Prinsip Hukum Islam Tentang Mawaris

Prinsip Hukum Islam Tentang Mawaris

Prinsip hukum Islam dalam hal pembagian waris nampaknya krusial buat diketahui. Banyak terjadi perpecahan di dalam keluarga dampak konflik tentang pembagian waris. Terjadinya konflik tentang hak warisan nan diberikan tak sinkron dosis dan aturannya. Lalu dosis nan sinkron seperti apa? Lalu, bagaimana secara hukum perdata dan prinsip hukum Islam? Tampaknya belum semua orang mengetahui tentang hal ini.

Banyak terjadi konflik lain dalam pembagian warisan apabila sejak kecil sudah diasuh oleh ayah tiri. Lalu, bagaimana pembagian pembagian warisan? Lalu prinsip hukum agama Islam memandang kasus ini bagaimana? Banyak permasalahan nan tampaknya sepele seperti ini, sebab dianggap sepele ketika terjadi permasalahan baru akan merasakan kesulitan. Prinsip di dalam hukum Islam itu sendiri, hak waris anak perempuan dan hak waris anak laki-laki berbeda.

Indonesia ialah negara demokratis nan membebaskan rakyatnya buat memilih agama nan ingin dianutnya, ada Hindu, Budha, Kristen, Katolik, dan Islam. Karena persentase dari 5 pilihan agama banyak nan beragama Islam, sehingga di Indonesia ada dua anggaran soal pembagian mawaris. Ada nan anggaran Iislam dan ada nan berdasarkan KUHPerdata.



Prinsip Hukum Islam Tentang Mawaris

Di dalam prinsip hukum agama Islam tentang hak waris, didasarkan pada Al-Qur’an, hadis, dan sunah Rosul. Pembagian hukum waris ini di dalam Al-Qur’an tertuliskan pada Surat An-Nisa ayat 7 nan artinya seperti ini:

Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian [pula] dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian nan telah ditetapkan. ” (QS. An-Nisa: 7)

Adapun disparitas hasil warisan antara anak laki-laki dan perempuan. Jika di dalam satu rumah ada satu laki-laki dan dua perempuan, bagian 2 anak perempuan tersebut 2/3, sedangkan bagian laki-laki mendapatkan dua bagian dari jatah wanita. Berikut dipertegas lagi dalam Surat An-Nisa ayat 11-12 nan artinya:

Allah mensyari’atkan bagimu tentang [pembagian pusaka untuk] anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua maka bagi mereka dua pertiga dari harta nan ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan buat dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta nan ditinggalkan, jika nan meninggal itu mempunyai anak; jika orang nan meninggal tak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya [saja], maka ibunya mendapat sepertiga; jika nan meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. [Pembagian-pembagian tersebut di atas] sesudah dipenuhi wasiat nan ia untuk atau [dan] sesudah dibayar hutangnya. [Tentang] orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tak mengetahui siapa di antara mereka nan lebih dekat [banyak] manfa’atnya bagimu. Ini ialah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. ”(QS. An-Nsa : 11)

Sedangkan pada ayat ke 12 menjelaskan lagi tentang hak suami dan istri tentang hal waris. Ternyata nan mendapatkan hak waris tak hanya putra-putrinya, sebagai orangtua pun juga memiliki hak tersebut. Berikut klarifikasi lebih gamblang dari Al Qur’an Surat An-Nisa ayat 12.

Dan bagimu [suami-suami] seperdua dari harta nan ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta nan ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat nan mereka untuk atau [dan] sesudah dibayar hutangnya. Para istri memperoleh seperempat harta nan kamu tinggalkan jika kamu tak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta nan kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat nan kamu untuk atau dan sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan nan tak meninggalkan ayah dan tak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki seibu saja atau seorang saudara perempuan seibu saja maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam nan sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat nan dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tak memberi mudharat kepada pakar waris . Allah menetapkan nan demikian itu sebagai syari’at nan benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun. ”(QS. An-Nisa: 12)

Itulah mengapa di dalam ajaran Islam ditetapkan anggaran seperti ini. Berbeda lagi dengan pembagian warisan versi KUHPerdata. Hal nan perlu diperhatikan saat melakukan pembagian ini, khususnya prinsip hukum agama Islam digabungkan dengan versi KUHPerdata.



Perbandingan dengan Hukum Mawaris Versi KUHPerdata

KUHPerdata ini dibuat bagi mereka nan di dalam ajaran agama tak ada pembahasan mengenai pembagian waris. Berikut Undang-undang hukum perdata (KUHPerdata) nan diatur pada pasal 852 KUHPerdata, berikut isi aturannya.

  1. Pakar waris ialah anak-anak atau sekalian keturunan mereka, biar dilahirkan dari lain-lain perkawinan sekalipun, mewaris dari kedua orang tua, kakek nenek atau semua keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis lurus ke atas dengan tiada disparitas antara laki atau perempuan dan tiada disparitas antara kelahiran lebih dahulu.
  1. Mereka mewaris kepala demi kepala jika dengan si meninggal mereka bertalian keluarga dalam derajat kesatu dan masing-masing mempunyai hak sebab diri sendiri; mereka mewaris pancang demi pancang, jika sekalian mereka atau sekedar sebagian mereka bertindak sebagai pengganti.
  1. Dalam halnya mengenai warisan seorang suami atau istri nan meninggal terlebih dahulu, si istri atau suami nan hayati terlama dipersamakan dengan seorang anak nan absah dari nan meninggal.


Keuntungan Membagi Waris Berdasarkan Hukum Islam

Pernah terpikirkan sebelumnya kenapa pembagian warissan hingga dibahas di dalam sumber Islam (Al-Qur’an, hadist, ijma’, dan qias) nan sudah muncul sejak masa para Rasul? Inilah menariknya di dalam ajaran Islam. Adannya anggaran ini memberikan laba sendiri bagi umat islam, yaitu sebagai berikut.

  1. Menghindari terjadinya pertengkaran antarsaudara kandung.
  1. Hal ini sering terjadi, mengingat ketika sudah memiliki keluarga kecil masing-masing, potensi buat terjadi konflik pertengkaran perebutan hak waris sering terjadi. Namun, adannya anggaran pembagian secara agama setidaknya menghindari perpecahan dalam satu kelurga.
  1. Memudahkan dalam pembagian waris .
  1. Aturan nan sudah ditetapkan lewat Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia, sehingga manusia tak mengalami kesulitan lagi dalam hal pembagian hak waris kepada pakar waris.
  1. Menciptakan keluarga nan harmonis.
  1. Karena adannya anggaran semacam inilah menciptakan keeratan di dalam keluarga terjaga. Permasalahan dalam hal pembagian waris bisa diselesaikan berdasarkan Al Qur’an nan jelas-jelas sudah menerangkan semuanya. Apabila tak ada ditemukan, dapat merujuk ke hadis. Jika hadis masih belum ada, bisa diselesaikan dengan ijma ’ atau qias .

Itulah sekilas tentang prinsip hukum Islam tentang pembagian waris . Semoga tulisan dapat membantu mencari jalan keluar bagi nan sedang mengalami kesulitan ketika melakukan pembagian waris. Semoga bermanfaat!