Tokoh Pendidikan Islam – Al-Quran Sebagai Inspirasi Rahmah

Tokoh Pendidikan Islam – Al-Quran Sebagai Inspirasi Rahmah

Tokoh pendidikan Islam diberikan pada seseorang nan berdedikasi tinggi dalam memberikan pendidikan dalam koridor ajaran agama Islam. Tokoh pendidikan Islam pada umumnya ialah mereka nan memang mengabdikan diri buat global pendidikan sekaligus menegakkan kebenaran dalam ajaran Islam.

Tokoh pendidikan Islam ibarat kepanjangan tangan dari para tokoh-tokoh Islam terdahulu. Para tokoh nan memperjuangkan Islam di zaman dahulu. Zaman pada saat Islam masih belum berdiri tegak, dan sebuah zaman nan masih sangat asing buat ajaran Islam.

Kehadiran tokoh pendidikan Islam ini sama-sama memiliki dedikasi tinggi bagi ajaran agama Islam. Mereka tak ingin membuat umat muslim tertinggal dan mengalami kebodohan. Tokoh pendidikan Islam itu percaya bahwa umat nan pintar niscaya akan menegakkan ajaran agama Islam dengan sungguh-sungguh.

Dalam mendidik, tokoh pendidikan Islam biasanya menyelipkan beberapa ajaran agama Islam sebagai bahan acuan. Salah satu tokoh pendidikan Islam global nan paling terkenal ialah Ibnu Sina. Kepintarannya membuat Ibnu Sina menjadi salah satu tokoh pendidikan Islam nan cukup disegani.

Tokoh pendidikan Islam selalu identik dengan kaum laki-laki. Namun kini, wanita, tentu saja dengan pengabdiannya nan tinggi pada global pendidikan sekaligus ajaran Islam, dapat menjadi seorang tokoh pendidikan Islam nan pantas buat diperhitungkan.

Hal ini dibuktikan oleh seorang wanita asal Indonesia. Akhir bulan Dzulhijjah 1376 H (1956 M), di Balairung Universitas Al-Azhar, Mesir, seorang wanita Indonesia sukses menorehkan tinta emas dalam sejarah. Senat Guru Besar Al-Azhar menganugerahkan gelar “Syeikhah” kepada dirinya. Sebuah gelar nan terbilang prestisius. Ia ialah tokoh pendidikan Islam wanita pertama dari Indonesia sekaligus dunia.

Bagaimana tak prestisius, sebelumnya belum pernah ada seorang wanita pun nan mampu meraih gelar itu. Dialah Rahmah El-Yunusiyyah, seorang tokoh pendidikan Islam, Pendiri Perguruan Diniyyah Putri Padangpanjang. Perguruan wanita pertama di Indonesia.



Tokoh Pendidikan Islam Wanita – Rahmah El-Yunusiyyah

Tokoh pendidikan Islam wanita ini dilahirkan di Pandangpanjang pada 1 Rajab 1318 H (29 Desember 1900). Ia berasal dari keluarga ulama nan disegani di Ranah Minang. Walaupun terkenal sebagai tokoh pendidikan Islam, sekolah formal Rahmah tak begitu tinggi. Ia hanya tiga tahun belajar di sekolah dasar. Ia menghabiskan waktunya buat belajar Islam kepada beberapa ulama terkenal Tanah Minang, di antaranya Syeikh Karim Amarullah, Syeikh Abdul Hamid, dan Zainuddin Labay.

Nama terakhir, Zainuddin Labay (1890-1924 M), ialah kakak kandung Rahmah. Ia dikenal sebagai tokoh pendidikan Islam nan berjasa menggabungkan sistem pendidikan tradisional dan sistem pendidikan modern di Sumatera Barat. Pada 1915, Zainuddin mendirikan Diniyah School buat putra dan putri. Dari Zainuddin-lah Rahmah mendapatkan dorongan dan arahan mewujudkan cita-cita sebagai seorang pejuang dalam bidang pendidikan.



Tokoh Pendidikan Islam – Rahmah dan Pendidikan

Persentuhan tokoh pendidikan Islam wanita pertama di Indonesia dengan global pendidikan ini dimulai pada 1918. Ketika itu, bersama kawan-kawannya, Rahmah mengorganisasikan usaha pemberantasan buta huruf di kalangan kaum ibu dengan mendirikan “Sekolah Menyesal”.

Untuk menarik perhatian masyarakat, tokoh pendidikan Islam itu pun mendirikan sebuah perguruan nan kemudian diberi nama Diniyah School Poetri. Dengan nama nan khusus ini, masyarakat dari berbagai golongan pun menjadi tertarik.

Untuk menyempurnakan sistem pendidikan nan ada, tokoh pendidikan Islam itu mulai melakukan studi banding ke beberapa sekolah di Sumatera dan Jawa. Dari hasil studi banding ini ia melakukan penyempurnaan terhadap sistem pendidikan Diniyah Putri. Ke dalam kurikulum dimasukkan beberapa mata pelajaran baru, seperti Bahasa Inggris dan Belanda, keterampilan, olahraga, memasak, dan P3K.

Walaupun sering dililit masalah keuangan, Rahmah menolak tawaran subsidi dari Pemerintah Belanda. Itulah mengapa, setiap telatah dari tokoh pendidikan Islam ini selalu diawasi oleh pihak penguasa. Mereka risi perguruan ini akan melahirkan tokoh-tokoh perlawanan. Kekhawatiran ini cukup beralasan mengingat pengalaman getir Pemerintah Belanda ketika menghadapi perlawanan kaum Paderi.

Sebelum masa kemerdekaan, Rahmah telah mampu “melebarkan sayapnya” dengan mendirikan beberapa sekolah putri di Jakarta, yaitu di Kwitang (1935), Tanah Abang (1935), kemudian di Jatinegara dan Johar Baru. Hingga sekarang, Sekolah Diniyah Putri nan didirikan tokoh pendidikan Islam ini tetap eksis dan telah mewisuda ribuan siswi.

Usaha nan dilakukan Rahmah dalam bidang pendidikan ini telah mengundang perhatian banyak pihak, termasuk dari luar negeri, khususnya dari Malaysia, Singapura, dan Timur Tengah.

Pada 1955, Rektor Al-Azhar melakukan kunjungan spesifik ke perguruan nan dimiliki oleh Rahmah. Ia sangat terkesan dengan sistem pendidikan nan diterapkan. Ia pun tertarik buat mendirikan sebuah fakultas buat mahasiswi, yaitu Kuliyatul Banat nan mencontoh pola Diniyah Putri.

Lembaga pendidikan nan didirikan oleh tokoh pendidikan Islam wanita ini menginspirasi Al-Azhar buat membuka fakultas baru. Al-Azhar pun menawarkan beasiswa bagi para siswi dan pengajar Diniyah Putri. Beberapa perguruan tinggi di Arab Saudi dan Kuwait pun menawarkan hal serupa.



Tokoh Pendidikan Islam – Al-Quran Sebagai Inspirasi Rahmah

Pada masa itu, usaha nan dilakukan Rahmah tergolong luar biasa. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih memandang wanita sebagai warga kelas dua, di mana subordinat dan adat nan mengekang kaum wanita masih sangat kental. Karena itu, usaha nan dilakukan tokoh pendidikan Islam ini pun mendapat banyak cemoohan.

Salah satunya ialah “Apa mungkin perempuan dapat mengajar dan menjadi guru? Mereka hanya cocok diam di dapur!” Bagi Rahmah semua ejekan itu menjadi cambuk buat terus berkarya demi mengangkat derajat kaumnya.

Sebagai seorang Muslim nan taat, ia begitu terkesan dengan Al-Quran. Ada dua ayat Al-Quran nan sangat menginspirasinya. Pertama, QS At-Taubah, 9: 122, “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang buat memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan buat memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu bisa menjaga dirinya.”

Kedua, QS Muhammad, 47: 7, “Hai orang-orang Mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, pasti Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”

Menurut Rahmah, suatu masyarakat dapat menjadi baik apabila keluarganya baik, karena keluarga ialah tiangnya negara. Karena itu, dia menginginkan agar kaumnya dapat menjadi ibu nan baik di keluarganya, bermanfaat di masyarakat, dan menjadi teladan di sekolah. Semua ini bisa terwujud apabila kaum wanita mendapatkan pendidikan nan layak dengan sistem pendidikan nan khusus. Ia pun bercita-cita buat memperbaiki kedudukan kaum wanita melalui pendidikan modern nan berlandaskan ajaran Islam.

Melihat cara pandangnya tentang kebutuhan akan ilmu pengetahuan, pantas rasanya jika Rahmah dinobatkan sebagai salah satu tokoh pendidikan Islam. Wanita ini benar-benar berdedikasi tinggi pada pendidikan dan agamanya.

Cita-cita tersebut kemudian terumuskan dalam misi Perguruan Diniyah Putri nan didirikan oleh tokoh pendidikan Islam itu sendiri, yaitu: “Membentuk putri nan berjiwa Islam dan ibu pendidik nan cakap dan aktif serta bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat dan tanah air atas dasar darma kepada Allah Swt.”



Tokoh Pendidikan Islam – Rahmah sebagai Kartini Gerakan Islam

Karena perjuangannya dalam memajukan kaum wanita, selain dinobatkan oleh Al-Azhar sebagai tokoh pendidikan Islam, Rahmah El-Yunusiyyah pun mendapat julukan sebagai “Kartini Gerakan Islam” dan “Kartini Perguruan Islam”. Bahkan, Cora Vreede memandang peranan Rahmah setara dengan penerbitan surat-surat Kartini dan Sekolah Kautamaan Istri nan didirikan Dewi Sartika di Bandung.