Warnet Sekarang dan Paket warnet

Warnet Sekarang dan Paket warnet

Warnet ialah singkatan dari warung internet. Setelah meredupnya warpostel atau warung pos dan telepon, kemudian wartel atau warung telepon, maka warnet kemudian menjamur. Seingat saya, awal tahun 2000-an warnet-warnet mulai bermunculan dengan paket-paket warnet nan beragam. Setiap paket warnet ini menawarkan kelebihan dan kekurangan tertentu. Sebelum paket warnet, mari kita lihat kenyataan warnet zaman dulu dan sekarang.

Warnet memang mengalahkan wartel dan warpostel secara telak. Kehadiran warnet benar-benar sudah menjadi tren nan baik di beberapa wilayah. Persis seperti menjamurnya wartel nan tumbuh bak jamur di musim hujan. Wartel pada awalnya sangat digemari banyak orang. Di setiap belokan selalu ada wartel dengan rona khas biru dan rona huruf putih atau sebaliknya. Wartel menjadi alternatif kencan dan kenalan bagi banyak orang.

Tak sporadis pada waktu itu, sekitar tahun 1999 atau 2000-an orang-orang dapat mengantri di sebuah wartel. Tak sporadis juga orang sampai mengetuk pintu wartel jika terlalu lama bicara di dalam. Yang berlama-lama di dalam biasanya sedang kencan via telepon.

Ini nan sangat menarik, kencan via telepon. Anak-anak muda sangat menggemari proses ini. Mengenali temannya, kemudian mengobrol, janjian, dan ketemuan. Kencan via telepon memberikan sensasi nan berbeda sebelum kopi darat. Mereka lebih banyak berbicara dan tanpa bertatap muka secara langsung.

Media kencan via telepon ini ialah warung telepon. Ada banyak dinamika di warung telepon, ada nan janjian, ada nan saling kenal-mengenal, ada mencari informasi, bahkan mungkin ada juga nan mutusin. Dinamika ini menjadi menarik sebab terjadi pada waktu tertentu, yaitu pada saat ada wartel.



Paket Warnet - Mencari Wartel Sekarang

Salah satu paket wartel ialah layanan faximili, ada pengalaman menarik saat aku harus mengirim faksimile. Saat itu, aku benar-benar harus mencari wartel (warung telepon) buat mengirimkan faksimile ke Yogyakarta sebab mesin faksimile di rumah sedang tak baik. Di manakah wartel jaman sekarang?

Ah sudahlah, aku cari saja sambil jalan menuju kampus di Sekeloa, Bandung. Dari informasi awal, ada wartel nan dapat faksimile di Simpang Dago, tepatnya di Jalan Dipati Ukur sebelah Rumah Makan Kapau, seberang Circle K.

Melajulah ke kampus sambil mencari wartel. Tanpa kesulitan berarti, aku menemukan wartel nan dimaksud, tepat seperti nan di informasikan sebelumnya. Wartel itu ada di dalam rumah makan Kapau. Aroma kuliner langsung menyergap saya, menyentuh saraf-saraf di hidung, dan mengirimkan frekuwensi ke otak buat makan. Di wartel itu terdapat dua telepon generik dan satu mesin fax . Saya langsung menyapa salah seorang nan sedang sibuk menata makanan.

"Uda, aku mau kirim fax" kata saya.

"Boleh, kemana dek?" kata penjaga nan merangkap pengelola Rumah Makan Kapau.

"Yogyakarta" kata aku sambil memberikan teks nan dimaksud.

Mesin berderit menandakan fax berjalan mengirim ke tujuan nan dimaksud. Sambil menunggu fax , aku melihat sekeliling. Ada deretan rak buku, kata-kata motivasi nan dibingkai figura, dan tentu saja makanan. Rak buku itu berisi buku-buku nan dijual, ada buku motivasi, ada buku pengetahuan, dan buku-buku tentang Pariaman. Kemudian, seorang mahasiswa masuk ke dalam ruangan telepon umum, terdengar pembicaraan, mungkin dengan dosennya.

Saya tak menyangka, masih ada nan menelepon dari wartel. Awal tahun 1999, wartel merajalela bahkan, sampai ada asosiasi pengusaha wartel. Wartel menjadi loka nan mengasyikkan buat menghabiskan waktu menjelang malam setelah magrib atau isya. Dan aku melewatinya dengan menelopon teman-teman juga "teman".

Nelpon lokal menjadi favorit sebab biayanya sedikit dan waktunya lama. Saya melihat orang-orang sampai antri buat menelepon di wartel. Saya pernah diketuk-ketuk sebab keasyikkan nelpon . Lebih parah lagi, ketika beres nelpon digerutuin sebab kelamaan.

Di Wartel, aku pernah iseng jailin teman. Sewaktu teman aku mengizinkan aku bicara dengan teman seberang telepon, aku sengaja panggil dengan nama berbeda. Misalnya nama aslinya Dini, aku panggil Maria, atau Nia aku panggil misalnya Desi, dan sebagainya. Kontan saja teman aku marah-marah, tapi cuma sejenak kok. Soalnya dia juga suka balik isengin saya.

Masuk lagi ke wartel nan tadi, aku terkagum-kagum dengan wartel itu. Masih tegar bertahan di tengah semaraknya warnet dan handphone . Saya bersyukur masih menemukan wartel. Karenanya, tugas aku kirim fax pun berhasil.



Warnet Sekarang dan Paket warnet

Setelah wartel nyaris punah, hadirlah secara perlahan warnet atau warung internet. Pada mulanya, ada nan berdiri sendiri-sendiri, tetapi juga ada nan menjadi paket baru layanan wartel. Pemilik wartel nan menangkap peluang bisnis, kemudian memodifikasi paket tambahan wartelnya dengan warung internet.

Katakan saja, awalnya hanya satu komputer dengan koneksi nan lambat banget . Satu komputer itu masih belum banyak ditengok orang. Hanya sesekali orang nan datang ke wartel melihat komputer teronggok di sebuah kamar-kamar loka menelepon.

Saya sendiri merasakan internet itu pertama kali ialah tahun 2000-an. Saat itu, aku butuh surat elektronik atau nan sering disebut sebagai e-mail . Rasanya keren banget pada waktu itu memiliki e-mail di antara teman-teman nan belum memiliki alamat e-mail . Saya minta diajari oleh senior aku buat membuat e-mail .

Apa nan menarik pada saat itu? Paket warnet. Paket warnet ditawarkan berdasarkan waktu siang dan malam. Jika siang hari, jumlah harga satu jam Rp 4.500 sampai dengan Rp 7.000. Paket harga warnet pada waktu itu sangat mahal sekali, terutama buat siang hari. Berbeda dengan waktu malam, paketnya harganya dapat murah. Sekitar Rp 3.000 sampai dengan Rp 3.500. Walaupun beda Rp 1.000, tapi sudah cukup buat kepuasan bermain internet.

Paket warnet nan murah biasanya sebanding dengan kecepatannya. Jangan berharap dapat sekencang sekarang. Dulu dapat membuka e-mail tanpa harus menunggu 5-10 menit itu sudah sangat bersyukur. Beda banget dengan sekarang nan tinggal klik sudah langsung muncul. Seninya menunggu di warnet seperti itu. Paket warnet murah misalnya Rp 3.000. Jangan bahagia dulu, kesal menunggu dapat hilang uangnnya.

Paket warnet nan murah tapi harus dapat begadang ialah paket warnet malam. Biasanya dapat jatuh sampai di Rp 2.000 per jam. Ada kalanya juga, paket warnet nan disebut semalam suntuk dengan cukup membayar Rp 10.000.

Untuk ukuran zaman itu (tahun 1999-2000-an), nominal Rp 10.000 itu besar nilainya. Tetapi buat kepuasan berselancar di global internet, yaa bayar saja. Setiap paket selalu ada positif dan negatifnya, tinggal bagaimana kita dapat mengatur sinkron dengan kebutuhan kita saja.

Setelah wartel hilang dan berganti warnet ini, maka giliran warnetlah nan menjamur di mana-mana dengan paket warnet nan beragam. Hampir di setiap sudut, terutama nan dekat dengan kawasan pendidikan seperti kampus-kampus, menjadi marak oleh warung-warung internet. Bisnis warnet mengalahkan wartel, internet sudah menjadi kebutuhan. Banyak orang menggunakan internet buat berbagai kepentingan. Seperti mencari informasi, mencari teman, berkirim surat, dan lain-lain.

Setelah memasuki masa teknologi informasi, kehadiran internet menjadi semacam kebutuhan setiap orang. Apalagi saat ini internet sudah dalam genggaman tangan. Hampir setiap orang di kota-kota besar memegang perangkat teknologi telepon genggam atau nan disebut Handphone (HP/ hape ).

Saat internet menjadi umum, lantas apakah kehadiran warnet menjadi hilang? Itu pertanyaannya. Setelah melihat banyak kenyataan wartel, kemudian warnet, lalu hape, ternyata warnet bertranformasi diri menjadi ajang untuk pecinta games online . Inilah titik baliknya, warnet kemudian menawarkan banyak paket menarik nan bisa menarik minat pengunjung. Games online ialah hobi nan tak dapat ditukar dengan apapun.

>Paket warnet pun bertambah dengan adanya games online ini.
Sampai kapan paket warnet dan game online -nya bertahan? Kita tunggu saja!