Menilik Sejarah

Menilik Sejarah

Membincangkan tenaga dalam memang menarik. Banyak nan dapat dikatakan dan diyakini kebenarannya. Selain banyak juga nan meragukan, sebab penjelasannya tak masuk akal. Di luar kemampuan nalar manusia sehingga dikatakan gaib.



Tenaga Dalam

Tenaga dalam atau dapat juga disebut dengan Krachtologi merupakan konsep nan populer pada masyarakat Melayu di Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan Malaysia. Seiring perkembangan seni bela diri (silat), berkembang pula keyakinan tentang tenaga dalam. Seorang pesilat dianggap andal jika ia tidak hanya memiliki jurus-jurus silat tanpa tanding, tapi juga kemampuan krachtologi nan tinggi.

Berbeda dengan tenaga luar (fisik), tenaga dalam merupakan kekuatan dalam diri seseorang. Kekuatannya luar biasa, dipercaya melebihi kekuatan fisik. Dengan krachtologi, seseorang bisa mengangkat suatu beban dua hingga tiga kali lipat dari kesanggupan orang normal. Menghancurkan benda keras dengan sekali pukul atau melayang di atas air, ialah contoh-contoh nan terlihat jika seseorang memiliki tenaga dalam.

Tidak hanya bermanfaat sebagai ilmu bela diri, tenaga dalam juga berguna bagi kebugaran dan kesehatan tubuh. Seseorang nan memiliki tenaga itu secara tinggi bisa berprofesi sebagai tabib (penyembuh). Tentu saja, tenaga dalam itu juga dapat menjaga kebugaran dan vitalitas tubuhnya.



Mitos Tenaga Dalam

Hanya saja, hingga kini konsep tentang krachtologi belum dapat dibuktikan secara ilmiah. Diselubungi oleh majemuk mitos dan kepercayaan. Ada dua mitos nan umumnya diyakini kebenarannya, yaitu:



Berasal dari impuls listrik

Sebagai upaya agar konsep tenaga tersebut bisa menarik kalangan terdidik (akademis), diperkenalkanlah bahwa tenaga dalam itu bersumber dari impuls (sengatan) listrik nan ada pada tubuh manusia. Melalui teknik-teknik eksklusif (salah satunya melalui teknik pernapasan), impuls listrik bisa diubah menjadi energi luar biasa. Energi inilah nan dinamakan dengan tenaga dalam.

Secara selintas, klarifikasi ini tampaknya logis. Apalagi diketahui bahwa tubuh manusia memang menyimpan impuls-impuls listrik. Dengan impuls tersebut, saraf-saraf simpatetik dan parasimpatetik nan berfungsi sebagai saraf neurotransmitter, bisa bekerja optimal. Yaitu menyampaikan pesan dari otak ke tubuh atau sebaliknya, dari tubuh ke otak. Tanpa impuls listrik, dapat dipastikan tubuh akan jadi seperti robot nan tanpa baterai (energi). Tak bisa digerakkan atau bereaksi apa pun.

Hanya saja, mengaitkan konsep tenaga tersebut dengan implus-impuls listrik pada tubuh, terlalu berlebihan. Karena, sistem kerja impuls listrik pada tubuh tak bisa dikontrol oleh manusia. Meskipun menggunakan sistem pernafasan atau teknik-teknik tertentu, impuls listrik tak dapat dikendalikan. Apalagi sampai membuat impuls listrik itu menghasilkan energi luar biasa, itu tak mungkin terjadi.

Terlalu berfantasi bahwa manusia bisa mengendalikan impuls listrik di tubuhnya sehingga menghasilkan energi nan bisa digunakan sekehendak hati. Itu semua hanyalah dugaan belaka. Belum ada hingga kini penelitian atau teori ilmiah nan membuktikan kebenarannya.



Merupakan ilmu gaib

Kepercayaan ini paling banyak diyakini kebenarannya. Bahwa tenaga dalam merupakan sesuatu nan bersifat supranatural (gaib). Karenanya, belajar krachtologi berarti belajar bagaimana mengamalkan suatu bacaan atau ritual tertentu. Bacaan atau ritual tersebut biasanya bersumber dari ajaran-ajaran agama.

Dalam sebuah kepercayaan, krachtologi didapat dari karomah (keistimewaan) ayat-ayat dalam kitab suci, mengunjungi makam-makam orang kudus (wali), atau memiliki benda-benda keramat nan dipercaya bisa meningkat krachtologi seseorang.

Adapun bagi agama seperti Hindu, Budha atau Taoisme, konsepnya tak jauh berbeda. Tenaga dalam berasal dari energi dewa atau Buddha nan diperoleh melalui puja atau mantra. Begitu pula klarifikasi nan menggunakan istilah energi prana, chi, cakra, kundalini, dan sebagainya, merupakan konsep nan sejalan dengan keyakinan pada agama-agama tersebut.

Tentu saja, buat hal ini, tak dapat dimengerti secara logika. Kebenarannya bersifat subjektif, tergantung keyakinan nan dimiliki seseorang. Sehingga konsep krachtologi pun semakin terkubur oleh mitos. Baik itu mitos nan bersifat ilmiah maupun supranatural atau gaib.

Nah, itu dia tadi mitos dari tenaga imni nan banyak berkembang di masyarakat namun tidak lengkap rasanya jika kita belum mengenal bagaimana sejarahnya sampai sekarang berkembang di Indonesia.



Menilik Sejarah

Dalam bahasa Mesir antik disebut Krachtologi diambil dari kata Krachtos, dimana merupakan gabungan dari kata krachtos dan logos, krachtos nan berarti tenaga dan logos nan berarti ilmu. Krachtologi telah dikenal berabad-abad lalu yaitu dari tahun 4000 SM oleh orang Mesir Kuno.

Kemudian setelah terkenal di Mesir ilmu itu berkembang sampai ke Babylonia, Yunani, persia dan juga Romawi. Jika dalam bahasa Persia ilmu ini namanya ialah Dacht. Di Persia pada saat itu pernah terjadi perang nan namanya ialah Perang Dahtuz nan artinya merobohkan musuh dari jauh. Sebagai persiapan menghadapi perang para pasukan diberi bekal buat melakukan sesuatu nan mirip dengan senam pada saat dinihari nan membuat mereka memiliki tenaga Daht tersebut.

Karena latihannya itulah orang-orang Badwi mempunyai kemampuan nan luar biasa, bila musuh melihat matanya saja musuh akan roboh seketika. Hal ini disebabkan latihan nan mereka jalani tanpa mereka sadari telah melatih matanya buat melihat pada jeda jauh.

Beda lagi halnya dengan orang-orang Cina, Moghul, Patan dan Tartar nan mengenal ilmu silat nan juga bisa merobohkan orang dari jeda jauh. Kalau di Moghul namanya ialah Shurulkhan nan memiliki arti tipuan licik. Namun nan boleh mempelajarinya hanyalah kepala suku dari Moghul Islam.

Seperti nan kita tahu di negara Cina banyak sekali ilmu silat nan berkembang nan menggunakan Kracht, Kwie Kang dan Wie Kang. Kwie Kang menggunakan jurus tinju sedangkan Wie Kang menggunakan jurus terbuka. Untuk Wie Kang penyebarannya sampai ke Vietnam, Malaya dan juga Indonesia. Shurulkhan pun masuk ke Indonesia nan dibawa oleh para orang Cina Islam.



Penyebaran di Indonesia

Awal penyebaran hanya dipelajari dalam perguruan silat saja dan sangat terbatas. Pendekar silat Indonesia pada antara lain;

Abah Khoir orang nan mendirikan silat Cimande di Cianjur

Bang Madi orang dari Batavia

Bang Kari orang dari Batavia

Bang Ma'ruf juga dari Batavia

Haji Qosim orang nan dikenal juga dengan nama Syahbandar atau Subandari dari kerajaan Pagar Ruyung

Haji Odo nan ialah seorang kiai dari pesantren di Cikampek

Namun pada saat itu belum dikenal teknik pukulan tenaga juga pukylan jeda jauh sebab bahan ajarannya hanya ajaran fisik. Salah satu pendekar silat nan paling terkenal ialah Bang Madi. Dalam global silat Bang Madi dikenal sebagai pakar menggunakan jurus giles buat merobohkan lawan-lawannya. Sementara Bang Kari terkenal sebagai pendekar orisinil benteng Tangerang nan sangat mahir dan juga menguasai jurus-jurus kungfu.

Kemudian di tahun berikutnya perkembangan mulai terjadi oleh para orang nan telah belajar ilmu silat di suatu perguruan kemudian membuka kembali sebuah perguruan silat nan baru buat mengajarkan orang nan baru.

Namun telah terjadi lama kelamaan terjadi pergantian nama perguruan, hal-hal seperti itu didasari dari berbedanya pola pikir dari masing-masing individu. Disparitas nan terjadi antara orang pada zaman dulu nan lebih menghubungkan dengan mistis dengan orang zaman sekarang nan menghubungkan dengan kemurnian ilmiah dan akidah.

Namun ada beberapa sikap nan dulu diajarkan oleh Bang Kari buat orang nan ingin mempelajari seni tenaga dalam, yaitu jangan cepat puas, jangan suka pamer, jangan merasa diri paling jago, jangan suka mencari pujian dan jangan menyakiti orang lain.

Jadi pada hakikatnya mempelajari semua tentang tenaga dalam itu bukan buat menjadi seseorang nan sok jagoan dan menuai pujian dengan memamerkan keahlian namun buat lebih dapat menjaga diri dari kemungkinan jelek nan akan terjadi pada diri kita, juga dapat buat menolong sesama nan membutuhkan kita. Jangan pernah juga melupakan sejarah, sebab tanpa sejarah tak akan ada sesuatu nan baru dan kehidupan nan lebih baik.