Pantun

Pantun

Coba perhatikan pantun anak SD berikut.

Ke Bandung beli tahu bulat
Jangan lupa dengan peuyeumnya
Siapa sering makan cokelat
Hati-hati rusak giginya

Masuk istana berliku-liku
Bertemu dengan sang raja
Aku bahagia baca buku
Buku antarkan ke mana saja

Pantun anak SD tersebut berisi nasihat dan pesan akan pentingnya menjaga kesehatan gigi dan membaca buku. Pantun nan dikenal anak-anak lewat pelajaran Bahasa Indonesia ini sedikit banyak dapat memancing anak agar mau memperhatikan nasihat sederhana, namun memiliki imbas luar biasa bagi sikap dan perilakunya di kemudian hari.

Di lingkungan masyarakat, pantun hadir layaknya hiburan rakyat nan mampu menghadirkan kekeh sebab kontennya nan kebanyakan berisi humor dan lelucon. Namanya pantun jenaka. Simak saja pantun jenaka berikut ini.

Makan jengkol berbalut tepung
Makannya di atas lawak putar
Ada lelaki berbadan karung
Lewat depan mata bumi bergetar

Rudolfo menari salsa
Mpok Mimin naik odong-odong
Si Gatot memang perkasa
Namun sayang giginya ompong



Puisi dan Pantun

Karya sastra lain nan sering dibanding-bandingkan dengan pantun ialah puisi. Pantun sendiri ialah bentuk puisi lama nan sudah dikenal masyarakat sebagai bagian dari sastra Indonesia. Seiring perkembangan bahasa nan dinamis, pantun dan puisi menjadi dua bentuk sastra nan benar-benar berbeda secara struktur.

Puisi memang lebih populer ketimbang pantun. Ia tak terikat oleh baris dan keseluruhannya hanya berupa isi, tak perlu ada sampiran seperti dalam pantun. Puisi dan pantun memiliki disparitas nan cukup mencolok, di antaranya:



Pantun
  1. Terdiri atas baris-baris, misalnya pantun dua baris, empat baris, dan delapan baris.
  2. Setiap baris terdiri atas delapan hingga sepuluh suku kata. Suku kata ialah pemenggalan kata ketika diucapkan.
  3. Dalam barisnya ada sampiran dan isi. Sampiran ialah dua baris pertama pada pantun nan diambil dari segala sesuatu nan ada di sekitar sebagai pengantar isi. Isi ialah maksud dari dibuatnya pantun tersebut.
  4. Terdapat rima atau suku kata terakhir dalam suatu baris. Berupa kombinasi dari 1 huruf vokal dan 1 huruf konsonan. Rima nan sering dipakai dalam pantun berstruktur a-b-a-b.

Puisi

  1. Tidak terikat oleh baris-baris, lebih fleksibel dari pantun.
  2. Jumlah suku kata dalam puisi tak begitu diperhatikan.
  3. Puisi tak mengenal sampiran, eluruh baris puisi terdiri atas isi.
  4. Puisi lama masih mengenal rima atau persajakan. Namun, seiring terjadinya perkembangan puisi modern, puisi bebas dituliskan tanpa memperhatikan rimanya.

Pantun saat ini sudah mulai dibuat dengan bentuk nan bebas sebab fungsinya sebagai hiburan dan wahana komunikasi antarmasyarakat. Terutama dalam adat pernikahan Betawi.