Penyebab Anak Terinfeksi HIV

Penyebab Anak Terinfeksi HIV

Penderita HIV tidak hanya orang dewasa, bayi dan anak-anak juga rentan mengalaminya. Bahkan, jumlah penderita AIDS atau HIV pada anak semakin hari semakin meningkat. Suatu fakta nan sangat memprihatinkan.

HIV (Human Immunodeficiency Virus) tergolong jenis virus mematikan. Virus nan jadi penyebab penyakit AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) itu, hingga kini belum ditemukan obat atau terapi efektif buat menyembuhkannya.

Padahal, anak ialah aset krusial bagi masa depan. Di tangan mereka, sejarah peradaban manusia bisa tetap lestari. Bila mereka (bayi/anak) sedari dini sudah mengidap HIV, maka bisa dipastikan masa depan dan peradaban manusia diambang kehancuran. Prediksi HIV (AIDS) sebagai pembunuh nomor satu dan pemusnah ras manusia, bukan lagi hanya mimpi.



Fakta Menyedihkan

Kasus HIV nan terjadi pada anak pertama kali ditemukan di Amerika Perkumpulan pada tahun 1983. Sejak saat itu, penderita HIV anak di Amerika setiap tahunnya terus bertambah secara signifikan. Akhir tahun 1989, tercatat ada 1.995 kasus anak berumur 13 tahun ke bawah nan terinfeksi HIV.

Penyakit AIDS pun ditetapkan sebagai ancaman serius bagi kesehatan anak-anak. Empat tahun kemudian (1993), jumlah itu membengkak hingga mencapai 4.480 kasus.

Selain di Amerika, kawasan Eropa juga ditemukan penderita HIV anak-anak. Pada tahun 1988, terdapat 356 kasus anak penderita HIV. Jumlah ini terus meningkat seiring dengan meluasnya penyebaran penyakit AIDS.

Adapun Benua Afrika termasuk paling tinggi jumlah penderita HIV anak-anaknya, terutama negara-negara nan terletak di kawasan Afrika Sub-Sahara.

Lalu, bagaimana perkembangan kasus HIV anak-anak pada masa sekarang? Mengkhawatirkan dan sangat memiriskan. Diperkirakan saat ini setiap harinya ada sekitar 3 juta orang meninggal sebab AIDS.

Dari jumlah tersebut, 500 ribu di antaranya ialah anak-anak berusia 15 tahun ke bawah. Dengan kata lain, hampir 20 persen persen penderita HIV nan meninggal global ialah anak-anak.

Ditemukan pula data memiriskan lainnya, yaitu setiap tahun ada 5 juta orang-terutama di negara miskin dan berkembang-yang terinfeksi HIV. Dari 5 juta orang itu, 700 ribunya ialah bayi dan anak-anak.

Adapun jika mengacu pada data tahun 2005 nan mencatat penderita HIV(AIDS) sebanyak 37.8 juta orang, maka anak-anak berusia di bawah 15 tahun sebanyak 2,1 juta anak-anak.

Fakta nan sangat mencengangkan bukan? Karenanya, anggapan bahwa ras manusia akan musnah sebab HIV bukan tanpa alasan. Tidak sekadar imbasan jempol belaka. Virus ini membunuh umat manusia nan dimulai dari orang dewasa (usia produktif) hingga anak-anak sebagai generasi penerus masa depan.



Penyebab Anak Terinfeksi HIV

Faktor primer bayi atau anak mengidap HIV ialah berasal dari ibunya. Sang ibu nan menderita AIDS berpotensi besar menularkan penyakit tersebut kepada anaknya. Baik itu pada saat mengandung, proses ketika melahirkan secara normal (melalui vagina), atau masa menyusui.

Darah atau air susu ibu merupakan medium nan sangat efektif bagi penyebaran HIV. Oleh sebab itu, seorang perempuan penderita AIDS cenderung akan melahirkan atau memiliki anak nan juga bernasib serupa dengan dirinya.

Selain penularan HIV dari ibu ke anaknya ((mother to child transmission), AIDS juga bisa diderita anak-anak nan terpapar jarum injeksi nan tak steril dan terinfeksi.

Proses transfusi darah nan tak sinkron mekanisme juga bisa menjadi penyebab anak-anak tertular HIV. Kasus seperti ini banyak ditemukan di negara miskin atau berkembang nan baku pelayanan kesehatan rumah sakitnya masih tergolong rendah.

Adapun faktor penularan HIV melalui interaksi seksual, walau amat sporadis terjadi tapi terkadang ditemukan pada anak nan usianya lebih tua. Anak-anak itu melakukan interaksi seksual dengan orang dewasa—baik secara sukarela atau dengan paksaan—yang menderita AIDS. Alhasil, virus penyakit mematikan itu pun menulari mereka.



Gejala Anak Pengidap HIV

Pemahaman akan gejala bayi atau anak nan mengidap HIV krusial buat diketahui. Ini dikarenakan semakin cepat diketahui bahwa anak mengidap HIV, maka semakin besar pula peluang anak tersebut buat terhindar dari kematian secara dini.

Dalam banyak kasus, ada anak-anak nan dapat bertahan hayati hingga mencapai usia dewasa sebab mendapat perawatan nan tepat. Meskipun gejala anak terinfeksi termasuk sulit buat dikenali, tetapi beberapa gejala berikut ini bisa dijadikan acuan buat bersikap waspada. Berikut gejala-gejalanya, antara lain:

  1. Berat badannya cenderung tak bertambah seperti pada anak nan sehat.
  2. Perkembangan kemampuan motorik halus atau kasar, seperti merangkak, berdiri, berjalan dan berbicara biasanya terhambat. Begitu pula dengan kemampuan mental nan lambat berkembang dibanding anak-anak seusianya.
  3. Punya riwayat penyakit nan berhubungan dengan sistem saraf, seperti ensefalopati HIV atau penyakit sebab kelainan di otak, kejang-kejang, prestasi jelek di sekolah, dan kesulitan berjalan sebab faktor koordinasi saraf kurang berfungsi optimal.
  4. Terserang atau mengidap jenis-jenis penyakit khas penderita AIDS, yaitu lymphocytic interstitialpneumonitis (LIP)/penyakit paru, toksoplasmosis, pneumocystis carinii pneumonia (PCP), diare kronik, infeksi jamur berat atau kandidiasis nan kemudian menimbulkan infeksi mulut dan tenggorokan serta diaper rash(ruam popok).
  5. Menderita berbagai penyakit sebab infeksi nan lazim terjadi pada anak-anak namun dalam taraf parah. Infeksi ini seringkali mengkibatkan terjadinya pneumonia, kehilangan cairan tubuh berat, kejang, pilek kronis dan masalah lain nan membuat anak kehilangan nutrisi tubuh dalam jumlah besar.

Waktu buat mendiagnosis apakah anak mengidap HIV atau tidak, seringkali sulit dilakukan pada bulan-bulan awal kelahirannya. Karena pada masa itu, anak pengidap HIV tak menunjukkan gejala penyakit AIDS .

Setelah satu atau dua tahun kehidupannya, gejala AIDSmulai terlihat jelas. Namun jika gejala AIDS sudah jelas terlihat, asa hayati bayi atau anak buat berusia panjang menjadi semakin kecil.

Karena itu, buat mengantipasi agar HIV tak berakibat fatal pada kehidupan sang anak, maka perlu dilakukan inspeksi laboratorioum. Terutama pada bayi nan ibunya mengidap HIV, secepat mungkin dilakukan uji antibodi HIV.

Untuk saat ini, bayi usia di bawah enam bulan sudah dapat langsung menjalani inspeksi laboratorium. Melalui tes PCR (polymerase chain reaction), bayi bisa diketahui mengidap HIV sejak dini sehingga segera mendapatkan perawatan nan tepat.



Bisakah HIV pada Anak Disembuhkan?

Penyakit HIV (AIDS) memang belum ditemukan penyembuhnya, baik pada orang dewasa atau anak-anak. Namun pada awal tahun 2013, sekelompok ilmuwan di Amerika Perkumpulan memublikasikan suatu terobosan besar dalam global kesehatan berkaitan dengan AIDS pada anak. Para peneliti tersebut menyatakan bahwa mereka sukses menyembuhkan seorang bayi nan sebelumnya terinfeksi HIV.

Bayi itu lahir dari seorang ibu di Mississippi nan mengidap AIDS, dan kemudian menulari bayinya. Beberapa jam setelah kelahiran, terapi bagi bayi malang tersebut mulai diberikan.

Sang bayi mendapatkan campuran dari tiga jenis obat nan bersifat anti-retroviral. Terapi pemberian obat lalu dilanjutkan beberapa bulan setelah pengobatan pertama dilakukan.

Pengobatan kepada sang bayi ternyata menunjukkan hasil menggembirakan. Setahun setelahnya bayi itu dinyatakan sembuh dari AIDS, dan di dalam tubuhnya tidak lagi ditemukan virus mematikan tersebut.

Kini, sang bayi telah berusia dua setengah tahun dengan kondisi fisik nan sehat tanpa mendapatkan perawatan atau pengobatan bagi penderita AIDS. Memang, temuan menggembirakan ini belumlah final. Masih dibutuhkan serangkaian tes dan uji medis buat menegaskan hasilnya.

Tetapi, temuan tersebut setidaknya membuka asa bagi bayi atau anak-anak pengidap HIV nan kini berjumlah jutaan. Ancaman kehancuran umat manusia pun bisa dihindarkan.