Perkembangan Zaman Modern

Perkembangan Zaman Modern

Tulisan ialah penyambung komunikasi selain bahasa. Melalui tulisan, kita dapat menyampaikan sesuatu kepada khalayak ramai. Bila bukan dengan bahasa, maka tulisan ialah penyambung lidah nan paling tepat dalam menjalin komunikasi meskipun terpaut jeda ribuan kilometer sekalipun.

Tiap-tiap daerah memiliki aksara sendiri-sendiri buat merangkai kata demi kata menjadi sebuah tulisan nan utuh, bisa dibaca, dan memiliki makna. Di Indonesia sendiri ada nan disebut tulisan Arab Melayu atau dikenal juga dengan tulisan Arab Jawi.

Ya, tulisan tersebut merupakan teknik penulisan menggunakan aksara atau abjad Arab namun dari segi pelafalan merupakan lafal Melayu, sinkron dengan karakteristik khas bangsa Indonesia nan sebagian besar berumpun Melayu. Tulisan berangkai huruf-huruf Arab ini punya sejarah tersendiri dalam keberadaannya di Indonesia.

Yuk, kita baca sejarah singkat dari masa ke masa perkembangan tulisan berabjad Arab dan berlafal Melayu ini.



Awal Keberadaan Tulisan Arab Jawi

Tulisan Arab Jawi atau rangkaian huruf Arab berlafal Melayu ini telah lama ada dalam khasanah kebudayaan melayu. Keberadaannya diperkirakan sekitar abad ke-10 Masehi dan masih terus digunakan hingga sekarang ini. Sinkron namanya, tulisan ini diadaptasi dari tulisan Arab.

Tulisan inilah nan menjadi tonggak dalam pembangunan kebudayaan Melayu. Melalui tulisan Arab Jawi inilah pada akhirnya bahasa Melayu berkembang menjadi bahasa Indonesia. Sejak ikrar sumpah pemuda, maka bangsa ini mulai menggunakan bahasa Indonesia.

Keberadaan tulisan Arab Jawi di Nusantara tak terlepas dari sejarah penyebaran Islam ke daerah-daerah Melayu. Masa itu dimulai sejak awal abad ke-13 M sampai penghujung abad ke-15 M. Masa itulah kemudian dikenal dengan masa peralihan, yaitu masa peralihan dari peradaban Hindu ke peradaban Islam.

Dengan masuknya peradaban Islam ke Nusantara, orang Melayu mulai mengenal tradisi tulis-menulis. Padahal sebelumnya, bangsa Indonesia lebih banyak nan buta huruf dan hanya memiliki tradisi lisan. Sejak masuknya peradaban Islam, mulailah aksara Jawi diperkenalkan dan digunakan di wilayah Sumatera dan Semenanjung Malaya.



Perkembangan Abad Pertengahan

Perkembangan tulisan Arab Jawi selanjutnya memasuki abad pertengahan. Kontemporer tulisan Arab Jawi menjadi tulisan resmi bagi raja-raja keturunan Melayu nan berada di daerah Nusantara.

Contohnya, Sultan pertama Sulu (Paduka Mahasari Maulana al-Sultan Sharif ul-Hashim) nan memerintah tahun 1450–1480 ialah sultan nan berasal dari Sumatera. Sultan ini menikah dengan putri Rajah Baguinda nan berasal dari Minangkabau ('Menangkabaw' dalam istilah di Mindanao). Dalam acara pelamarannya Paduka Mahasari Maulana al-Sultan Sharif ul-Hashim membuat lamaran dengan aksara Arab Jawi buat disampaikan kepada Rajah Baguinda.

Perkembangan tulisan Arab Jawi di abad pertengahan juga memiliki bukti peninggalan sejarah seperti, Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Melayu, Hikayat Aceh, Hikayat Hasanuddin, Babat Tanah Jawi, Babad Cirebon, Babat Banten, Carita Purwaka Caruban Nagari.

Di Nusa Tenggara ditemukan Syair Kerajaan Bima, Bo’Sangaji Kai Catatan Kerajaan Bima , dari Maluku ada Hikayat Hitu, di Sulawesi ada Hikayat Goa, Hikayat Wajo, dan lainnya, sedangkan di Aceh pada abad 16–17 terdapat bukti naskah-naskah keislaman nan ditulis oleh Sultan Iskandar Tsani dan Syeikh Abdul Rauf Al Singkli. Holistik bukti sejarah tersebut selalu bertuliskan aksara Arab Jawi dan sebagian naskah-naskah keagamaan nan ditemukan, merupakan kitab nan langsung dibawa dari Arab. Sebagian lainnya disalin ulang dengan ketelitian nan tinggi.

Bukti historis lainnya nan menunjukkan dengan niscaya bahwa adanya tulisan Jawi dalam kebudayaan Melayu lama bisa dilihat pada bahan-bahan bertulis seperti: batu bersurat, bahan-bahan nan dibuat dari logam, majalah-majalah tempo dulu, batu nisan, kulit, tembikar, alat senjata, batu lontar, dan sejenisnya, ukiran-ukiran pada masjid, rumah, dan istana, azimat, rajah atau penangkal.



Perkembangan Zaman Modern

Aksara Arab Jawi pada zaman modern masih tetap digunakan meskipun tak terlalu sering didengar. Penyebutannya lebih banyak dengan kata Arab Melayu atau masyarakat sekarang lebih suka menyingkatnya dengan Armel.

Pada masa modern seperti sekarang ini, lambat laun tulisan ini makin dilupakan atau ditinggalkan. Masalahnya bukan terletak dari klasiknya tulisan ini, melainkan kebijakan pemerintah nan lebih memilih menggencarkan penggunaan bahasa Indonesia nan baik dan benar.

Salah satu kebijakan nyata pemerintah Indonesia nan terjadi di tahun 70-an hingga 80-an. Saat itu pemerintah Indonesia gencar-gencarnya menggalakkan program penuntasan buta aksara. Dari alasan ingin menumpaskan buta huruf, seluruh rakyat Indonesia diajarkan membaca latin. Mirisnya jika saja ada nan tak dapat membaca tulisan latin, maka mereka dicap sebagai buta aksara, meskipun di lain sisi ia mampu dan fasih menulis dan membaca Arab Melayu.

Padahal, di negara-negara tetangga dengan berumpun Melayu seperti Maysia dan Brunei Darussalam, masih membudayakan Armel. Dua negara tersebut menjadikan Armel sebagi mata pelajaran wajib bagi siswa-siswa di bangku pendidikan. Mata pelajaran Armel nan mereka terapkan mengajarkan penulisan dan tata cara membaca Armel dengan tepat. Itu sebabnya keberadaan Armel di Malaysia dan Brunei Darusalam masih mengakar kuat di dalam kehidupan masyarakatnya.

Begitu pula di beberapa negara lainnya nan menerapkan studi Armel dalam mata kuliah di universitas-universitas ternama. Sebutlah seperti Tokyo University of Foreign Studies di Jepang, Cornell University di Amerika Serikat, Hankook University of Foreign Studies Korea di Korea, University of Hamburg di Jerman, University of Leiden di Belanda, University of London di Inggris, hingga University of Leningrad di Rusia. Bahkan beberapa surat keterangan Armel begitu banyak diabadikan di negara Inggris. Mereka mengabadikannya di perpustakaan Bodleian Oxford, British Museum, British Library, dan perpustakaan University of London. Luar Biasa!

Sedangkan di Indonesia hanya beberapa daerah saja nan masih berusaha melestarikan penggunaan Armel. Sedangkan di beberapa daerah lainnya nyaris tak pernah didengar atau ditemukan lagi tulisan Armel ini. Kalaupun ada, paling sebatas penggunan di pondok-pondok pesantren. Itu pun seiring perubahan kurikulum dan pola pedagogi nan semakin berbeda-beda, penggunaan Armel dikalahkan dengan tulisan Arab Gondola tahu kitab kuning .



Khasanah Budaya Riau

Daerah di Indonesia nan masih membudayakan Armel ialah Riau nan pusat pemerintahannya berada di Pekanbaru. Di seluruh bagian daerah Riau, terutama di Pekanbaru masih ditemukan tulisan Armel itu sendiri.

Di Riau, pelajaran Armel masih diperkenalkan pada peserta didik di sekolah-sekolah. Hanya saja, mata pelajaran Armel tak dijadikan mata pelajaran utama, melainkan mata pelajaran dalam muatan lokal nan tetap wajib diikuti oleh seluruh peserta didik tanpa memandang agama nan dianutnya.

Selain itu, Riau juga salah satu loka nan sarat akan kebudayaan Melayu berdesain aksara Armel di mana-mana. Contohnya, setiap papan nama jalan nan ada di seluruh ruas jalan di Riau selalu ditulis dengan tulisan Armel.

Namun buat mempermudah mereka nan tak fasih membaca Armel, disertakan pula tulisan latinnya. Perkembangan Armel di Riau tak terlepas dari peranan pemerintahnya nan ingin menjadi Riau sebagai pusat kebudayaan Melayu di Asia Tenggara.

Dengan demikian, semoga saja Armel tak punah dan masih dapat diperkenalkan pada generasi penerus nan akan datang.[]