Jenis-jenis Irigasi
Indonesia ialah negara agraris sebab mayoritas penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian. Sebagai negara agraris, masyarakat Indonesia tentu telah sedemikian akrab dengan jenis-jenis irigasi . Sebab, irigasi dan pertanian ibarat dua sisi mata uang.
Keberhasilan kegiatan pertanian tak mungkin tercapai tanpa adanya pengelolaan irigasi nan baik. Secara sederhana, irigasi bisa dipahami sebagai upaya manusia buat mengaliri huma pertanian sehingga tanaman pertanian bisa tumbuh dengan baik dan hasil panen pun memuaskan.
Sistem irigasi sendiri terdiri atas beberapa macam, bergantung pada lokasi dan kondisi huma nan akan dialiri air, ketersediaan air, dan teknologi nan digunakan
Irigasi ialah faktor nan sangat menentukan keberhasilan pertanian. Pemerintah pun menjadikan pembangunan irigasi sebagai bagian krusial dari pembangunan sektor pertanian secera menyeluruh.
Fungsi primer irigasi ialah memenuhi kebutuhan tanaman akan air buat pertumbuhannya, secara tepat jumlah dan tepat waktu. Selain fungsi primer tersebut, irigasi juga memiliki sejumlah fungsi lain berikut ini.
- Menjamin ketersediaan air buat tanaman pertanian jika sewaktu-waktu kekeringan melanda.
- Menurunkan suhu bagian dalam tanah.
- Melunakkan lapisan tanah nan keras pada saat pengolahan tanah dilakukan.
- Mengangkut garam-garam dari permukaan ke lapisan bawah tanah. Dengan demikan, di permukaan tanah, konsentrasi garam akan menurun.
Sejarah Irigasi di Indonesia
Irigasi ialah kegiatan manusia nan telah berusia sangat tua. Praktik irigasi telah dikenal sejak sejak zaman Mesir Kuno. Masyarakat Mesir Antik memanfaat Sungai Nil buat kegiatan irigasi nan mereka lakukan.
Di Indonesia pun, irigasi tradisional telah dikenal sejak lama. Irigasi tradisional di Indonesia telah dipraktikkan pada cara-cara bercocok tanam sejak zaman kerajaan-kerajaan. Caranya dengan membendung genre sungai buat dialirkan ke sawah secara bergantian.
Ada pula irigasi nan dilakukan dengan cara mengalirkan air dari mata air di pegunungan menggunakan batang bambu (bumbung) nan disambung-sambung.
Sistem irigasi tradisional lain nan dilakukan nenek moyang bangsa Indonesia ialah membawa air ke huma pertanian menggunakan wadah dari anyaman daun pinang. Kemudian, air digunakan buat menyiram tanaman.
Pada masa kolonial, irigasi tradisional di Indonesia mulai mendapatkan hegemoni dari penjajah Belanda. Penjajah Belanda nan menerapkan sistem tanam paksa mengupayakan agar huma perkebunan atau persawahan dalam sistem tanam paksa ini menghasilkan panen nan optimal.
Oleh sebab itu, sistem irigasi nan semula dilaksanakan secara tradisional dan dikelola masyarakat mulai mendapatkan campur tangan dalam hal pengelolaan serta teknologi dari pemerintah kolonial.
Modernisasi kegiatan irigasi di Indonesia dilakukan pertama kali pada 1957, ketika pembangunan waduk Jati Luhur dimulai. Waduk nan terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat ini mengadopsi fungsi waduk TVA, sekaligus menjadi waduk pertama di Indonesia nan mengadopsi waduk di Amerika Perkumpulan ini
TVA (Tennessee Valley Authority) merupakan salah satu waduk serbaguna nan pertama dibangun di dunia. TVA dibangun di Amerika Perkumpulan pada tahun 1933 atas prakarsa Presiden Franklin D. Roosevelt.
Isu TVA meliputi produksi tenaga listrik, pengendalian banjir, navigasi, pencegahan malaria, kontrol erosi, dan reboisasi. Di kemudian hari, proyek TVA menjadi salah satu model buat menanggulangi permasalahan nan serupa, termasuk menjadi model pembangunan proyek Waduk Jatiluhur.
Subak
Beberapa wilayah di Indonesia memiliki lembaga-lembaga irigasi tradisional nan tetap lestari hingga saat ini. Lembaga-lembaga tersebut, antara lain keujruen blang di Aceh, panriahan pamokkahan, bendang, dan raja bondar di Sumut, panitia siring di Sumsel, tuo banda atau siak banda di Sumba, raksabumi di Jabar, ulu-ulu atau jogotirto di Jateng, ili-ili di Jatim, malar atau punggawa di Sumbawa, tudung sipulung di Sulsel, dan subak di Bali.
Di antara forum atau sistem pengairan tradisional tersebut, subak merupakan salah satu nan sangat terkenal, bahkan hingga ke mancanegara. Subak ialah sistem sistem pengairan sawah (irigasi) nan tedapat pada masyarakat Bali.
Subak merupakan salah satu bentuk kearifan lokal masyarakat Pulau Dewata. Pengelolaan air dalam sistem subak ini didasarkan pada nilai-nilai agama Hindu dan aturan-aturan formal nan berlaku di masyarakat.
Sistem pengairan subak diatur atau dipimpin oleh seorang pemuka adat, nan sekaligus merupakan seorang petani. Organisasi subak umumnya terdiri atas seorang ketua subak (kelian), beberapa announcer (juru arah), dan anggota (krama subak)
Subak ialah sistem kelembagaan adat nan mengatur pengelolaan sektor pertanian secara komprehensif. Hal-hal nan diatur dalam subak, antara lain pembagian air, waktu tanam, sistem pemeliharaan tanaman, penanggulangan hama dan penyakit, panen, dan cara bagi hasil
Keadilan dan kebersamaan merupakan prinsip nan dijunjung dalam sistem pengairan subak. Jadi, ketika irigasi berjalan baik, seluruh petani akan menikmati kecukupan air.
Sebaliknya, pada saat air irigasi nan tersedia sedikit, seluruh petani pun akan memperoleh air dalam jumlah nan terbatas. Jika timbul masalah kekurangan air, buat mengatasinya dilakukan dengan cara-cara, antara lain sebagai berikut.
- Antar anggota subak saling meminjam air.
- Lahan sawah nan berada di hilir diberikan tambahan air nan jumlahnya sinkron dengan kesepakatan bersama. Kebijakan ini disebut pelampias.
- Sawah nan mendapatkan tirisan air dari kawasan di sekitarnya akan mendapatkan pengurangan porsi air.
- Ketika debit air irigasi kecil, petani anggota subak dilarang pergi ke sawah pada malam hari.
Subak ialah sistem irigasi nan memiliki keistimewan. Oleh sebab itu, UNESCO pun menetapkan subak sebagai Warisan Global (World Heritage) pada 29 Juni 2012, pada sidang ke-36 di Saint Petersburg, Rusia.
Jenis-jenis Irigasi
a. Irigasi permukaan
Irigasi permukaan ialah sistem irigasi nan dilakukan dengan menyebarkan air ke permukaan tanah, dan air dibiarkan meresap ke dalam tanah. Dalam sistem irigasi ini, air dibawa dari sumber, misalnya sungai, ke huma pertanian nan akan diairi melalui saluran terbuka, baik melalui pipa dengan head rendah maupun dengan lining.
Penyaluran air pada sistem irigasi permukaan dilakukan dua tahap. Pertama, air disalurkan dari sumbernya melalui saluran primer. Kedua, dari saluran primer, air distribusikan ke saluran sekunder dan tersier.
b. Irigasi bawah permukaan
Irigasi bawah permukaan ialah sistem irigasi nan dilakukan dengan cara meresapkan air ke dalam tanah. Peresapan air ke dalam tanah ini dilakukan di bawah zona perakaran menggunakan pipa porus atau melalui sistem saluran terbuka.
c. Irigasi dengan pancaran (sprinkle irrigation)
Irigasi dengan pancaran ialah sistem irigasi nan dilakukan dengan cara menyiramkan atau menyemprotkan air ke permukaan huma pertanian menggunakan alat penyemprot. Sistem irigasi ini mirip dengan hujan, dan dikenal pula sebagai irigasi curah.
Dengan sistem irigasi ini, tanaman akan mendapat air dari atas. Jadi, bagian daun nan akan terlebih dahulu basah, selanjutnya air akan menetes ke akar. Selain buat memenuhi kebutuhan tanaman akan air, irigasi dengan pancaran juga bisa digunakan buat memberikan pupuk, mengurangi erosi angin, dan lain-lain.
d. Irigasi lokal
Irigasi lokal ialah sistem irigasi nan dilakukan dengan cara mendistribusikan air dengan cara pipanisasi. Pada sistem irigasi ini berlaku sistem gravitasi, yaitu huma posisinya lebih tinggi memperoleh air lebih dahulu. Air nan disebar pada sistem irigasi ini sangat terbatas atau secara lokal.
e. Irigasi pompa air
Irigasi pompa air ialah sistem irigasi nan dilakukan dengan cara mengambil air dari sumur menggunakan pompa air. Selanjutnya, air nan telah dinaikkan melalui pompa air ini dialirkan ke huma pertanian dengan berbagai cara, antara lain dengan pipa atau saluran. Irigasi pompa air memiliki keunggulan, yaitu bisa terus mengairi sawah pada musim kemarau.
f. Irigasi dengan ember
Irigasi ini merupakan sistem irigasi tradisional, yaitu air disiramkan ke huma pertanian menggunakan ember. Sistem irigasi ini sangat tak efektif sebab membutuhkan banyak sekali tenaga kerja dan membutuhkan waktu nan nisbi lama buat menyelesaikan pekerjaan penyiramaan sebab air diambil menggunakan ember, dibawa ke huma pertanian, baru air disiramkan.
g. Irigasi tetes
Irigasi tetes ialah sistem irigasi nan dilakukan dengan cara meneteskan air melalui selang berlubang atau pipa. Air langsung membasahi zona perakaran tanaman .
Sistem irigasi ini tak membasahi seluruh huma pertanian sehingga akan mengurangi jumlah air nan hilang dampak penguapan, mengurangi pertumbuhan gulma, dan pemakaian air menjadi lebih efisien.