Contoh Warta Tak Berimbang - Warta Politik

Contoh Warta Tak Berimbang - Warta Politik

Contoh warta . Global pers memang aneh, kalau mau jujur sebenarnya pers ialah sosok nan hipokrit bin ambigu alias munafik. Mengapa demikian? Sejatinya pers ada di posisi netral tak memihak kepada kepentingan politik, agama maupun golongan tertentu.

Namun pada kenyatannya, ternyata hampir dapat dipastikan pers itu berafiliasi dan tak ada nan 100 % netral. Slogan "good news is bad news" dan "bad news is good news" benar-benar diterapkan dan disesuaikan dengan afiliasinya tersebut.

Banyak contoh warta tidak berimbang nan digadang-gadang atas nama kebebasan pers. Bila para pembaca tak kritis dan tak cerdas dalam mencerna berita, pasti akan termakan oleh pemberitaannya. Di antara contoh berita tidak berimbang nan hampir setiap hari diperlihatkan kepada kita, inilah beberapa contoh warta nan tak berimbang:



Contoh Warta Tak Berimbang - FPI Lawan Oknum Dayak Non Muslim

Contoh warta pertama. Persoalannya sebenarnya sangat sederhana, beberapa pengurus Front Pembela Islam (FPI) pusat akan menghadiri seremoni Maulid Nabi Muhammad sekalian buat melantik pengurus FPI di Palangkaraya Kalimantan Tengah. Tak ada nan salah dengan seremoni maulid tersebut, pun demikian pula dengan pelantikan pengurus, toh keberadaan Front Pembela Islam sebagai ormas itu absah dan sah sebab memiliki badan hukum nan kuat dan sah.

Namun ternyata, beberapa oknum dayak (non muslim) telah bersiaga sebelumnya, dengan menggunakan berbagai senjata tajam seperti Mandau, tombak, pedang dan panah nan sebenarnya dilarang dan melanggar hukum, mereka pawai keliling kota menuju Bandara Tjilik Riwut mau mencekal kedatangan Habib Riziq pemimpin paling tinggi Front Pembela Islam. Tak cukup itu, mereka juga menolak kehadiran FPI di Kalimantan Barat serta menuntut pembubaran FPI. Padahal 70 % warga dayak ialah muslim.

Sampai di sini sebenarnya sudah jelas dan terang benderang siapa nan salah dan siapa nan sahih dalam kasus ini. Namun anehnya, pemberitaan media menjadi 180 derajat dari fakta nan sebenarnya. Sebagian besar media, baik nan cetak maupun online menyajikan pemberitaan nan mengarahkan pembacanya bahwa FPI ialah biang keroknya. Media masa tersebut banyak menyajikan contoh warta nan tak sama antara badan warta dengan judul.

Contoh warta pertama datang dari Kompas.com, sebuah portal warta papan atas menurunkan warta dengan mengutip pernyataan Din Syamsudin dengan judul “Din Syamsudin: Tolak Ormas Anarkis” (12 Februari pukul 12.40 WIB). Padahal isi beritanya hanyalah pernyataan Din Syamsudin Ketua Generik PP Muhammadiyah nan menolak segala bentuk kekerasan, tanpa menyebut satu kata pun tentang FPI dan tak ada pula disinggung tentang “Tolak Ormas Anarkis.”

Contoh warta tidak imbang seperti ini diikuti oleh Vivanews.com, media online ini ini menurunkan nan cukup bombastis dengan judul “Usir FPI sebab Warga Dayak Trauma Konflik” (14 Februari pukul 00:02 WIB). Padahal menurut warta ini warga Dayak non Muslim tak menolak Islam, tapi menolak radikalisme.

Contoh warta berikutnya ialah “Warga Dayak Tolak FPI”. itulah judul nan diturunkan oleh portal warta Antara.com pada 11 Februari pukul 15:54 WIB, padahal isinya ialah pernyataan Din Syamsudin bahwa tak ada agama di Indonesia nan menolak keberagaman.

Dari beberapa contoh warta nan diplintir ini tidak mengherankan bila banyak orang-orang nan mendadak pintar dengan memberikan komentar nan diposting di berbagai blog, website , group milis, maupun social network .

Namun, sebab komentar-komentar tersebut merupakan hasil dari pemberitaan nan tidak seimbang tadi, maka isinya pun tidak jauh dari kecaman, hasutan hingga cacian dengan bahasa nan kasar. Tak hanya masyarakat awam, sejumlah penjabat, tokoh, seniman hingga presidenpun ikut-ikutan berkomentar dengan nada nan sama. “FPI harus introspeksi”, begitulah kurang lebih ucapan presiden SBY.

Padahal sebenarnya nan lebih pantas buat berintrospeksi ialah media. Sebab sebab pemberitaan nan tendensius dan kerap kali diplintir seperti contoh warta di atas itulah nan membuat banyak orang termakan oleh opini nan dikembangkan.



Contoh Warta Tak Berimbang - Warta Politik

Contoh warta kedua. Hampir semua media selalu sinis terhadap isu-isu politik nan sedang hangat di masyarakat. Banyak contoh berita nan dipublikasikan oleh media bahwa seakan-akan anjung politik itu kotor, semua orang nan terlibat di dalamnya hanyalah sekumpulan sampah dan tikus.

Opini nan berkembang ialah politik identik dengan koruptor. Pemberitaan seperti ini membuat orang menjadi antipati dengan semua politikus, karena seakan-akan semua politikus tidak ada nan baik.

Demikian pula dengan partai politik, tidak ada apresiasi media terhadap partai politik. Apa nan sahih dilakukan oleh partai politik saja dikatakan salah, apalagi bila memang melakukan kesalahan? Niscaya langsung jadi bulan-bulanan.

Contoh warta seperti ini banyak kita jumpai. Padahal bila media massa jernih dalam melakukan pengamatan, masih ada beberapa orang politikus nan lurus, sederhana, tidak pernah berurusan dengan pelanggaran hukum apalagi melakukan tindakan korupsi. Demikian pula dengan partai politik.

Tak semua kebijakan dan tindakan nan dilakukan partai politik itu salah, karena dari beberapa kali kedap sempurna DPR terkadang ada keputusan-keputusan dan sikap pro rakyat nan dilakukan oleh segelintir partai politik, seperti pada kasus Bank Century dan kenaikan BBM misalnya. Kedua kasus tersebut sebenarnya sangat jelas disparitas sikap nan diambil oleh anggota DPR secara pribadi maupun partai politik nan menjadi kendarannya.

Anda niscaya masih ingat pada saat kedap sempurna DPR tentang kasus Bank Century nan berujung voting antara opsi “A” dan opsi “C”. Opsi A menyatakan bahwa Bail-out Bank Century senilai Rp 6,7 trilyun tak bermasalah, sedangkan opsi C menyatakan kebijakan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penyertaan kapital sementara (PMS) buat menyelamatkan Bank Century itu bermasalah.

Pemilih opsi C sebanyak 325 suara, mereka berasal dari Fraksi PKS, Golkar, Gerindra, PDIP, dan Hanura. Sementara pemilih opsi A ialah 212 suara nan terdiri dari anggota fraksi Demokrat, PPP, PAN dan PKB kecuali lily Wahid dan Effendi Choirie. Sedangkan dari fraksi PPP, Kurdi Moekri beserta teman-temannya membangkang keputusan partai, mereka menolak Bail Out . Sehingga 32 suara nan berasal dari PPP membelot dan mendukung opsi C.

Namun, apa nan terjadi keesokan harinya? Hampir semua media massa menurunkan warta nan menyindir kesolidan partai-partai koalisi nan dipimpin oleh Demokrat. Harian Kompas menurunkan headlines “Koalisi Kutu Kupret”, begitu juga dengan harian lainnya nan menurunkan contoh warta senada. Tak ada apresiasi sama sekali, baik nan ditujukan kepada individu maupun kepada forum kepartaian.

Padahal bila dipikir, seandainya seluruh suara anggota DPR tersebut mendukung opsi A nan menyatakan kebijakan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penyertaan kapital sementara (PMS) buat menyelamatkan Bank Century itu tak bermasalah, maka keesokan harinya niscaya media massa akan beramai-ramai “menghukum” para anggota DPR tersebut sebab pilihan politiknya nan dianggap tak membela keadilan dan kejujuran.

Contoh warta di atas, sekali lagi membuktikan bahwa media massa tidak selalu jujur, dan berimbang dalam menyajikan warta nan akan dikonsumsi oleh masyarakat.

Kasus nan hampir sama juga terjadi pada saat anggota DPR melakukan sidang sempurna nan membahas kenaikan harga BBM. Pada saat terjadi voting antara dua pilihan, yaitu opsi nan mendukung/menunda sementara kenaikan harga BBM dan opsi nan menolak kenaikan harga BBM.

Pada saat hasil voting dibacakan dan ternyata opsi nan memilih menolak kenaikan harga BM kalah suara dikarenakan aksi walk out sejumlah partai, namun tetap saja keesokan harinya tidak ada apresiasi terhadap partai politik nan menolak kenaikan harga BBM ini. Yang ada hanya contoh warta nan menyudutkan salah satu parpol nan dituding “berkaki dua” dan hanya ingin cari muka saja.

Dari kedua contoh berita ini hendaknya kita dapat belajar lagi agar lebih menghargai orang apa adanya dengan tulus tanpa adanya syak wasangka.