Penyebab Autisme

Penyebab Autisme

Autisme atau lebih dikenal dengan autis berasal dari bahasa Yunani, auto nan berarti sendiri. Hal ini disebabakan sebab para penyandang autisme, khususnya anak-anak mengalami gangguan perkembangan sehingga tak mampu berinteraksi sosial dan seolah-olah hayati dalam dunianya sendiri.



Mengenal Autis

Autis atau biasa disebut dengan autisme, ialah penyakit nan memiliki beberapa jenis taraf keparahan. Sehingga setiap jenis gejala nan diderita oleh seseorang, memerlukan beberapa penanganan nan berbeda.

Ditengarai bahwa penyakit ini juga melibatkan beberapa bidang ilmu pengetahuan dalam usaha penanganan, perawatan dan penyembuhannya. Yakni, secara medis, psikologi, neurologi serta pendidikan.

Penyakit ini sering diidentikkan dengan penyakit abnormal, atau penyakit nan tak dapat dijabarkan dengan akal sehat. Kadang-kadang penderita dianggap bersekongkol dengan setan, atau mungkin orangtua dari si penderita pernah melakukan pemujaan dengan setan.

Padahal penyakit nan cukup unik ini justru bisa dijabarkan atau dijelaskan secara ilmiah. Karena berkenaan dengan saraf, juga otak dan pembuluh darah. Penyakit nan sering diderita oleh kanak-kanak ini lebih sering dianggap sebagai penyakit nan memalukan, dan merupakan aib keluarga. Padahal itu sama sekali tak ada hubungannya dengan hal ghaib, hal nan metafisik dan sebagainya. Namun bisa diuraikan secara ilmiah biasa.

Gejala tersebut dalam perkembangannya, melibatkan banyak sisi ilmu pengetahuan di dalamnya. Di dalam suatu penelitian terhadap kanak-kanak penderita, harus melibatkan juga para pakar di bidang psikolgi anak, pakar neuron atau saraf, dokter umum, pakar bedah, dan juga pakar agama.

Dalam upaya penyembuhan seorang anak nan menderita hal ini, melibatkan banyak faktor. Yang primer ialah justru dukungan keluarga, nan lain ialah faktor lingkungan, faktor makanan nan dikonsumsi, dan faktor loka tinggal.

Sebenarnya, kenyataan dari penyakit neurologi ini sudah lama dikenal manusia, namun istilah "autis" itu sendiri baru diperkenalkan oleh Leo Kanner, seorang psikiater dari Harvard pada 1943.



Penyebab Autisme

Penyebab pada anak, disebut-sebut ada dua penyebabnya. Yakni, penyebab dasar dan penyebab langsung. Yang keduanya merupakan berasal dari faktor luar. Sedangkan faktor dalam ialah sebab faktor genetik tadi.

Di antara penyebab dasar adalah:

    • Pola makan ibu nan jelek ketika sedang hamil.
    • Orang hamil memang agak sulit makan, biasanya ini disebut sebagai gejala ngidam. Tetapi demi anak nan dikandung, sebaiknya jangan terlalu dituruti. Karena gizi jelek ibu hamil, bisa menyebabkan janin nan dikandung mempunyai potensi buat menjadi anak autis.

      • Kadar stress ibu hamil nan tinggi
      • Pada masa 'ngidam' seorang ibu hamil akan merasakan emosi nan tak stabil. Emosinya menjadi tak terkontrol, over sensitive, kadang over euphoria. Karena itu ada baiknya ibu hamil perlu memanage kestabilan emosional, agar tak mempengaruhi kerja otak dan taraf emosional sang bayi pula.

        Karena stres nan berkepanjangan dan terus menerus pada ibu hamil, bisa mengancam keselamatan janin nan tengah dikandung.

        • Kesalahan awal pada pola asuh anak
        • Sebagai orangtua nan bertanggung jawab kepada pendidikan anak-anaknya, sebaiknya memberikan anggaran serta batasan eksklusif bagi anak-anaknya. Sebagai rambu-rambu bagi anak tentang apa nan diperbolehkan, ditolerir dan dilarang. Hal ini berguna sebagai panduan anak ketika semakin beranjak besar.

          • Lambatnya antisipasi terapi
          • Untuk anak nan memiliki kesamaan akan penyakit saraf ini, maka istilah 'praduga tidak bersalah'justru jangan dipakai. Tapi Anda justru harus menduga, bahwa anak Anda memang memiliki potensi autis . Dan segeralah buat berkonsultasi dengan ahlinya.

            Selanjutnya, buat penyebab langsung, di antaranya ialah : kadar timbal nan tinggi, produk-produk kosmetik buat pemutih bagi paras dan kulit nan digunakan sang ibu ketika hamil, kandungan nutrisi dalam susu, AHA, DHA, dan Folat, serta kandungan CO2 di dalam udara nan amat pekat.



            Gejala Anak Autis

            Pada kondisi eksklusif anak-anak nan memiliki gejala autis di masa kecil, dan tak mendapatkan perawatan atau supervisi nan memadai, maka ketika mereka besar pun akan tetap menjadi seperti ketika ia kecilnya. Dan lebih jauh lagi justru menjadi orang dewasa nan apatis.

            Gejala autisme pada anak biasanya terlihat sebelum anak berusia 3 tahun, bahkan sebagian lagi pada saat kelahirannya. Seorang anak nan menderita hal ini bisa dilihat dari gejala-gejala berikut ini.

            1. Terhambatnya Komunikasi

            Anak menunjukkan gejala sebagai berikut: terlambat bicara, bicara tak jelas, tak mengerti pembicaraan, meniru pembicaraan, berbicara dengan raut paras datar, bahkan tak bisa berbicara. Anak nan menderita hal ini juga tak komunikatif, tak dapat memulai dan menjaga pembicaraan dua arah.

            2. Gangguan Hubungan Sosial

            Anak menunjukkan gejala terhambatnya hubungan sosial seperti: menghindari kontak mata, suka menyendiri, menarik tangan orang nan terdekat buat melakukan sesuatu sinkron keinginannya, tak suka diajak bermain, tak dapat mencari teman secara spontan, dan tak dapat berbagi kesenangan.

            3. Memiliki Hambatan dalam Bermain

            Anak biasanya sangat tertarik pada roda sehingga bisa berjam-jam memainkan roda terus menerus, memiliki cara nan aneh saat memainkan mainan, bila menyukai sebuah mainan akan dipegangnya monoton dalam waktu nan lama, hiperaktif (tidak dapat diam, berlarian, lompat-lompatan, berteriak, memukul-mukul), atau hiperpasif (sangat diam, tak bersuara, tenang)

            4. Gangguan Emosi

            Memiliki kemampuan sangat minim dalam mengelola emosi. Mereka cenderung tak mampu berempati, tak merasakan emosi orang lain, sedih atau bahagia tanpa sebab, tertawa atau menangis sendiri, tak segan memukul dan melakukan kekerasan lainnya demi mendapatkan keinginannya.

            5. Terganggunya Sensor

            Anak penderita hal ini kadang lebih memilih telanjang daripada menggunakan baju sebab merasa bahannya tak nyaman dampak adanya gangguan sensor di kulit. Hampir semuanya juga tak suka dipeluk dan dicium, memiliki pendengaran nan sensitif, sehingga bila mendengar suara keras langsung menutup mata.



            Terapi Anak Autis

            Ada kemungkinan anak penderita autis bisa disembuhkan, tergantung dari berat/tidaknya. Untuk mengurangi dan menyembuhkan anak nan telah terdeteksi terkena autis, sebaiknya diberikan terapi spesifik terutama bagi mereka nan akan memasuki usia sekolah.

            Terapi spesifik tersebut antara lain:

            1. Terapi komunikasi, agar anak bisa melancarkan otot-otot mulut sehingga bisa berbicara dengan jelas.

            2. Terapi okupasi, tujuannya agar anak bisa lebih mengontrol mobilitas dan buat melatih motorik halus anak.

            3. Terapi bermain, agar anak bisa mengerti cara bermain nan baik dan benar.

            4. Terapi obat, penggunaan obat nan tepat dan sinkron anggaran bisa menenangkan anak pada saat sulit dikendalikan.

            5. Terapi makanan, kadar gangguan bisa diturunkan dengan pemberian makanan nan tepat.

            Sebagai tambahan. Seorang anak nan memiliki gejala harus mendapatkan pengawasan, bimbingan dan arahan nan intens dari orang-orang terdekatnya. Misalnya ialah gurunya, orangtua, keluarga atau lingkungan rumah.

            Spesifik buat supervisi di sekolah oleh guru, biasanya anak autis juga memiliki seorang pendamping. Tugas pendamping ini seperti sebutannya, ialah mendampingi secara intens, terus menerus dan efektif. Agar anak menjadi terbiasa dengan pendampingnya, dan lebih mau terbuka.