Tata Cara Adat Pernikahan Sunda

Tata Cara Adat Pernikahan Sunda

Orang Indonesia jika menikah niscaya tak pernah meninggalkan adatnya. Kalau tak mengikuti adat dari pengantin pria, niscaya ikut adat pengantin wanita. Termasuk adat pernikahan Sunda .

Dalam adat pernikahan Sunda hampir sama dengan adat pernikahan daerah lainnya. Dimulai dengan meminta izin kedua orangtua melalui pengajian. Dilanjutkan dengan siraman lalu prosesi pernikahan.

Hanya saja setiap daerah bhineka dalam mengartikannya. Inti dari pernikahan itu sejatinya sama yaitu ingin mendapat restu dari orangtua dan masyarakat luas.



Adat Pernikahan Sunda Sebelum Menikah

Adat pernikahan Sunda dimulai dengan istilah nendeun among , yaitu bertamunya calon pengantin pria kerumah calon pengantin wanita buat meminta izin. Lalu dilanjutkan dengan prosesi lamaran ( narosan / ngalamar / nyeureuhan ). Pengantin pria membawa lamreun (lamaran) dan beberapa barang keperluan wanita seperti seperangkat baju wanita dan uang.

Setelah itu dilakukan seserahan ( nyandakeun ) biasanya diadakan 3-7 hari sebelum menikah yaitu penyerahan calon pengantin laki-laki kepada calon pengantin wanita. Adapun upacara nan dilakukan sehari sebelum akad nikah dinamakan ngecegkeun aisan . Prosesi ini dilakukan buat simbol lepasnya tanggung jawab orangtua kepada anaknya.

Setelah ngecegkeun aisan dilakukan, adat pernikahan Sunda dilanjutkan dengan upacara ngaras yaitu membasuh kedua telapak orangtua sebagai simbol berbaktinya anak kepada orangtua.

Pada pengantin perempuan, dilanjutkan dengan prosesi adat siraman nan dicampur dengan air kembang tujuh rupa sebagai simbol, bahwa menuju gerbang pernikahan haruslah suci. Karena itu harus diawali dengan tubuh dan niat nan kudus juga.

Setelah prosesi siraman, pengantin wanita haruslah mengikuti adat ngerik , yaitu mengerik semua bulu-bulu dan menghilangkannya di sekitar paras agar riasannya menjadi lebih baik lagi.



Adat Pernikahan Sesudah Menikah

Setelah mengikuti berbagai macam prosesi sebelum menikah, maka tibalah prosesi adat menuju pernikahan.

Calon pengantin pria dibawa menuju kediaman calon pengantin wanita nan diawali dengan pembukaan. Lalu penyerahan calon pengantin pria pada calon pengantin wanita. Dilanjutkan dengan akad nikah nan dicatat oleh KUA, menyerahkan mas kawin, lalu minta ampun pada kedua orangtua atau sungkeman.

Adat nan mereka lakukan tak hanya selesai setelah ijab-qabul dilontarkan masih ada lagi upacara adat nan harus mereka lakukan. Diantaranya ialah sawer pengantin nan dalam bahasa sunda disebut dengan panyaweran dengan maksud agar rumah tangga mendapat kemudahan.

Berikutnya dilanjutkan dengan nincak endog /injak telur nan artinya gadis nan dinikahi masih gadis atau perawan.

Setelah itu meuleum haruput (membakar lidi) sebagai simbol agar jangan mudah bertengkar dan sabar dalam memecahkan persoalan, buka pintu sebagai simbol diterimanya suami dalam kehidupan istri.

Lalu ada lagi huap lingkung nan merupakan prosesi ditemukannya pengantin pria dan wanita dalam satu kamar. Teakhir ialah melepaskan sepasang burung merpati sebagai simbol kedua pengantin akan mengarungi kehidupan nan baru.

Kini upacara adat pernikahan Sunda mulai disederhanakan, melihat prosesinya nan begitu panjang dan melelahkan.

Bahkan menurut sebagian ulama, adat Sunda terlalu mubazir sebab ada prosesi injak telur nan diibaratkan sangat tak menghargai kreasi Yang Maha Kuasa. Adat tetap saja adat, bagaimanapun bangsa ini tetap harus melestarikan adat nan ada.



Tata Cara Adat Pernikahan Sunda

Pernikahan memang satu upacara sakral nan diharapkan sekali seumur hidup. Bentuk pernikahan banyak sekali bentuknya dari nan paling simple, dan nan ribet sebab menggunakan upacara adat. Seperti pernikahan adat Sunda ini, kekayaan budaya tatar Sunda dapat dilihat juga lewat upacara pernikahan adatnya nan diwarnai dengan humor tapi tak menghilangkan perbedaan makna sakral dan khidmat.



1. Nendeun Omongan

Tahap ini ialah pembicaraan orang tua kedua pihak mempelai atau siapapun nan dipercaya jadi utusan pihak pria nan punya planning mempersunting seorang gadis sunda. Orang tua atau sang utusan datang bersilaturahmi dan menyimpan pesan bahwa kelak sang gadis akan dilamar.

Sebelumnya memang orang tua masing-masing sudah membuat kesepakatan buat menjodohkan atau laki-laki dan perempuannya sudah sepakat buat ‘mengikat janji’ dalam suatu ikatan pernikahan, maka selanjutnya orang tua pria datang sendiri atau menyuruh orang ke rumah sang gadis buat menyampaikan niat.

Intinya, neundeun omong(titip ucap, menaruh perkataan atau menyimpan janji) yang menginginkan sang gadis agar menjadi menantunya. Dalam hal ini, orang tua atau utusan memerlukan kepandaian berbicara dan berbahasa, penuh keramahan.



2. Lamaran

Tahap melamar atau meminang ini sebagai tindak lanjut dari termin pertama. Proses ini dilakukan orang tua calon pengantin keluarga sunda dan keluarga dekat. Hampir mirip dengan nan pertama, bedanya dalam lamaran, orang tua laki-laki biasanya mendatangi calon besannya dengan membawa makanan atau bingkisan seadanya.

Membawa lamareun sebagai simbol pengikat (pameungkeut), dapat berupa uang, seperangkat pakaian, semacam cincin pertunangan, sirih pinang komplit dan lainnya, sebagai tali pengikat kepada calon pengantin perempuannya. Selanjutnya, kedua pihak mulai membicarakan waktu dan hari nan baik buat melangsungkan pernikahan.



3. Tunangan

Tahap ini ialah prosesi ‘patuker beubeur tameuh’, yaitu dilakukan penyerahan ikat pinggang rona pelangi atau polos kepada si gadis.



4. Seserahan

3 – 7 hari sebelum pernikahan dilakukan seserahan. Calon pengantin pria membawa uang, pakaian, perabot rumah tangga, perabot dapur, makanan, dan lain-lain.



5. Ngeuyeuk Seureuh

Jika ngeuyeuk seureuh tak dilakukan, maka seserahan dilaksanakan sesaat sebelum akad nikah. Termin ini dilakukan sebagai berikut:

  1. Nini Pangeuyeuk memberikan 7 helai benang kanteh sepanjang 2 jengkal kepada kedua calon mempelai. Sambil duduk menghadap dan memegang ujung-ujung benang, kedua mempelai meminta izin buat menikah kepada orangtua mereka.
  2. Pangeuyeuk membawakan Kidung berisi permohonan dan doa kepada Tuhan sambil nyawer (menaburkan beras sedikit-sedikit) kepada calon mempelai, simbol asa hayati sejahtera bagi sang mempelai.
  3. Calon mempelai dikeprak (dipukul pelan-pelan) dengan sapu lidi, diiringi nasihat buat saling memupuk kasih sayang.
  4. Kain putih epilog pangeuyeukan dibuka, melambangkan rumah tangga nan higienis dan tidak ternoda. Menggotong dua perangkat baju di atas kain pelekat; melambangkan kerjasama pasangan calon suami istri dalam mengelola rumah tangga.
  5. Calon pengantin pria membelah mayang jambe dan buah pinang. Mayang jambe melambangkan hati dan perasaan wanita nan halus, buah pinang melambangkan suami istri saling mengasihi dan bisa menyesuaikan diri. Selanjutnya calon pengantin pria menumbuk alu ke dalam lumping nan dipegang oleh calon pengantin wanita.
  6. Membuat lungkun, yakni berupa dua lembar sirih bertangkai berhadapan digulung menjadi satu memanjang, lalu diikat benang. Kedua orangtua dan tamu melakukan hal nan sama, melambangkan jika ada rezeki berlebih harus dibagikan.
  7. Diaba-abai oleh pangeuyeuk, kedua calon pengantin dan tamu berebut uang nan berada di bawah tikar sambil disawer. Melambangkan berlomba mencari rezeki dan disayang keluarga.
  8. Kedua calon pengantin dan sesepuh membuang bekas ngeuyeuk seureuh ke perempatan jalan, simbolisasi membuang nan jelek dan mengharap kebahagiaan dalam menempuh hayati baru.
  9. Menyalakan tujuh buah pelita, sebuah kosmologi Sunda akan jumlah hari nan diterangi matahari dan asa akan kejujuran dalam mebina kehidupan rumah tangga.


6.Membuat Lungkun

Dua lembar sirih bertangkai saling dihadapkan. Digulung menjadi satu memanjang. Diikat dengan benang kanteh. Diikuti kedua orang tua dan para tamu nan hadir. Maknanya, agar kelak rejeki nan diperoleh bila hiperbola bisa dibagikan kepada saudara dan handai taulan.



7. Saweran

Merupakan upacara memberi nasihat kepada kedua mempelai nan dilaksanakan setelah acara akad nikah. Melambangkan Mempelai beserta keluarga berbagi rejeki dan kebahagiaan.

Kata sawer berasal dari kata panyaweran, nan dalam bahasa Sunda berarti loka jatuhnya air dari atap rumah atau ujung genting bagian bawah. Mungkin kata sawer ini diambil dari loka berlangsungnya upacara adat tersebut yaitu panyaweran.

Berlangsung di panyaweran (di teras atau halaman). Kedua orang tua menyawer mempelai dengan diiringi kidung. Untuk menyawer, menggunakan bokor nan diisi uang logam, beras, irisan kunyit tipis, permen.

Kedua Mempelai duduk berdampingan dengan dinaungi payung, seiring kidung selesai di lantunkan, isi bokor di tabur, hadirin nan menyaksikan berebut memunguti uang receh dan permen.

Bahan-bahan nan diperlukan dan digunakan dalam upacara sawer ini tidaklah lepas dari simbol dan maksud nan hendak disampaikan kepada pengantin baru ini, seperti :

  1. Beras nan mengandung simbol kemakmuran. Maksudnya mudah-mudah setelah berumah tangga pengantin dapat hayati makmur
  2. Uang recehan mengandung simbol kemakmuran maksudnya apabila kita mendapatkan kemakmuran kita harus ikhlas berbagi dengan Fakir dan yatim
  3. Kembang gula, artinya mudah-mudah dalam melaksanakan rumah tangga mendapatkan manisnya hayati berumah tangga.
  4. kunyit, sebagai simbol kejayaan mudah-mudahan dalam hayati berumah tangga dapat meraih kejayaan.


8. Membakar Harupat

Mempelai pria memegang batang harupat,pengantin wanita membakar dengan lilin sampai menyala. Harupat nan sudah menyala kemudian di masukan ke dalam kendi nan di pegang mempelai wanita, diangkat kembali dan dipatahkan lalu di buang jauh-jauh.

Melambangkan nasihat kepada kedua mempelai buat senantiasa bersama dalam memecahkan persoalan dalam rumah tangga. Fungsi istri dengan memegang kendi berisi air ialah buat mendinginkan setiap persoalan nan membuat pikiran dan hati suami tak nyaman.