DVD Bajakan dan Global Musik

DVD Bajakan dan Global Musik

DVD Bajakan. Nice or Suck? What do you think? DVD bajakan memang selalu memiliki pihak Pro dan pihak Kontra, sebab permasalahan ini tak pernah luput dari perdebatan antar lapisan masyarakat di tanah air tercinta ini. DVD bajakan sendiri ialah musuh terbesar bagi para pencipta karya seni, dengan adanya DVD bajakan itu, mereka merasa sangat dirugikan dalam segi materil.

Negara pun memiliki nasib nan sama dengan para pencipta karya seni tersebut. Karena dewasa ini, banyaknya aksi pembajakan juga bisa merusak moral masyarakat kita nan tak bisa menghargai hasil karya orang lain. Namun, apa daya jika pencerahan masyarakat sendiri masih sangat kurang dalam hal ini.



DVD Bajakan dan Indonesia

Di negara lain sistem dan hukum bersifat ketat, penghasilan masyarakatnya cukup tinggi, hayati masyarakatnya terjamin, serta pencerahan masyarakatnya nan tinggi sehingga pembajakan bisa diatasi dengan mudah.

Namun, buat Indonesia dengan masyarakatnya nan berpenghasilan jauh di bawah rata-rata peenghasilan masyarakat dunia, pencerahan masyarakat nan kurang, serta aparat nan bekerja kurang optimal, menjadi faktor primer nan sampai saat ini masih membuat DVD bajakan tetap bertahan dipasaran.

Bagai budaya nan mendarah daging, DVD bajakan pun mempunyai banyak faktor 'X' sehingga tetap bertahan hingga menjadi sebuah kebudayaan. Salah satunya sebab banyaknya masyarakat Indonesia nan masih memegang teguh panduan "selama masih ada nan murah dan bagus kenapa mesti beli nan mahal".

Kita dapat mendapatkan 3-6 buah DVD bajakan seharga 1 DVD original, jadi apalagi nan harus kita ingkari dari kenikmatan bajakan. Semuanya kembali lagi bukan tentang kualitas, tapi kemampuan. Dan buat para pedagang kaki lima (bahkan nan memiliki gerai khusus), DVD bajakan ialah 'nyawa' bagi mereka. Dari sanalah mereka mampu memberi kehidupan bagi keluarganya, termasuk anak dan istrinya.

Dengan menjual DVD bajakanlah mereka bisa bekerja, sebab sulit mencari pekerjaan bagi nan taraf pendidikannya rendah. Di Indonesia pendidikan sangat mahal, maka dari itu masyarakatnya hanya bersikap seadanya, sebab mereka pun memiliki kehidupan nan 'terjamin' seadanya dari pemerintah.

Bahkan, hampir seluruh kasus pelanggaran HAKI di bidang karya seni baik musik maupun film nyaris "kebal" terhadap sentuhan hukum. Hal ini tentu menimbulkan beberapa pertanyaan. Apakah betul aparat-aparat di negara kita sangat jelek sehingga seseorang bahkan sekelompok orang bisa sesuka hati memperbanyak dan menyebarluaskan karya orang lain tanpa izin?

Ataukah masyarakatnya nan tak mengerti definisi HAKI? HAKI ialah hak atas kekayaan nan muncul atau lahir sebab kemampuan intelektual manusia. Inovasi atau karya itu lahir atau dihasilkan oleh manusia melalui kemampuan intelektualnya, yaitu berupa daya, cipta, rasa, dan karsa di bidang ilmu pengetahuan,seni, sastra maupun teknologi (Umar dalam Saudi, 2001: 117)

Atau apakah mungkin fungsi regulasi tak bisa diandalkan buat menghadapi kasus pelanggaran hak cipta, seperti penggandaan DVD secara ilegal ini? Semuanya masih buram. Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights (TRIPS) ialah sebuah kesepakatan bersifat Internasional, nan juga telah ditandatangani oleh Indonesia (1994). Namun, dalam praktiknya, Indonesia memiliki sistem nan amat sangat memalukan. So, who's to blame ?

Political and Economic Risk Consultancy (PERC), telah melakukan riset terhadap 10 Negara di Asia dan menyimpulkan hasilnya bahwa Negara Indonesia mendapatkan nilai 9,8 (penilaian dimulai dari angka 0 buat terbaik dan 10 buat terburuk) dalam hal kualitas sistem HAKI.

Sebenarnya, di Indonesia sumber primer hukum HAKI ialah Undang-undang Nomor 6 tahun 1987, nan kemudian diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan nan terakhir ialah Undang-ndang Nomor 12 Tahun 1997, nan diproklamirkan pada tanggal 7 Mei 1997.

Selain itu, Pemerintah mengeluarkan dua peraturan sebagai panduan pelaksanaannya, diantaranya Peraturan pemerintah Nomor 14 tahun 1986 tentang Dewan Hak Cipta, nan telah diperbarui serta Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Penerjemahan dan/atau Perbanyakan Kreasi buat Kepentingan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Penelitian, dan pengembangan Penelitian nan pada dasarya mengatur operasionalisasi ketentuan mengenai lisensi wajib di bidang copyright (Compulsory Licensing).



DVD Bajakan dan Global Perfilman

Musuh terbesar para pencipta karya seni ialah pembajak. Keberanian mereka nan begitu besar buat menjiplak, memperbanyak, dan menyebarluaskan karya seseorang tanpa izin membuat para pencipta karya seni ini kewalahan dan lebih 'pasrah'. Berbeda dengan sang pencipta karya seni, bagi sang aktor maupun aktris, DVD bajakan ialah hidden friend nan sangat menguntungkan.

Tanpa perlu membayar dan tanpa ada nan meminta bayaran, dengan sukarela para pembajak mempromosikan aktor dan aktris tersebut sehingga mengangkat kepopularitasan bagi pribadi mereka. Dan secara tak langsung membuat para aktor dan aktris memiliki job nan berlipat-lipat dari sebelumnya.



DVD Bajakan dan Global Musik

Musik ialah wahana hiburan nan paling banyak dicari oleh masyarakat. Bahkan, musik sudah menjadi jiwa dalam diri manusia. Tanpa musik, hayati bukanlah hidup. Peluang inilah nan dilirik para pembajak buat membuat jiplakan berbagai jenis musik hingga penyanyinya.

Keuntungan DVD bajakan dalam segi musik selain murah, kualitasnya tak jauh berbeda dengan nan aslinya. Sehingga buat urusan ini, masyarakat tak lagi berpikir panjang buat memilih nan original atau nan bajakan.

Untuk musik, bajakan dan mengunggah ialah hal nan serupa tapi tidak sama, kebanyakan masyarakat lebih memilih bajakan sebab akses cepat, dengan mengeluarkan Rp5000,- saja kita dapat mendapatkan ekstra, five album in one misalnya. Sedangkan mengunggah, butuh waktu mulai dari mencari album dari penyanyi nan kita suka dan mengunggahnya satu per satu.

Bahkan jika membeli DVD bajakan. kita dapat memilih tahun lagu nan kita inginkan, mulai dari tahun 60 sampai dengan sekarang. Tanpa perlu repot-repot, para pembajak telah menyediakan banyak pilihan buat jenis musik nan kita sukai.

Jika kita lihat para musisi dan kelompok musik mewanti-wanti buat tak membeli bajakan, itu mungkin hanyalah sebuah formalitas. Beberapa dari mereka pun dikenal oleh masyarakat sebab adanya DVD bajakan. Contohnya saja Ayu ting-ting, Kangen Band, Wali, dan lain-lain.



Further Action?

Kembali lagi kepada Pemerintah dan masyarakat, apa dapat melindungi hak Cipta seseorang? Bahkan, buat melindungi copyright budaya Negara sendiri saja harus menunggu ada Negara lain mengakuinya.

Kerjasama antarpihak nan berwenang antara lain Kepolisian, Perpajakan dan Perdagangan, Industri serta implementasi dalan perundang-udangan HAKI bisa dilaksanakan lebih serius, maka akan sangat mudah memberantas hal ini. Dan tak perlu ada lagi nan saling melempar masalah nan sudah jelas tak kunjung usai di lapangan.

Selain itu, bukan hanya demi sukses atau tidaknya memberantas DVD bajakannya, lebih tepatnya dapatkah kita semua memberantas pembajakan atas hak kekayaan intelektual seseorang? Karena masyarakat Indonesia sampai saat ini masih kurang memiliki pencerahan akan pentingnya penghormatan atas hak karya intelektual orang lain, baik sebagai konsekuensi etis maupun konsekuensi yuridis.

Ciptakan iklim nan aman bagi karya-karya intelektual nan bermuatan HAKI, sehingga memudahkan mereka buat bereksploitasi dan berkomersialisasi. Contohnya saja dalam industri perfilman, sistem HAKI di antaranya harus mampu menekan biaya-biaya hukum, pengurusan pendaftaran, dan pengalihan HAKI serendah mungkin, dan lain-lain.

Ciptakan lapangan kerja sebanyak mungkin dan berikan agunan hayati nan memadai buat masyarakat nan berpendidikan rendah. Karena hal ini pun ialah salah satu faktor 'X' nan sudah aku sebutkan di atas sehingga mereka melakukan pembajakan.