Riwayat Singkat Sultan Hamid II dan Sejarah Lambang Garuda

Riwayat Singkat Sultan Hamid II dan Sejarah Lambang Garuda

Membicarakan sejarah lambang Garuda , tak dapat dilepaskan dari peran Sultan Hamid II. Dari tangannya, muncul goresan desain lambang Garuda. Bangsa Indonesia mengenalnya sebagai Garuda Pancasila, nan memuat lima sila pada dada sang burung. Hanya saja, banyak orang belum mengenal tokoh ini dan bagaimana perannya dalam memberikan kontribusi menciptkan lambang negara Indonesia. Mari sejenak menengok ke masa lalu.



Riwayat Singkat Sultan Hamid II dan Sejarah Lambang Garuda

Nama lengkap Sultan Hamid II ialah Abdurrohman Hamid Alkadrie nan lahir pada 12 Juli 1913. Dia ialah putra dari sultan kedelapan Kesultanan Pontianak, yaitu Sultan Muhammad Alkadrie. Sultan Muhammad menjadi tokoh di balik berdirinya Kota Pontianak sekarang ini. Sultan Hamid II meninggal di Jakarta pada 30 maret 1978. Makamnya bisa ditemukan di Pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak , Batulayang.

Semasa hidupnya, Sultan Hamid II termasuk kalangan terpelajar. Dia mengenyam pendidikan di Akademi Militer Belanda (KMA) di Breda, Belanda. Dia termasuk sosok nan berprestasi. Saat di Belanda, Sultan Hamid II pernah menjadi ajudan Ratu Juliana. Pangkat Letnan Dua infanteri diterimanya pada 1936. Dan, di akhir profesinya, dia mendapatkan pangkat Mayor Jendral .

Hamid menggantikan posisi ayahnya sebagai penguasa Kesultanan Pontianak pada 29 Oktober 1945. Dia pun digelari Sultan Hamid II. Kala itu nasib sang ayah cukup tragis. Sebab, ayah dari Sultan Hamid II meninggal sebab adanya agresi tentara Jepang . Sebelumnya, Sultan Hamid II sempat ditawan oleh Jepang pada 10 Maret 1942. Dia dibebaskan usai negara Matahari Terbit itu akhirnya takluk pada negara Sekutu.

Sultan Hamid II hayati di masa negara Indonesia mempertahankan kemerdekaan . Di ialah salah satu tokoh nan berpengaruh kala itu. Bersama dengan Soekarno, Muhammad Hatta, Muhammad yamin, Muhammad Roem, dan Ki Hajar Dewantara , mereka bahu-membahu terlibat dalam berbagai peristiwa agar kemerdekaan Indonesia segera terwujud secara penuh.

Kiprah Sultan Hamid II sangat majemuk mewakili Indonesia dalam berbagai pertemuan. Dia sempat ditunjuk sebagai ketua delegasi BFO atau wakil negara boneka Belanda, pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda, pada tahun 1949. Sultan juga diangkat sebagai menteri negara zonder porto folio dalam Kabinet Republik Indonesia Perkumpulan (RIS) bentukan Presiden Soekarno buat masa 1949-1950. Penetapan menjadi menteri tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Perkumpulan Nomor 2 Tahun 1949.



Proses Sejarah dari Lambang Garuda

Saat diangkatnya Sultan Hamid II sebagai Menteri Negara Zonder Porto Folio inilah, proses pembuatan lambang Garuda terjadi. Pembuatan lambang negara dipandang perlu, sebagai tindak lanjut dari usulan tokoh Parada Harahap agar negara ini punya bukti diri sendiri. Usulan mengenai lambang negara ini muncul dalam Kedap Panitia Perancang Undang-Undang Dasar nan terjadi pada 13 Juli 1945.

Soal lambang negara, Sultan Hamid II sendiri sebenarnya sudah memiliki rancangan menurut pemikirannya sendiri. Dia memiliki konsep lambang "Ide Perisai Pancasila ". Pada konsep ini, Sultan mencoba membuat visualisasi dari kelima sila dalam Pancasila untukdisatukan dalam satu lambang negara. Menurutnya, lambang ini bisa mewakili dasar negara dan etos bangsa. Meski begitu, dalam proses penetapan lambang negara, desain dari Sultan Hamid II mesti bersaing dengan desain lainnya.

Akhirnya, demi segera mewujudkan lambang negara, dibentuklah Panitia Lencana Negara pada 10 Januari 1950. Para tokoh nan terlibat di dalamnya ialah Mohammad Yamin, Ki Haja Dewantara, M.A. Pellaupessy, Mohammad Natsir, dan R.M.Ng. Purbatjaraka. Panitia ini diketuai oleh Mohammad Yamin dan Sultan Hamid II bertindak sebagai koordinator. Di bawah panitia kecil ini, berbagai rancangan lambang negara "digodog" buat dipilih sebagai lambang negara.

Tidak mudah bagi tim panitia memilih nomoinasinya. Dari beberapa desain nan masul, ditetapkan dua desain. Desain ini disayembarakan nan dikoordinasi oleh Menteri Priyono. Dua desain nan diambil yaitu hasil karya Sultan Hamid II dan Mohammad Yamin. Dua desain nominator akhirnya dibawa kepada Pemerintah RIS dan DPR RIS. Di kedua alat negara ini rancangan dinilai.

Hasilnya, desain lambang negara milik Sultan Hamid II nan kemudian ditetapkan sebagai lambang negara. Kekurangan nan dimiliki pada desain milik Mohammad Yamin ialah adanya penyertaan lukisan sinar matahari. Sinar matahari inilah nan menimbulkan asumsi bahwa desain masih terpengaruh oleh negara Jepang.

Demi penyempurnaan desain lambang negara, Sultan Hamid II masih menambah sana-sini kekurangan nan ada, sinkron dengan hasil obrolan bersama Soekarno dan Mohammad Hatta nan menjadi pemimpin saat itu. Satu hal nan diperbaiki dalam desain yaitu pita nan dicengkeram burung Garuda dibah menjadi rona putih, setelah sebelumnya memiliki rona merah putih. Dan, pada pita tersebut disematkan kalimat " Bhinneka Tunggal Ika ". Akhirnya, pada 8 Pebruari 1950, desain lambang Garuda milik Sultan Hamid II mencapai final dan diberikan kepada Presiden Soekarno.

Perlu diketahui, desain final tersebut tak seperti lambang garuda nan terlihat seperti saat ini. Sebab, pada gambar desain terlukis burung Garuda nan memiliki tangan dan bahu seperti manusia. Tangan tersebut sedang memegang perisai.

Hal inilah nan kemudian memicu ketidaksetujuan beberapa pihak terkait desain final lambang Garuda. Partai Masyumi menginginkan ada proses penyuntingan kembali dengan tak memasukkan unsur tangan dan bahu manusia. Menurut mereka, gambar tersebut mengandung hal nan berbau mitologi. Dan, masih banyak masukan lain nan akhirnya membuat desain final tersebut berubah menjadi sebuah Rajawali Garuda Pancasila. Inilah nan kemudian dikenal dengan lambang Garuda Pancasila hingga sekarang.

Usai penyuntingan ini, barulah sejarah lambang Garuda segera menemui akhir pembahasan. Sebab, setelah itu, lambang Garuda Pancasila disahkan menjadi lambang negara melalui Sidang Kabinet RIS. Dan, pada bulan Februari 1950, Presiden Soekarno mengumumkan lambang negara karya Sultan Hamid II itu di Hotel Des Inde, Jakarta .



Penyempurnaan Lambang Garuda

Meski sudah ditetapkan sebagai lambang negara, Garuda Pancasila mengalami penyempurnaan kembali. Satu bulan setelah penetapan, tepatnya 20 Maret 1950, ditetapkan sebuah bentuk final baru lambang Garuda Pancasila. Dullah, pelukis di istana negara, diminta membuat ulang lukisan tersebut sinkron dengan masukan Presiden Soekarno.

Pada penyempurnaan pertama ini, sisi nan diperbarui ialah bagian kepala dan cakar kaki burung Garuda. Kepala burung Garuda nan awalnya terlihat gundul, kemudian dibuat memiliki rambut dan berjambul di sisi belakang kepalanya. Sementara pada kaki, cakar nan mencengkeram pita dibuat mengarah ke depan setelah sebelumnya menghadap belakang.

Penyempurnaan pun berlanjut. Kali ini Sultan Hamid II menambahkan skala ukuran lambang Garuda Pancasila. Selain itu, ditambahkan pula tata rona pada lambang tersebut. Akhirnya, inilah nan menjadi rancangan final lambang Garuda Pancasila nan dipakai hingga kini. Penetapannya dijadikan sebagai lampiran resmi PP. No. 66 Tahun 1951 berdasarkan pasal 2 Jo pasal 6 PP No. 66 Tahun 1951.

Bukti otentik dari sejarah lambang Garuda Pancasila ini masih dapat ditemui. Rancangan lambang negara nan ada disposisi dari Presiden Soekarno di awal Pebruari 1950, dapat ditemui di Keraton Kadriyah Pontianak. Sementara buat rancangan lambang Garuda Pancasila nan sudah ditambahkan skala ukuran dan tata rona bisa dilihat di Yayasan Idayu Jakarta, nan kala itu diserahkan pada H. Masagung pada 18 Kuli 1974.