Pembangunan Candi Borobudur

Pembangunan Candi Borobudur

Candi Borobudur merupakan salah satu objek wisata kebanggaan Indonesia. Lalu, tahukah Anda mengenai sejarah Candi Borobudur lengkap ? Candi ini sangat terkenal bukan hanya di kalangan turis lokal.

Kemahsyuran candi ini juga terdengar hingga ke mancanegara. Candi nan terletak di Desa Borobudur, Kota Magelang, Provinsi Jawa Tengah ini memang begitu unik, misterius, serta memiliki kekuatan magis nan mengitari keberadaannya.

Hal itu terbukti dari cerita-cerita rakyat nan berkembang di masyarakat sekitar candi. Sehingga, sejak ditemukan kembali oleh pemerintah kolonial Inggris pada tahun 1814 dan diselesaikan ekskavasi keseluruhannya oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1835, membuat setiap orang seolah berlomba buat menggali dan mendalami sejarah candi Borobudur lengkap.

Candi Borobudur ialah situs candi peninggalan agama Buddha pada masa Dinasti Syailendra. Para pakar arkeologi memperkirakan situs ini dibangun pada tahun 800 Masehi. Candi Borobudur ialah candi terbesar kedua di global setelah Candi Ankor Wat di Kamboja. UNESCO pun memasukkan Borobudur ke dalam salah satu dari tujuh keajaiban dunia.



Asal Mula Nama Borobudur

Ada beberapa versi mengenai asal mula nama Candi Borobudur. Di dalam Bahasa Indonesia, setiap bangunan keagamaan purbakala disebut candi. Sedangkan asal mula nama Borobudur terdapat beberapa versi pula. Ada nan mengatakan bahwa nama Borobudur berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “Bara” nan berarti “Biara atau kompleks candi” dan “Beduhur” nan berarti “tinggi atau di atas”.

Pendapat di atas ada kemiripan dengan penafsiran Prof. Dr. Poerbotjoroko. Menurut beliau, nama Borobudur berasal dari kata “Bhoro” nan berarti “Biara atau asrama” dan “Budur” nan berarti “di atas”. Pendapat beliau diperkuat oleh penelitian Prof. Dr. W.F Stutterheim nan menemukan arti dari Borobudur yaitu “Biara di atas bukit”.

Versi lainnya mengatakan bahwa sejarah nama Borobudur kemungkinan berasal dari kata “Sambharabudhara” nan berarti “Teras lereng gunung”.

Sementara itu, peneliti lain bernama Prof. J.G. de Casparis mengemukakan pendapat berdasarkan Prasasti Karang Tengah, bahwa Borobudur berasal dari kata “Bhumisambharabudhara” nan berarti “Tempat pemujaan roh leluhur” atau dalam bahasa Sansekerta berarti “Bukit himpunan kebajikan sepuluh strata boddisatwa”.

Selain itu, ada pula beberapa etimologi lainnya, contohnya kata Borobudur berasal dari ucapan “Para Buddha (Poro budho)” nan sebab pergeseran bunyi menjadi “Borobudur”. Atau, pendapat nan juga mengatakan bahwa nama Bore-budur, nan kemudian ditulis Borobudur, nan terdapat dalam buku Sir Thomas Raffles.

Kemungkinan, ditulis oleh Raffles dalam tata Bahasa Inggris buat menyebut desa terdekat dengan candi tersebut, yaitu Desa Bore (boro). Kebanyakan, candi memang sering dinamai berdasarkan loka ditemukannya. Raffles juga menduga bahwa istilah “Budur” mungkin berkaitan dengan istilah “Buda” dalam bahasa Jawa berarti “Purba”. Akan tetapi, arkeolog lain beranggapan bahwa nama “Budur” berasal dari istilah “Bhudhara” nan berarti gunung.

Asal-muasal nama Borobudur sendiri memang tak begitu jelas. Nama Borobudur pertama kali ditulis dalam buku Sejarah Pulau Jawa karya Sir Thomas Raffles. Akan tetapi, tak ada dokumen nan lebih tua nan menyebutkan nama nan sama persis.

Satu-satunya naskah Jawa Antik nan memberi petunjuk mengenai adanya bangunan kudus Buddha nan mungkin merujuk kepada Borobudur ialah Nagarakertagama , ditulis oleh Empu Prapanca.



Pembangunan Candi Borobudur

Prof. J.G. de Casparis dalam disertasinya pada tahun 1950, mengemukakan bahwa berdasarkan Prasasti Karang Tengah dan Tri Tepusan, sejarah Candi Borobudur lengkap dibangun oleh Raja Samaratungga dari Dinasti Syailendra pada tahun 746 Saka (824 M). Dan, penyelesaiannya sekitar tahun 847 Masehi pada pemerintahan Ratu Pramudawardhani anak perempuan dari Raja Samaratungga.

Pembangunan Candi Borobudur diperkirakan memakan waktu 50 tahun. Disebutkan pula mengenai penganugerahan tanah ‘Sima’ atau tanah bebas pajak oleh Ratu Pramudhawardhani agar memelihara bangunan kudus buat memuliakan leluhur. Dan, masih menurut Casparis, bangunan tersebut kemungkinan digunakan buat leluhur dari wangsa Syailendra.

Memang, informasi nan berkaitan dengan pendiri Candi Borobudur serta tujuan dan manfaat dibangunnya bangunan raksasa tersebut, masih belum menemui titik terang. Hal ini didasarkan pada tulisan Karmawibhangga.

Tulisan Karmawibhangga merupakan rangkaian huruf nan terdapat pada prasasti pada abad ke-8 dan abad ke-9, aksara ini lazim digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9. Jadi, diperkirakan Borobudur didirikan sejak awal tahun 800 M. Masa itu diperkirakan puncak kejayaan bangsa Syailendra nan juga turut dipengaruhi kejayaan Kerajaan Sriwijaya.

Candi Borobudur dibangun dengan waktu nan hampir bersamaan dengan candi-candi di Prambanan. Namun, diperkirakan pula Candi Borobudur rampung terlebih dahulu daripada Prambanan, sekitar tahun 825 Masehi, yaitu dua puluh lima tahun sebelum dimulainya pembangunan Candi Prambanan nan berkisar tahun 850 Masehi.

Dari informasi tersebut ditemukan beberapa keganjilan data nan berkaitan dengan agama pemimpin saat itu, apakah beragama Buddha atau Hindu . Bangsa Syailendra sendiri diketahui penganut agama Buddha genre Mahayana. Namun, Prasasti Sojomerto menandakan, ada kemungkinan pada awalnya bangsa tersebut penganut agama Hindu Siwa. Saat itu, dibangun banyak Candi Buddha dan Hindu di Kedu.

Mungkin, bangsa Syailendra pada masa itu masih beragama Hindu. Namun, pembangunan Candi Borobudur serta majemuk candi Buddha lainnya saat itu, sangat dimungkinkan beralasan sebab pewaris Raja Sanjaya, yaitu Rakai Panangkaran memberi perintah kepada para rakyat buat mendirikan bangunan keagamaan di wilayah kerajaan mereka.

Di mana Raja Sanjaya merupakan penganut Hindu Siwa. Ditambah lagi dalam rangka memperlihatkan penghargaan kepada para Sangha (komunitas Buddha), Rakai Panangkaran memberikan Desa Kalasan kepada mereka buat pemeliharaan dan pembiayaan pembangunan Candi Kalasan nan bertujuan memuliakan Bodhisattwadewi Tara.

Masih bersumber dari prasasti Kalasan tahun 778 Masehi, para arkeolog memiliki pemahaman bahwa pada masyarakat Jawa kuno, disparitas agama tak menjadi masalah. Hal itu tergambar pada klarifikasi di atas, di mana seorang raja nan beragama Hindu mengizinkan bahkan mendanai pembangunan Candi Buddha, demikian sebaliknya.

Namun, ada pula dugaan bahwa dua kerajaan nan saat itu berkuasa, yaitu kerajaan bangsa Syailendra nan beragama Buddha dan kerajaan bangsa Sanjaya nan beragama Hindu saling bersaing dan tak dipungkiri akan pecahnya perang sebab hal tersebut. Seperti pertempuran pada tahun 856 di perbukitan Ratu Boko.

Namun, kerukunan antarpemeluk agama masih tetap dipercayai oleh banyak orang nan ditunjukkan dalam pembangunan Candi Borobudur milik bangsa Syailendra serta Candi Prambanan milik bangsa Sanjaya. Di mana bangsa Syailendra juga banyak terlibat di dalamnya, begitu pula sebaliknya.

Monumen candi raksasa ini merupakan candi nan menggambarkan alam semesta dalam ajaran Buddha. Kemudian, banyak anggapan bahwa fungsi Candi Borobudur sama seperti saat ini, yakni sebagai loka kudus buat memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai loka ziarah buat menuntun umat manusia beralih dari alam nafsu duniawi menuju kesadaran dan kebijaksanaan sinkron ajaran Buddha.

Pada masa kini, peziarah masuk ke dalam candi dari sisi timur, berjalan melintasi bangunan kudus searah jarum jam, sambil terus naik ke taraf berikutnya melalui tiga strata ranah dalam kosmologi Buddha, yakni Kamadhatu, Rupadhatu, dan Arupadhatu.

Demikian klarifikasi dan rincian mengenai sejarah Candi Borobudur lengkap. Mulai dari asal muasal nama, kurun waktu membangun, hingga tujuan dibangunnya monumen tersebut.