Formalin nan Salah Kaprah

Formalin nan Salah Kaprah

Formalin . Belakangan ini, kata tersebut menjadi kata nan cukup familiar di kalangan masyarakat. Penyebabnya ialah penggunaan zat tersebut nan tak semestinya. Akhir-akhir ini, keberadaan formalin memang cukup menggemparkan. Terlebih jika dikaitkan dengan global kuliner.



Formalin - Benarkah sebagai Zat Pengawet?

Mendapati makanan atau minuman nan mudah busuk atau basi merupakan sebuah tantangan bagi produsen. Oleh sebab itu, selain memberikan batas kadaluarsa, pengusaha menambahkan zat pengawet dalam makanan atau minuman buat menambah keawetannya. Salah satu pengawet nan sering digunakan ialah formalin.

Lalu, apakah zat pengawet nan diberikan dalam makanan atau minuman tersebut kondusif bagi tubuh kita? Benarkah formalin dapat digunakan sebagai zat pengawet?

Bahan pengawet makanan memang terbagi menjadi dua, selain nan alami, ada pula zat pengawet protesis nan biasa ditemui. Contoh bahan pengawet alami ialah lidah buaya dan zat kitosan dari cangkang hewan laut. Sementara itu, pengawet protesis nan biasa dijumpai dan diperbolehkan oleh Permenkes no. 722/1988, di antaranya ialah asam benzoat, kalium benzoat, natrium propionat, nisin, dan natrium nitrit. Lalu, bagaimana dengan formalin?

Bahan-bahan tersebut bisa ditera di zat-zat penyusun makanan atau minuman nan terdapat di dinding kemasan makanan atau minuman tersebut. Walaupun diperbolehkan, konsumsi nan melebihi ambang batas, akan berdampak negatif bagi tubuh dan kesehatan manusia, baik buat pengawet alami maupun buatan. Jadi, sekalipun zat pengawet tersebut mendapat izin, penggunaan pada makanan tetap tak boleh berlebihan. Bagaimana dengan penggunaan formalin itu sendiri?

Disamping pengawet alami maupun protesis nan beredar di sekitar kita, ada pula bahan pengawet berbahaya nan tak diizinkan, namun seringkali ditemukan dalam makanan atau minuman nan dikonsumsi. Di antaranya ialah formalin atau formaldehid.

Lantas, benarkah formalin dapat berperan sebagai pengawet makanan? Jawabannya ialah tidak! Zat tersebut sama sekali tak dianjurkan buat digunakan sebagai bahan pengawet makanan maupun minuman, apapun bentuknya. Alasannya ialah sebab zat tersebut memang bukan diciptakan buat "bersinggungan" dengan makanan.



Formalin nan Salah Kaprah

Bagi Anda nan cukup banyak mengetahui tentang formalin, mendengar formalin dikaitakan dengan global masakan niscaya akan cukup kaget. Kenyataannya, hal itu memang terjadi di masyarakat. Formalin nan sejatinya digunakan sebagai pembasmi hama, dalam hal ini cairan desinfektan, tiba-tiba digunakan dalam pengolahan berbagai makanan.

Fungsi formalin nan sesungguhnya sebagai pembasmi hama hampir sama sekali tak terdengar. Hal nan justru "dianggap" identik dengan formalin ialah fungsinya sebagai zat tambahan makanan nan tentu saja salah kaprah. Keidentikan seperti ini merupakan sebuah masalah nan harus segera diluruskan.

Zat ini sebenarnya tak akan salah kaprah jika digunakan sinkron fungsinya sebagai pembasmi hama. Tetapi menjadi berbeda ketika zat ini justru digunakan sebagai zat pengawet makanan. Dalam hal ini, sama sekali tak ada benang merah nan menghubungkan antara pembasmi hama dan pengawet makanan, bukan? Tentu saja, sebab dua hal tersebut berada dalam "wilayah" nan berbeda.

Bisa Anda bayangkan, zat nan umumnya dan memang diciptakan buat membasmi hama, tiba-tiba harus berada di dalam makanan nan Anda konsumsi. Risiko-risiko menyeramkan niscaya akan mengancam kesehatan Anda.

Risiko kesehatan dapat jadi memang tak langsung dirasakan sesaaat setelah Anda mengonsumsi makanan bercampur formalin tersebut. Bersyukur jika respon tubuh Anda cepat, Anda dapat langsung mual-mual dan masalah kesehatan dapat terdeteksi segera, tetapi bagaimana jika tubuh Anda memiliki sifat "menimbun"? Reaksi nan mengabarkan bahwa ada sesuatu nan tak beres pada tubuh kemungkinan akan terjadi dalam waktu nan lama dan penyakit sudah berpredikat parah. Jika sudah demikian, pengobatan nan harus ditempuh pun menjadi lebih mahal.

Hal ini harus menjadi perhatian lebih bagi Anda nan cenderung lebih banyak makan di luar rumah. Kesibukan pekerjaan serta waktu nan sempit, memungkinkan hal-hal nan sifatnya seperti itu tak terperhatikan. Campuran formalin dalam makanan dapat dengan mudah masuk tanpa Anda sadari.

Masalah seperti ini sebenarnya dapat Anda hindari. Agak konvensional memang, tetapi akan lebih baik jika Anda membawa bekal dari rumah. Minta istri buat menyiapkan bekal. Selain dapat menghemat, bahaya formalin juga tak akan mengancam kesehatan Anda. Si zat nan salah kaprah itu dapat diminimalisir kehadirannya.

Ada beberapa pihak nan dirugikan dalam penggunaan formalin sebagai bahan campuran makanan ini. Pertama ialah tentu saja konsumen, dan nan ke dua ialah pedagang makanan nan tak mencampurkan formalin dalam dagangannya. Ketika ada oknum pedagang nan bertindak dursila dengan mencampurkan formalin ke dalam dagangannya, secara otomatis, gambaran pedangan makanan berubah memburuk. Hal itu tentu saja menjadi masalah baru.



Bahaya Formalin

Formalin atau formaldehid memiliki nama lain (nama kimia) nan bermacam-macam, beberapa nama sinonimnya adalah formic aldehyde, methyl aldehyde , dan methyl oxide . Pada bidang medis, formalin biasanya digunakan buat pengawet jenazah dan pembunuh kuman. Selain itu, formalin merupakan bahan campuran pembuatan pestisida, bahan pembersih lantai, dan pencegah korosi logam.

Kerasnya zat formalin ternyata tak menyurutkan beberapa produsen makanan buat menggunakannya sebagai bahan pengawet. Formalin nan bentuknya cair seringkali digunakan buat pengawetan tahu, daging, ikan, ataupun mie basah. Padahal mereka sebenarnya sudah cukup tahu, bahwa penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan sama sekali tak baik bagi kesehatan dan tentu saja melanggar ketentuan.

Bahan-bahan makanan nan menggunakan formalin sebagai pengawet, biasanya, memiliki tekstur nan lebih higienis dan rona lebih putih, misalnya pada ayam. Tekstur nan lebih liat dan tak mudah pecah pada tahu. Selain itu, bahan makanan tersebut memiliki aroma khas formalin dan mempunyai daya tahan nan lebih lama.

Dari ciri-ciri tersebut, Anda mungkin mulai dapat membedakan mana makanan nan berformalin dan mana nan tidak. Jangan tergiur dengan tampilan nan cantik, sebab kemungkinan besar, makanan tersebut mengandung formalin nan berbahaya. Misalnya saat Anda harus memilih tahu. Tekan-tekan terlebih dahulu permukaan tahu, jika permukaannya sangat kenyal dan tak mudah hancur, tahu tersebut dapat jadi telah terkontaminasi formalin.

Ketika formalin masuk ke sistem pencernaan manusia dan beredar di dalam darah, beberapa imbas negatif akan timbul, baik dalam jangka waktu singkat maupun jangka panjang.

Dalam jangka pendek, bila formalin dikonsumsi bersama makanan atau minuman, akan berakibat terasa terbakarnya mulut, kerongkongan, tenggorokan, dan perut. Perut akan merasa mual dan muntah-muntah.

Dalam jangka waktu nan lebih lama, akan timbul pendarahan, kejang hingga tak sadarkan diri. Sementara akibat jangka panjang dari pengonsumsian makanan nan mengandung formalin, di antaranya ialah kerusakan alat-alat pencernaan, seperti lambung, hati, ginjal, limpa, otak, jantung, dan sistem saraf manusia. Apabila konsumsi dilanjutkan, akan berakibat pada kematian.

Risiko terparah dari konsumsi makanan berformalin dalam jangka waktu nan lama dan jumlah nan banyak benar-benar sangat mengerikan. Sebelum hal ini benar-benar mengancam kesehatan Anda dan keluarga, sangat bijak jika Anda menghindari hal tersebut. Caranya ialah dengan lebih teliti memilih makanan nan akan Anda konsumsi.

Bila Anda merasa mengkonsumsi formalin bersama makanan, segera netralisasi zat tersebut dengan karbon aktif bila tersedia dalam kotak obat Anda di rumah. Namun, bila tak tersedia, segeralah ke rumah sakit terdekat.