Indikasi Kepuasan Kerja Karyawan nan Tidak Tercapai

Indikasi Kepuasan Kerja Karyawan nan Tidak Tercapai

Kepuasan kerja karyawan tidak dapat diukur dengan imbal jasa nan dia terima saja. Tidak sedikit karyawan cemerlang nan meninggalkan perusahaan nan telah membesarkan nama, ilmu, dan keterampilannya bukan sebab imbal jasa nan tidak seimbang, tapi hanya sebab sang karyawan tak mendapatkan tantangan lagi di loka tersebut.



Dari Mana Datangnya Rasa Puas dan Tidak Puas dalam Bekerja?

Kepuasan kerja ialah bentuk perasaan dan aktualisasi diri seseorang ketika dia mampu atau tak mampu memenuhi asa dari proses kerja dan kinerjanya. Timbul dari proses transformasi emosi dan pikiran dirinya nan melahirkan sikap atau nilai terhadap sesuatu nan dikerjakan dan diperolehnya. Coba saja kita lihat di dalam lingkungan kerja.

Bisa jadi ditemukan majemuk aktualisasi diri karyawan. Ada nan murah senyum dan tertawa, ada nan suka mengeluh, ada nan akrab dengan sesama kawan kerja, ada nan bahagia mengisolasi diri, dan bahkan ada nan terbiasa berekspresi emosional berongsang atau kurang bersahabat dengan lingkungan kerja. Salah satu faktor penyebab semua itu ialah disparitas derajat kepuasan kerja.

Sudut pandang tentang bekerja umumnya sama yakni sebagai sumber mencari nafkah buat kehidupan. Selain itu ada juga nan menganggap bekerja itu ialah ibadah, aktualisasi diri, dan hoby. Itu ialah pandangan positif nan berkait dengan kepuasan kerja. Dari sisi negatif ada nan menganggap bekerja itu ialah beban dan ancaman kebebasan pribadi.

Tentu saja menurut pandangan ini bekerja sering tak menyebabkan kepuasan kerja. Bahkan dalam teori motivasi dari Douglas McGregor, golongan ini termasuk teori X yakni sifat orang nan pada dasarnya malas kerja. Kepuasan kerja nan diperoleh kelompok karyawan ini ialah kalau mereka tak bekerja keras dan tak bertanggung jawab namun maunya mendapat kompensasi tinggi.

Pada umumnya, karyawan tak puas dengan perusahaan tempatnya bekerja dapat disebabkan oleh banyak hal, di antaranya adalah:

  1. Imbal jasa nan tidak seimbang.
  1. Berkonflik dengan atasan ataupun teman sekerja.
  1. Jenjang karir nan tidak jelas.
  1. Peraturan nan berdasarkan rasa suka dan pilih kasih.
  1. Terlalu banyak tuntutan dari perusahaan.
  1. Terlalu lama berada di posisi nan sama sehingga menimbulkan kebosanan.
  1. Terlalu nyaman nan membuat tak nyaman lagi sebab hilangnya tantangan nan bisa memacu adrenalin.

Faktor lain nan berhubungan dengan kepuasan kerja karyawan ialah pandangan tentang makna kepuasan. Kepuasan dianggap sebagai sesuatu nan ukurannya relatif. Dua orang akan memiliki kepuasan kerja nan berbeda walaupun mengerjakan sesuatu nan sama dengan kinerja nan sama pula. Secara bathin kedua orang itu dapat saja memiliki kepuasan nan berbeda sebab memiliki sudut pandang nan berbeda.

Perbedaan sudut pandang biasanya searah dengan disparitas taraf tingkatan sosial ekonomi seseorang. Sementara itu ciri tiap indvidu karyawan misalnya status dalam pekerjaan, pengalaman kerja, dan gender dapat jadi memiliki derajad kepuasan kerja nan berbeda. Seseorang dengan posisi manajer cenderung akan memiliki kepuasan kerja nan lebih besar ketimbang subordinasinya. Begitu pula semakin berpengalaman kerja seseorang semakin tinggi kepuasan kerjanya.

Apakah kepuasan kerja karyawan sama dengan kepuasannya terhadap perusahaan tempatnya bekerja? Mungkin ya, mungkin tidak. Ada karyawan nan tak puas dengan tempatnya bekerja tapi sebab dia masih bahagia mengerjakan tugas-tugasnya, dia tetap bertahan dan tak ambil pusing dengan apapun nan dilakukan perusahaan terhadapnya.

Misalnya, seorang guru nan tetap bertahan di sebuah forum pendidikan bukan sebab bahagia dengan forum tersebut, tapi sebab terlanjur mencintai murid-murudnya. Guru tersebut bertahan sebab murid-muridnya tersebut. Kepuasannya didapat ketika menyaksikan keberhasilan anak-anak didiknya.



The Extra Miles dan The Dead End

‘Love makes jobs like having vacation’ (cinta membuat kerja seperti liburan saja). Istilah ‘office blues’ atau sebel dengan kantor tidak berlaku bagi orang-orang nan begitu mencintai pekerjaannya. Mereka rela bekerja lebih demi menggapai kepuasan batin tanpa memikirkan apakah perusahaan akan memberi imbalan lebih ataupun penghargaan. Mereka akan bekerja keras, bahkan mungkin juga lebih dari jam kantor. Semua pekerjaannya tidak dirasakan sebagai beban.

Karyawan tersebut bahkan membuat sasaran spesifik buat dirinya sendiri nan melebihi sasaran nan telah ditetapkan oleh perusahaan. Apa nan dilakukannya tak buat mendapatkan pujian. Karyawan tersebut memang suka melakukannya dan mampu menyelesaikan semua sasaran dengan sangat baik.

Bagaimana pun walaupun dia tidak meminta apapun dari perusahaannya, karyawan seperti ini biasanya akan hengkang ketika pekerjaannya tidak lagi memberikan kepuasan batin atau perusahaan tidak dapat memberinya tantangan lain.

Inilah para karyawan ‘the extra miles’. Orang-orang nan sangat tekun, rajin, selalu ingin melakukan lebih dan memberikan service excellence baik kepada dirinya sendiri, rekan sekerja maupun perusahaan tempatnya bekerja. Mereka juga dapat disebut the man of commitment .

Sebaliknya ada karyawan nan tidak mau dan mungkin juga tidak mampu mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik. Kerja nan ogah-ogahan, tapi menuntut imbalan nan banyak dari perusahaan. Tukang komplain pula. Posisinya dirasakan sebagai the comfort zone nan begitu damai dan nyaman. Karyawan seperti ini tidak mempan diberi pelatihan ataupun motivasi.

Ini sebab semua itu sudah menjadi darah dagingnya. Walaupun sudah dimutasi, dia tetap tidak dapat berbuat banyak bagi dirinya apalagi bagi orang lain dan perusahaan. Inilah tipe karyawan ‘the dead end’. Dia sudah selesai. Hanya sebab rasa iba dari perusahaanlah nan membuatnya tetap dipertahankan.



Indikasi Kepuasan Kerja Karyawan nan Tidak Tercapai

Kepuasan Kerja (job satisfaction) ialah sikap nan diperlihatkan oleh seorang individu terhadap apa nan menjadi pekerjaannya. Kepuasan kerja karyawan merupakan hal krusial nan harus diperhatikan oleh pihak manajemen dalam sebuah perusahaan. Hal ini disebabkan sebab kepuasan kerja karyawan bisa menghasilkan pekerjaan nan optimal dari karyawan tersebut. Pekerjaan nan optimal inilah nan diperlukan buat mencapai tujuan perusahaan.

Ada beberapa indikasi nan harus diketahui oleh perusahaan nan menjadi tanda-tanda adanya kepuasan kerja karyawan nan tak tercapai. Jika sudah terlihat tanda-tanda ini, maka pihak perusahaan harus segera bertindak buat membuat karyawan tersebut memiliki kepuasaan terhadap apa nan menjadi tugas dalam pekerjaannya. Jika tak segera ditindak lanjuti maka tak usah terkejut jika perusahaan Anda semakin mendekati keterpurukan sebab tak tercapainya sasaran atau tujuan perusahaan.



Respon Voice

Adanya respon nan aktif berupa adanya suara atau pendapat nan dkeluarkan oleh karyawan. Respon ini berupa respon negatif, pada umumnya berupa keluhan dari karyawan terhadap perusahaan atau kebijakan perusahaan nan berlaku. Keluhan ini biasanya diikuti oleh saran, sebagai bentuk alternatif nan ditawarkan pihak karyawan pada perusahaan terhadap keluhan nan mereka sampaikan.

Secara ekstrem, respon voice ini bisa berupa unjuk rasa. Unjuk rasa dalam skala besar bisa merugikan perusahaan. Hal ini dikarenakan adanya waktu nan terbuang, sehingga waktu produksi juga berkurang.

Jika terjadi hal tersebut, maka otomatis hasil produksi juga akan berkuarang, baik secara kuantitas maupun kualitas. Apalagi jika unjuk rasa nan dilakukan menjadi tak terkendali sampai terjadi tindakan-tindakan anarkisme nan tak hanya merugikan perusahaan tapi juga masyarakat sekitar.

Respon Loyalty

Respon loyalty ini berbentuk pasif. Tidak ada tindakan konkret nan dilakukan. Sifatnya konstruktif, di mana karyawan hanya berharap agar kondisi menjadi lebih baik pada masa nan akan datang. Dalam hal ini, karyawan masih memiliki pikiran nan positif terhadap pekerjaannya dalam perusahaan tersebut, sehingga masih melakukan tugasnya sebagaimana mestinya.

Respon Neglect

Respon neglect ini juga bentuknya pasif, namun sifatnya destruktif. Karyawan membiarkan kondisi memburuk atas pekerjaannya. Ia tak melakukan apapun secara konkret terhadap pihak perusahaan. Ia cenderung berpikir negatif terhadap ketidakpuasannya terhadap pekerjaan nan Ia kerjakan. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas maupun kuantitasnya dalam melakukan pekerjaan nan pada akhirnya juga bisa dijadikan indikasi bahwa kepuasan kerja karyawan nan tak tercapai.

Respon Exit

Ini juga berindikasi negatif, yaitu melakukan pengunduran diri dari perusahaan. Setelah mengundurkan diri ia mencari pekerjaan lain nan baru. Pekerjaan nan dianggapnya bisa memberikan kepuasan kerja untuknya daripada perusahaan sebelumnya. Ini ialah suatu kondisi terparah nan menjadi tanda tak tercapainya kepuasan kerja karyawan.

Oleh sebab itu, jika di suatu perusahaan semakin hari semakin banyak nan mengundurkan diri, maka perusahaan harus segera mengambil langkah buat segera meningkatkan kepuasan kerja karyawannya agar perusahaannya tak berakhir dengan kepailitan.