Gejala ADHD

Gejala ADHD

ADHD ( Attention-Deficit Hyperactivity Disorder ) ialah gangguan perkembangan saraf perilaku. Karakteristik utamanya ialah bermasalah dalam perhatian dan hiperaktivitas. Penderita penyakit ini memiliki masalah dalam hal memperhatikan. Mereka dapat jadi jauh lebih aktif dan/atau lebih spontan dibandingkan orang-orang seusianya. Gangguan ini mempengaruhi masalah-masalah nan signifikan dalam hubungan, belajar, dan konduite para penderitanya.

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) ialah gangguan perkembangan dalam peningkatan aktifitas motorik anak-anak hingga menyebabkan aktifitas anak-anak nan tak lazim dan cenderung berlebihan. Hal ini ditandai dengan berbagai keluhan perasaan gelisah, tak dapat diam, tak dapat duduk dengan tenang, dan selalu meninggalkan keadaan nan tetap seperti sedang duduk, atau sedang berdiri. Beberapa kriteria nan lain sering digunakan ialah suka meletup-letup, aktifitas berlebihan, dan suka membuat keributan.

Gangguan ini banyak ditemukan pada anak-anak maupun orang dewasa. ADHD lebih banyak diderita oleh anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Namun, penderita gangguan ini juga bisa hayati normal dan tumbuh menjadi orang sukses, seperti Michael Phelps, atlet renang pemenang medali emas Olimpiade, nan didiagnosis menderita ADHD saat kanak-kanak.

Gejala nan timbul bisa bervariasi mulai dari nan ringan hingga nan berat, gejala ADHD sudah bisa dilihat sejak usia bayi, gejala nan harus dicermati ialah sensitif terhadap suara dan cahaya, menangis, suka menjerit dan sulit tidur. Waktu tidur nan kurang sehingga bayi seringkali terbangun. Sulit makan ASI dan minum ASI. Tidak bahagia digendong, suka membenturkan kepala dan sering marah berlebihan. Keluhan nan terlihat pada anak nan lebih besar adalah, tampak canggung, sering mengalami kecelakaan, konduite berubah-ubah, gerakan kontinu atau monoton, lebih ribut dibandingkan anak-anak lainnya, kurang konsentrasi, tak dapat diam, mudah marah, nafsu makan buruk, koordinasi mata dan tangan tak baik, suka menyakiti diri sendiri dan gangguan tidur.

Perjalanan penyakit ADHD agak bervariasi. Gejala bisa menetap sampai masa remaja atau kehidupan dewasa, gejala bisa menghilang, tetapi penurunan rentang atensi dan masalah pengendalian impuls mungkin menetap. Overaktivitas biasanya merupakan gejala pertama nan menghilang dan distraktibilitas ialah nan terakhir. Remisi kemungkinan tak terjadi sebelum usia 12 tahun. Jika remisi memang terjadi, biasanya terjadi anatar usia 12 dan 20 tahun. Remisi bisa disertai dengan masa remaja dan kehidupan dewasa nan produktif, interaksi interpersonal nan memuaskan. Masalah nan belum dapat dihilangkan yakni masalah belajar. Gejala ADHD pada 15 sampai 20 persen kasus masih tetap ada menetap samapai dewasa. Gangguan mungkin menunjukan penurunan pada hiperaktivitas tetapi buat impulsivitas masih belum bisa dihilangkan. Namun , buat taraf pekerjaan mereka memiliki taraf nan ama dengan orang nan normal. Anak-anak engan ADHD nan gejalanya menetap sampai masa remaja ialah berada dalam resiko tinggi buat mengalami gangguan kondusif.

Faktor lain nan sedang diselidiki buat mengetahui perannya dalam ADHD ialah eksposur selama kehamilan terhadap logam beracun (seperti timbal, merkuri, dll), zat aditif makanan (MSG, pewarna buatan, dll) dan obat-obatan (alkohol, obat bius, dll).

Sebuah studi baru di Pediatrics telah membuat interaksi antara gambaran organofosfat, pestisida digunakan pada buah-buahan dan tanaman sayuran, dengan ADHD pada anak. Organofosfat membunuh hama pertanian dengan bertindak sebagai neurotoksin pada serangga. Temuan mereka menunjukkan bahwa anak-anak nan terlahir dari ibu nan memakan buah mengandung sisa organofosfat di atas ambang batas memiliki risiko ADHD dua kali lipat dibandingkan dengan anak-anak umumnya.



Gejala

Gejala ADHD dimulai sebelum anak berusia tujuh tahun. Anak penderita ADHD nan kurang dapat memperhatikan akan memiliki 6 atau lebih gejala-gejala berikut:

  1. Kesulitan mengikuti instruksi
  2. Kesulitan mempertahankan perhatian dalam mengerjakan sesuatu atau bermain, baik di sekolah maupun di rumah
  3. Kehilangan barang-barang nan dibutuhkan dalam beraktivitas, baik di sekolah maupun di rumah
  4. Tampak tak mendengarkan
  5. Tidak memperhatikan detail-detail dengan baik
  6. Tampak kacau
  7. Bermasalah dengan tugas-tugas nan membutuhkan perencanaan di awal
  8. Sering lupa
  9. Mudah bimbang


Gejala ADHD

Anak penderita ADHD nan hiperaktif atau spontan paling tak memiliki 6 atau lebih gejala-gejala berikut ini.

  1. Gugup
  2. Berlari dan memanjat di tempat-tempat nan tak seharusnya
  3. Tidak dapat bermain dengan tenang
  4. Menjawab tanpa berpikir
  5. Mengganggu orang lain
  6. Tidak dapat duduk dengan tenang
  7. Terlalu banyak bicara
  8. Selalu pergi
  9. Kesulitan menunggu gilirannya

Anak penderita ADHD menunjukkan gejala-gejala tersebut setidaknya selama 6 bulan.



Penyebab

Anak penderita penyakit ini tak memproduksi kimiawi nan cukup di area-area kunci di otak, nan bertanggung jawab mengorganisasi pikiran. Tanpa memiliki kimiawi nan cukup, pusat organisasi otak tak akan berfungsi dengan baik. Inilah gejala-gejala nan terjadi pada anak nan menderita ADHD. Riset menunjukkan bahwa penyakit ini merupakan masalah genetik sebab lebih banyak diderita oleh anak-anak nan memiliki kerabat dekat nan menderita gangguan ini. Riset baru-baru ini juga menghubungkan rokok dan penyalahgunaan obat selama masa kehamilan dengan ADHD. Terpapar racun lingkungan juga dapat menjadi salah satu faktor penyebabnya.

Ada beberapa faktor nan dipertimbangkan dapat menyebabkan terjadinya ADHD. Di antaranya ialah defisit dari fungsi semisal respon inhibisi, kewaspadaan, dan kerja memori. Berdasarkan hasil studi Twins, diperkirakan 60-94% dari penderita penyakit ini diperoleh dari keturunan. Hal ini dibuktikan melalui studi genome scan nan menemukan bahwa penanda (marker) pada kromosom 4,5,6,8,11,16,17 dan DRD4, merupakan kandidat gen buat ADHD. Sementara faktor non genetik nan dapat menyebabkan ADHD ialah perinatal stres, BBLR, cedera otak, dan merokok selama hamil.

Untuk menegakkan diagnosa penyakit ini seorang klinisi harus mempelajari riwayat pasien, mencari informasi dari sekolah, melakukan wawancara diagnostik, dan membuat rating scales. Adapun kriteria diagnosa nan digunakan bervariasi. Belum ada baku atau kriteria nan sama buat ADHD. Namun nan paling banyak digunakan ialah kriteria Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition (DSM-IV). DSM-IV mendefinisikan 3 subtipe ADHD, yakni kombinasi, predominan inatensi, dan predominan hiperaktif/impulsif. Pengelompokkan ini didasarkan pada pola gejala nan muncul dalam 6 bulan sebelumnya.



Pengobatan

Obat bagi penderita ADHD di antaranya methylphenidate , dextroamphetamine , atomoxetine , serta obat nan menggabungkan antara dextroamphetamine dengan amphetamine . Obat-obat ini bisa meningkatkan perhatian dan konsentrasi serta menurunkan konduite spontan dan hiperaktif. Penggunaan obat-obat ini sebaiknya dikonsultasikan terlebih dulu dengan dokter.

Selain obat-obatan, peranan orang-orang di sekitar penderita penyakit ini juga sangat dibutuhkan. Upaya bersama antara orangtua, guru, dan dokter ialah cara terbaik buat membantu anak penderita ADHD. Anak nan menderita penyakit ini mungkin menyulitkan bagi orangtua. Mereka mungkin memiliki kesulitan memahami petunjuk dan aktivitas kontinu mereka dapat menjadi hal nan menantang bagi orang dewasa. Anak penderita penyakit juga cenderung membutuhkan pola dan asa nan lebih jelas. Mungkin Norma hayati di rumah tangga perlu diubah sedikit buat membantu anak nan menderita ADHD.

Berikut beberapa hal nan bisa dilakukan:

  1. Buatlah jadwal
  2. Buatlah aturan-aturan sederhana di rumah
  3. Pastikan petunjuk bisa dipahami
  4. Berikan penghargaan atas konduite baik
  5. Pastikan anak diawasi sepanjang waktu
  6. Perhatikan ketika anak bersama teman-temannya
  7. Aturlah rutinitas mengerjakan PR
  8. Fokuslah pada usaha, bukan nilai
  9. Bicaralah pada gurunya

Konseling dan terapi juga dapat membantu menangani ADHD. Keluarga bisa berkonsultasi dengan spesialis buat menangani anak penderita ADHD nan berkaitan dengan masalah konduite dan belajarnya.

Penelitian menunjukkan bahwa beberapa pewarna makanan dan pengawet makanan bisa memperburuk konduite hiperaktif pada beberapa anak. Konsultasikan pada pakar gizi mengenai makanan nan sebaiknya dikonsumsi oleh anak penderita ADHD.

Untuk menegakkan diagnosis, diperlukan kombinasi keterangan mengenai riwayat penyakit, inspeksi medis, dan observasi terhadap konduite anak. Keterangan ini sebaiknya diperoleh dari orang tua, guru, dan anak sendiri.

Observasi dapat dilakukan pada saat anak melakukan pekerjaan terstruktur di kelas, atau saat anak sedang bermain bebas bersama anak lain. Walaupun ADHD seharusnya muncul di setiap situasi, gejala mungkin tak jelas bila penderita sedang melakukan aktivitas nan disukainya, sedang mendapat perhatian spesifik atau berada dalam situasi nan memberi penghargaan pada tingkah laku nan normal.