Pendidikan Agama Islam - Sanksi Jadi Keindahan

Pendidikan Agama Islam - Sanksi Jadi Keindahan

Pendidikan agama Islam sekarang ini seperti setara dengan pendidikan generik lainnya. Kepentingan pendidikan agama Islam dalam lingkungan formal sekolah seperti hanya bertumpu kepada nilai-nilai semata. Maksudnya bukan pada pembelajaran dan mendidik nilai-nilai agama Islam, melainkan bertumpu pada nilai-nilai berupa angka-angka. Jelas ini sudah meleset dari pembelajaran pendidikan agama Islam sendiri.

Seharusnya, pendidikan agama Islam lebih banyak mengarahkan peserta didik kepada nilai ajaran agama Islam. Misalnya, dalam pembelajaran agama Islam buat fiqih, seharusnya lebih banyak mengaplikasikan ilmu fiqih dibanding hanya mempelajari teori.

Ini dimaksudkan seorang peserta didik tak akan pernah paham mengenai toharoh, misalnya, jika tak mempraktikkan. Seperti tak akan pernah tahu dan merasakan sendiri cara berwudhu nan benar.

Selain itu, teori nan tersampaikan seringkali tak utuh. Malah tambah bahaya pula karena seorang peserta didik nantinya akan mempraktikkan ilmu agama seenaknya sendiri ketika sudah berada dalam masyarakat.

Pendidikan agama Islam nan lainnya tentu akan berhubungan dengan akidah akhlak nan sering digembor-gemborkan merupakan tumpuan pendidikan tingkah laku. Memang sahih adanya jika pembelajaran dilakukan secara benar.



Pendidikan Agama Islam di Sekolah

Substansi pendidikan Agama Islam dapat diketahui dari pengertian pendidikan agama Islam itu sendiri. Pendidikan agama Islam bisa dijelaskan sebagai usaha sadar buat mempersiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, serta latihan.

Berdasarkan pengertian tadi, ada beberapa hal nan harus diperhatikan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, yaitu sebagai berikut.

  1. Pendidikan agama Islam sebagai usaha sadar. Artinya, suatu kegiatan bimbingan, pedagogi maupun latihan nan dilaksanakan dengan terencana dan sadar berdasarkan tujuan nan ingin dicapai.

  2. Para peserta didik disiapkan buat menggapai tujuan, yaitu dengan cara dibimbing, diajari, dan dilatih buat meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan, serta pengamalan terhadap ajaran agama Islam.

  3. Pendidik atau Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) membimbing, mengajar, dan melatih para siswa secara sadar buat mencapi tujuan pendidikan agama Islam.

  4. Pembelajaran atau kegiatan pendidikan agama Islam ditujukan buat meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan, serta pengamalan ajaran agama Islam dari peserta didik. Selain buat kesalehan atau kualitas pribadi, sekaligus juga buat menghasilkan kesalehan sosial.

Kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah bertujuan buat membentuk kesalehan pribadi dan keslaehan sosial. Pendidikan agama Islam tak akan sampai menumbuhkan semangat fanatisme, menumbuhkan sikap tak toleran, dan memperlemah kerukunan beragama. Pada akhirnya, pendidikan agama Islam diharapkan bisa melahirkan ukhuwah Islamiyah .



Pendidikan Agama Islam di Luar Kelas

Sebenarnya, pembelajaran tak hanya terhenti dalam kelas, tetapi di luar kelas juga. Seorang guru harus memberikan arahan kepada peserta didik mengenai cara nan sahih dalam bertutur kata, bersikap, dan sebagainya.

Guru-guru nan ada dalam lingkungan sekolah itu harus mendukung penuh pembelajaran tingkah laku atau akidah akhlak ini. Tanpa dukungan nan kuat dan matang dari guru lain dan seluruh aspek pendukung sekolah, tak akan pernah terwujud pembelajaran akidah akhlak dalam pendidikan agama Islam.

Tidak akan pernah tercapai betul nan diinginkan bahwa seorang peserta didik harus ber- akhlakul karimah . Malah nan tercapai ialah diskusi semata atau dialog antara guru dan peserta didik tentang akhlakul karimah .



Pendidikan Agama Islam - Sanksi Jadi Keindahan

Tidak hanya itu, bila terjadi pelanggaran oleh peserta didik, biasanya seorang pendidik akan menghukum dengan sembarangan. Bahkan, dengan kekerasan fisik. Meski dengan dalih apapun, tak dibenarkan seorang pendidik menghukum peserta didik seenaknya.

Tindakan ini akan menjadi contoh nan sangat lekat pada peserta didik sebagai contoh akhlak kurang terpuji. Akhlak nan lekat dan nantinya bakal ditiru. Bila sanksi itu diganti dengan seorang peserta didik harus membaca ayat-ayat Al Quran, tentu akan dirasa indah. Jadi, pendidiklah nan harus menghilangkan keidentikan sanksi dengan kekerasan fisik.

Perlu diingat bahwa nan dibutuhkan seorang peserta didik ialah arahan dalam pendidikan dan belajar. Jika arahan nan dilakukan tak tepat sasaran, tentu meleset. Ini merupakan penyebab primer kenakalan anak remaja dewasa ini.



Pendidikan Agama Islam - Penyebab Kenakalan Remaja

Tidak selamanya kenakalan berawal dari kurang bagusnya pendidikan agama Islam di lingkungan formal sekolah. Awal kenakalan remaja dapat berawal dari kehidupan rumah tangga nan tak serasi atau lingkungan loka tinggal nan tak aman. Bahkan, lingkungan orang-orang nan suka berbuat buruk.

Jadi, tak selamanya kegagalan pendidikan formal menjadi penyebab primer kenakalan. Malah bila dikaji lebih jauh lagi, pendidikan agama Islam ini akan absolut sukses jika dimulai dari pendidikan dalam keluarga. Kehidupan beragama dan haromis dalam keluarga.

Bagaimana orang tua harus dapat memberi contoh ketaatan dalam beribadah. Bagaimana orang tua harus mencontohkan bertutur kata dengan orang lain atau dengan seorang anak. Bagaimana orang tua memberi sanksi kepada anaknya. Bagaimana orang tua harus meminta maaf ketika berbuat kesalahan. Bahkan, itu harus dilakukan kepada anak sendiri.



Pendidikan Agama Islam Sedini Mungkin

Pendidikan agama Islam mesti dilakukan sejak dini. Dimulai dari keluarga dan dilanjut ke lingkungan formal sekolah ataupun pondok. Jelas biji kebaikan nan kita tanam pada sang anak akan tumbuh menjadi pohon kebaikan nan kokoh dan dapat menghasilkan lagi buah-buah nan berguna buat umat masyarakat.

Bila memiliki anak berakhlakul karimah, nan pertama kali senang ialah orang tua sebab sudah telanjur ada janji bahwa amal seseorang tak akan pernah putus bila memiliki anak soleh nan mau mendoakan. Anak soleh tentu nan berakhlakul karimah, tentu akan taat agama dan mau mendoakan orang tua.

Rutinitaslah nan krusial dalam pendidikan agama Islam di lingkungan formal seusai pendidikan dalam keluarga, seperti nan ada dalam lingkungan pondok pesantren. Seorang santri harus disiplin betul dalam beribadah. Tentu Norma ini akan dibawa seusai pendidikan dari pondok.

Jika pendidikan agama Islam tak dibarengi pelaksanaan rutinitas, tentu peserta didik akan pandai dan cakap dalam berbicara tentang agama. Namun, tak dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.



Pendidikan Agama Islam di Yogyakarta

Di Kota Yogyakarta, beberapa sekolah dari jenjang sekolah dasar sampai sekolah menengah atas dijadikan model dalam penerapan Pendidikan Agama Islam berbasis afeksi. Sekolah-sekolah nan dijadikan model dalam penerapan Pendidikan Agama Islam (PAI) ialah SMA Negeri 3, SMA Negeri 5, SMA Negeri 8, SMP Negeri 8, SMP Negeri 9, SMP Negeri 10, SD Negeri Giwangan, dan SD Negeri Glagah.

Sebelumnya, tercatat hanya tiga sekolah nan menerapkan Pendidikan Agama Islam berbasis afeksi, lalu ditambah lima sekolah lagi nan menerapkannya pada 2010. Sekolah-sekolah tersebut akan menjadi acuan sekolah lainnya di Yogyakarta dalam menerapkan model pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) berbasis afeksi. Dengan begitu, seluruh sekolah di Yogyakarta diharapkan sudah menerapkan Pendidikan Agama Islam berbasis kasih sayang pada 2011. Para siswa tak sekadar diberi materi pelajaran nan bersifat kognitif dalam Pendidikan Agama Islam berbasis afeksi, namun juga mencakup kasih sayang siswa sehingga akan menumbuhkan pencerahan baru.