Masalah Anak Sekolah Menengah
Kehidupan anak sekolahan ialah kehidupan warna-warni nan tidak hanya identik dengan lingkungan pendidikan, namun ternyata juga memiliki berbagai macam bentuk permasalahan sosial lain nan cukup kompleks. Mereka dapat mengalami banyak hal nan terkadang tidak terpikirkan sebelumnya. Dapat jadi kata-kata gurunya nan dimaksudkan hanya bercanda tetapi ditanggapi dengan serius oleh seorang anak sehingga ia merasa tertekan. Perasaan itu bahkan dapat membuat anak depresi kalau tak segera ditangani. Kasus bunuh diri seorang siswa cukup menjadi bukti betapa ada anak didik nan tak sanggup dengan tekanan nan didapatnya di sekolah.
Masa Sulit
Banyak anak sekolahan nan gagal menjalani masa-masa sekolah hanya sebab tak sanggup menghadapi berbagai gesekan persoalan hidup. Tekanan itu dapat saja berasal dari rumah atau malah dari sekolah itu sendiri. Tekanan dari rumah biasanya didapatkan dari interaksi orangtua dan anak nan kurang serasi dan interaksi antaranggota keluarga lainnya nan saling memojokan dan tak saling mendukung. Rumah bagaikan neraka nan membuat hati dan perasaan mereka semakin tak karuan dan bahkan dapat mengganggu pencapaian mereka di sekolah.
Sedangkan permasalahan di sekolah selain masalah nan berkaitan dengan pelajaran, juga tentang interaksi anak dengan guru dan teman-temannya. Interaksi dengan teman-teman ini dapat menjadi sangat serius kalau ternyata ada tekanan teman sebaya. Tekanan tersebut dapat membuat anak tak mau masuk sekolah dan takut dengan sekolah. Bila telah terjadi demikian, akhirnya ada anak nan pindah sekolah. Kehidupan sekolah menjadi bagian nan sangat menyedihkan. Betapa tak menyenangkannya mendapati kalau sekolah itu hanya seperti buaya nan siap menerkam kehidupan secara keseluruhan.
Mengetahui keadaan ini, ada orangtua nan tak mengirimkan anak-anaknya ke sekolah. Mereka membuat anaknya menjalani program Home Schooling. Dengan program ini, orangtua berusaha memberika nan terbaik kepada anaknya sinkron dengan kemampuan sang anak. Walaupun orangtua harus berjuang mati-matian demi pendidikan anak-anaknya, mereka tetap tabah dan sangat berpegang teguh dengan komitmennya. Adanya permasalahan Ujian Nasional nan membuat anak-anak merasa tertekan secara psikologis juga menjadi salah satu hal nan dijadikan pertimbangan tetap menjalankan program Home Schooling.
Namun demikian, banyak orang mengatakan bahwa masa-masa di sekolah ialah masa nan paling latif dibandingkan saat menjadi mahasiswa. Pada saat menjadi siswa di sekolah itu suasana nan paling kental ialah suasana kebersamaan, kekeluargaan dan persahabatan nan cukup erat. Mereka membuat geng dan kelompok nan menambah estetika masa remaja. Jatuh cinta juga menjadi salah satu hal nan memperindah masa remaja itu.
Selain itu, kenakalan remaja menjadi sangat kental termasuk tawuran nan menghiasi sejarah kehidupan remaja itu. Mereka menjadi begitu sangat sulit diarahkan sebab mereka merasa sangat gagah, sangat pemberani, dan tak takut menghadapi masa depan nan tidak menentu kalau mereka tak mempunyai ilmu. Menjadi pembangkang seakan menjadi satu karakteristik nan begitu jelas bagi sebagian remaja dengan taraf emosi nan tidak terkendali.
Masa-Masa Latif
Banyak orang berpikir bahwa masa-masa ini ialah masa nan sangat latif dalam alur kehidupan mereka. Suasana ini akan hilang begitu saja saat seorang anak memasuki jenjang pendidikan di perguruan tinggi. Di jenjang perguruan tinggi, lingkungan nan dihadapi ialah lingkungan nan mandiri. Tak dapat lagi bermanja-manja seperti saat masa-masa sekolah. Mahasiswa harus menjadi sosok nan berdikari dalam berusaha menghadapi lingkungan perkuliahan. Kemandirian itu terkadang membuat mahasiswa menjadi karakter nan baru dan sangat berbeda dengan ketika ia masih berada di sekolah menengah.
Perubahan karakter ini seolah menjadi satu tuntutan sebab ia mungkin ingin membuktikan bahwa dia dapat berubah. Ketika ia berjumpa dengan teman-teman SMA atau SMP-nya, teman-temannya akan merasakan perubahan itu. Ia pun sebenarnya tahu bahwa ia berubah dan perubahan itu sekan terjadi begitu saja seiring dengan alur kehidupannya nan berubah. Orangtua pun merasakan perubahan pada anak-anaknya ketika memasuki global Perguruan Tinggi.
Meskipun identik dengan masa-masa bahagia, anak sekolah menengah itu biasanya memiliki beberapa macam permasalahan kompleks. Usia anak sekolah merupakan usia remaja nan cenderung cukup rentan dengan berbagai bentuk persoalan kenakalan remaja di tengah masyarakat. Para remaja ini perlu mendapatkan perhatian baik dari lingkungan keluarga maupun para pendidik formal. Pemahaman psikologi seorang remaja oleh para tenaga pendidik dan orangtua krusial dilakukan. Hal ini agar para orang tua dan tenaga pendidik bisa membantu perkembangan seorang remaja dengan cara-cara nan tepat.
Mereka tak dapat lagi ditekan dengan cara dimarahi dan disuruh buat melakukan banyak hal. Mereka lebih bahagia diajak buat berkompromi. Kalau diberi tekanan, anak-anak nan baru merasakan bahwa dirinya semakin besar itu niscaya akan memberontak. Pemberontakan mereka terkadang cukup mengerikan. Ketika mereka sudah nekad, mereka dapat melakukan sesuatu nan bahkan dapat mengancam nyawanya. Mereka akan kebut-kebutan, minum minuman keras, dan menyalahgunakan obat.
Semua itu mereka lakukan buat meminta perhatian dari orangtua ataupun orang nan mereka sayangi. Bahkan putus cinta pun dapat membuat anak remaja itu melakukan percobaan bunuh diri. Betapa tak mudahnya menghadapi anak-anak remaja ini. Dibutuhkan hati nan sangat lapang dan pemikiran nan sangat matang sebelum mengambil tindakan terhadap anak-anak remaja itu. Bila mereka dikekang, mereka akan semakin sulit buat dikendalikan. Kompromi dan berdialog ialah jalan keluar nan terbaik. Pengarahan juga tak dapat dilakukan dengan cara nan tak bersahabat. Anak-anak itu telah merasa bahwa mereka mempunyai global nan berbeda dengan global orangtua.
Masalah Anak Sekolah Menengah
Berbagai bentuk permasalahan nan biasanya dialami oleh anak sekolahan ialah sebagai berikut;
Prestasi dan Masalah Belajar
Banyak anak-anak stres dengan prestasi belajar nan buruk. Terlebih jika para orangtua tak memberi motivasi positif, sebaliknya justru malah memberi ancaman sanksi jika prestasi si anak menurun. Orangtua perlu membangun kepercayaan diri anak-anaknya buat mampu mendapatkan prestasi belajar nan baik. Nilai bukan segalanya. Masa depan anak tak ditentukan oleh nilai nan bagus. Banyak anak nan berprestasi di sekolah malah tak berhasil ketika dewasa sebab ternyata ia tak dididik buat bermental baja dan pantang menyerah.
Ketika dia harus dihadapkan pada persaingan nan sebenarnya, ia malah tidak mampu mengembangkan diri. Tentu saja hal ini sangat disayangkan. Dalam mencari atau menciptakan lapangan kerja pun seperti itu. Anak nan terkenal cerdas ini malah tak kreatif. Membangun jiwa anak nan baik sangat krusial agar anak tak malah menjadi pecundang di masa dewasanya. Pemaksaan bukan jalan terbaik agar anak mau belajar. Berikan pengertian dan biarkan mereka merasakan sendiri indahnya memiliki ilmu pengetahuannya nan luas.
Meningkatkan prestasi belajar siswa tidak hanya menjadi tugas dan tanggung jawab seorang guru, namun juga para orangtua memiliki peran nan cukup penting. Lamanya pendidikan formal di sekolah masih jauh lebih lama lagi saat anak-anak berada di lingkungan keluarga. Oleh karena itu, sekolah paling pertama dan primer bagi seorang anak sebetulnya ialah lingkungan keluarga. Permasalahan prestasi belajar ialah satu dari sekian banyak persoalan lain nan biasanya dihadapi oleh anak-anak di sekolah.
Banyak siswa nan merasa percaya diri tampil di sekolah disebabkan prestasi belajarnya nan bagus, sebaliknya banyak pula para siswa nan merasa gagal dengan prestasi belajarnya menyebabkan dirinya malas pergi ke sekolah, minder buat tampil dan sebagainya. Orang tua dan para tenaga didik perlu bahu membahu menyelesaikan masalah ini.
Persoalan Pergaulan Hidup
Anak sekolah umumnya ialah kaum remaja nan memiliki kesamaan psikologis dengan ego cukup tinggi, rasa ingin mencoba nan kuat, butuh figur dan sebagainya. Hal-hal ini akan memicu berbagai masalah pergaulan nan akan dihadapinya di lingkungan sekolah. Terlebih jika berbicara soal cinta. Kaum remaja ialah kaum nan dihadapkan banyak persoalan dalam memanajemen cinta.
Banyak para siswa nan gagal dalam melalui masa studi dan masa-masa menjadi anak sekolahan hanya lantaran persoalan cinta. Bahkan konflik perseteruan dengan rekan-rekannya pun bisa muncul disebabkan persoalan cinta. Soal ego terkadang juga dapat memicu tawuran antar anak sekolahan. Hal-hal semacam ini muncul sebetulnya erat kaitannya dengan manajemen psikologi remaja nan tak mampu dikelola dengan baik.