Anda sempat menonton film Incovenient Truth ciptaan Al Gore, keganasan imbas pemanasan dunia memang benar-benar dahsyat. Es di kutub utara dan selatan meleleh, es di gunung-gunung global mendadak lenyap, juga naiknya permukaan air laut. Ini semua membuat bulu kuduk kita merinding sebab disebut-sebut peradaban manusia akan segera sirna dampak dahsyatnya imbas pemanasan global.

Zaman semakin berkembang, terutama di global industri teknologi. Populasi manusia pun semakin bertambah, sehingga kebutuhan sandang, pangan, dan papan bertambah pula.

Kebutuhan tersebut didapatkan dari sumber daya alam, seperti tumbuh-tumbuhan, hasil tambang, lahan, dan lain sebagainya. Akan tetapi, persediaan sumber daya alam tersebut semakin hari semakin menipis. Manusia terus mengambil sumber daya alam tersebut. Tentu saja, lama-lama akan berkurang apabila tak dikembangkan lagi.

Itulah, mengapa penebangan hutan di mana-mana sedang marak terjadi. Populasi manusia nan semakin meningkat menyebabkan lahan-lahan pertanian digunakan sebagai loka tinggal. Industri nan semakin banyak juga semakin mengurangi lahan-lahan pertanian.

Fenomena tersebut sudah berlangsung sejak dulu. Huma pertanian dan hutan-hutan semakin berkurang sebab dipakai buat loka tinggal dan buat pembangunan industri-industri.

Akibatnya, sumber daya alam semakin berkurang, terutama pepohonan. Daerah pegunungan saja sekarang sudah mulai diambil sumber daya alamnya. Pepohonannya di tebang dan tanahnya diambil sebagai bahan pembuatan bangunan-bangunan, sehingga banyak gunung nan sudah tak ada sebab hal tersebut.

Ironis sekali bukan? Bukan itu saja, sumber daya alam nan seharusnya dijaga dan dilestarikan malah dibabat habis tanpa ada pelestarian kembali. Alam menjadi rusak. Kebutuhan akan sumber daya alam semakin berkurang.

Pepohonan ditebang sebab manusia semakin membutuhkan kayu buat kehidupannya. Membangun rumah, perabotan rumah tangga, kertas, dan barang-barang lainnya nan berasal dari kayu semakin dibutuhkan.

Program go green yang diusung beberapa tahun ini tak terlalu dipedulikan. Penanaman seribu pohon buat mengurangi global warming juga tak terlalu mendapatkan respon dari masyarakat.

Padahal program tersebut sangat bagus, tapi sebab tak didukung penuh oleh masyarakatnya dan fasilitasnya kurang, maka program tersebut hanya sebagai bahan perbincangan saja. Hanya ada slogan-slogan nan dipampang di depan umum.

Program tersebut digembor-gemborkan, tapi penebangan pohon pun semakin banyak. Penggundulan hutan dan gunung terus meningkat, sedangkan penanaman kembali pohonnya tak dilakukan.

Gunung nan gundul dibiarkan begitu saja, sehingga menjadi gersang dan tanahnya tandus dan global warming semakin meningkat. Pohon sebagai sumber nan bisa mengurangi global warming malah habis ditebang. Rumah-rumah kaca semakin banyak. Jadi, jangan heran jika keadaan bumi ini semakin hari semakin panas.

Kemajuan teknologi dan perkembangan zaman memang sangat mempengaruhi keadaan sumber daya alam di Indonesia. Indonesia nan terkenal sebagai negara agraris sudah mulai luntur sebab huma pertaniannya semakin sempit.

Salah satu dampak dari penebangan hutan secara liar ialah banjir dan buat mencegah banjir, tindakan penebangan hutan secara liar harus dihindari. Jika penebangan liar tersebut dibiarkan, bukan tak mungkin banjir akan terus terjadi dan akan membawa korban lebih banyak lagi.

Ketika bala banjir datang, maka nan akan menanggung resikonya ialah manusia sendiri. Justru orang nan melakukan penebangan liar itu selamat, sementara nan kena banjirnya ialah manusia lain nan tak tahu menahu akan penebangan liar nan dilakukan oleh sekelompok orang nan tak bertanggung jawab terhadap pelestarian hutan.

Hal tersebut memang harus segera diatasi, bagaimana pun bentuknya. Tidak hanya insan manusia saja nan kalangkabut. Ternyata insan pers (media) pun memahami gentingnya situasi ini.

Media mempunyai tanggung jawab besar sinkron fungsinya, edukatif, informatif, dan hiburan. Saluran media nan terbukti mampu memengaruhi konduite manusia membuatnya menjadi ruang nan tepat buat mengkampanyekan aktivitas ramah lingkungan.



Pencerahan

Di zaman sekarang, media itu terangkai dalam berbagai macam bentuk produk jurnalistik. Macam-macam media tersebut ialah media cetak, media elektronik, dan media internet. Surat kabar, tabloid, dan buletin terangkai dalam bentuk produk jurnalistik nan dinamakan dengan media cetak.

Sementara itu, buat media elektronik ada stasiun televisi dan radio, dan nan terakhir tentu saja media internet nan sekarang sedang berkembang dengan hadirnya portal-portal warta berbentuk website.

Media informasi nan dibutuhkan oleh masyarakat, semakin bertambahnya kemajuan teknonologi informasi, maka semakin canggih pula media nan bisa menunjang informasi tersebut, sehingga para jurnalistik pun semakin bersaing buat mendapatkan informasi.

Tetapi, apa nan paling krusial ialah tampilan pemberitaan nan akan dipaparkan dalam produk-produk jurnalistik. Setiap tulisan nan dibuat haruslah selalu mengandung konsep dasar jurnalistik yaitu, 5W+1H, yaitu what, who, where, when, why dan how . Semua terapan tersebut wajib digunakan oleh para wartawan dalam setiap penyajian beritanya, bahkan masyarakat nan ingin menyampaikannya dalam bentuk citizen journalism.

Hal tersebut membuat seorang jurnalistik dituntut buat memberikan warta atau informasi nan menarik bagi para penikmat media tersebut. Informasi nan diberikan oleh produk-produk jurnalistik tersebut memiliki beberapa hal nan menjadi dasar.

Salah satunya ialah informasi nan diberikan bersifat memerlukan perhatian dari masyarakat, seperti keadaan lingkungan nan sedang terjadi. Sebagai contoh, kita tentunya sering kali melihat adanya warta di berbagai media, seperti bala alam.

Mengingat pentingnya informasi mengenai kondisi lingkungan ini, di global jurnalisme muncul semacam aliran baru nan mengulas informasi dengan pandangan ( view ) lingkungan.

Berita-berita nan ditulis dikaitkan dengan aspek lingkungan nan mungkin terjadi. Lingkupnya tak terbatas pada warta lingkungan hayati saja, tetapi juga politik, hukum, budaya, hingga sosial nan mempunyai kaitan erat dengan aspek lingkungan.

Jurnalisme lingkungan menitikberatkan pada persoalan lingkungan, seperti banjir, erosi tanah, sampah, dan seterusnya. Meski bersinggungan intensif dengan masyarakat, namun faktanya hal itu masih saja sering abai dilakukan.

Jurnalisme lingkungan hadir buat memberi pencerahan, informasi sekaligus edukasi mengenai tata cara pemugaran kondisi lingkungan. Lingkungan nan kian rusak butuh banyak pendorong buat memperbaikinya.

Jurnalisme lingkungan berfungsi buat melakukan proses persuasif (mengajak) dan inspiratif dalam memperbaiki kondisi lingkungan hidup. Namun demikian, istilah-istilah nan bersifat ilmiah seringkali menyulitkan pembaca buat menangkap maksud jurnalisme lingkungan ini. Seperti contoh, kata banjir rob (air bahari ke daratan) atau deforestasi (penggundulan hutan).



Kendala Jurnalisme Lingkungan

Jurnalisme lingkungan tak lantas gampang dilakukan buat bisa menyuguhkan warta nan menarik dan bertema lingkungan. Setidaknya, hambatan nan menghambat jurnalisme lingkungan ialah sebagai berikut.



1. Ruang warta nan kurang memadai.

Berita-berita mengenai lingkungan acapkali ditampilkan di halaman belakang atau paling banter tengah halaman. Jadi, headline ketika terjadi bala besar, contohnya tsunami, gempa bumi, gunung meletus, dan lain-lain.



2. Nilai warta nan sedikit.

Bagi kalangan pers nan memegang teguh bad news is good news , lingkungan hayati tak memenuhi kriteria tersebut. Jangankan dibuatkan kolom atau rubrik khusus, menampilkan beritanya secara berkala pun masih seringkali sulit.



3. Butuh pengetahuan nan memadai.

Jurnalis atau pewarta tentang lingkungan hayati bukan saja membutuhkan data dan fakta, melainkan juga pengetahuan nan komprehensif mengenai lingkungan hidup. Ketika syarat ini tak dipenuhi, boleh dipastikan bahwa pemberitaannya hanya akan menyentuh lapis luar, belum menyentuh inti warta (substansi).

Informasi dari kegiatan-kegiatan jurnalistik tersebut mempunyai kandungan nan bisa mengubah sikap, pendapat, serta membujuk masyarakat buat menanggapi informasi tersebut, terutama masalah lingkungan.

Kategori pemberitaan nan diberikan dari beberapa produk jurnalistik nan tersaji saat ini selain mengambarkan berita, dapat juga menampilkan komentar atau ulasan. Komentar atau ulasan di media cetak biasanya terjadi pada rubrik-rubrik opini.

Sementara itu, dalam media elektronik, seperti televisi atau radio disampaikan dalam bentuk sesi tanya jawab nan ditampilkan secara visual, dan dalam media internet, melalui sebuah rubrik nan dikenal dengan citizen journalism, di mana masyarakat nan bukan jurnalis atau wartawan pun dapat memberikan warta mereka sendiri.

Jadi, buat menjadi seorang jurnalistik nan handal dan profesional, harus dibekali ilmu nan berhubungan dengan global jurnalistik, seperti nan sudah dijelaskan sebelumnya.

Kemajuan sebuah perusahaan media informasi, tergantung pada informasi nan diberikan perusahaan tersebut. Apakah informasi nan diberikan menarik banyak perhatian para konsumen atau tidak.

Informasi nan diberikan pun harus bisa dipertanggungjawabkan oleh seorang jurnalistik. Tidak boleh asal-asalan sebab kalau itu terjadi dan ada nan tersinggung, maka akan menjadi masalah bagi perusahaan media tersebut. Jadi, dalam menampilkan jurnalisme lingkungan harus memberikan pengaruh nan positif sebagai bentuk peduli lingkungan.