Renungan Kecil tentang Pernikahan Dini

Renungan Kecil tentang Pernikahan Dini

Pernikahan usia dini memang menimbulkan perdebatan sampai sekarang. Para agamawan, psikolog, kalangan medis, sosiolog, sampai pemerintah, terus saja berbicara soal masalah nan masih banyak ditemui di masyarakat ini. Ada nan pro, banyak juga nan memilih kontra.

Sejak kasus Syeh Puji nan menikahi Lutfiana Ulfa, gadis 12 tahun menjadi warta primer diberbagai media beberapa waktu lalu, 'masalah klasik' ini ramai lagi dibicarakan.



Pernikahan Dini dari Berbagai Sisi

Menurut Undang-undang perkawinan, seorang laki-laki boleh menikah kalau sudah mencapai usia minimal 19 tahun, sementara pihak perempuan minimal 16 tahun. Kebijakan nan diatur negara ini sudah melewati banyak pertimbangan sebelum disahkan. Secara fisik dan psikologis, usia-usia itu ialah batas minimal seseorang dapat memikul sebuah tanggung jawab nan lebih besar.

Sementara pertimbangan dari sisi medis, pernikahan usia dini dapat merugikan pihak perempuan. Kondisi rahim perempuan usia dini masih belum cukup kuat buat melahirkan anak. Sementara menurut ahli sosiologi, pernikahan usia dini dapat lebih memicu konflik keluarga. Ini disebabkan usia pasangan suami istri nan masih labil, belum matang secara pikiran, dan penuh emosi.

Dalam prakteknya, banyak ditemui praktik pernikahan dini di pedesaan, dan kondisi mereka baik-baik saja. Para sosiolog berpendapat, itu sebab masalah kultur nan tertanam kuat dalam masyarakat desa, dan belum tentu terjadi pada masyarakat perkotaan nan punya kultur berbeda.



Pernikahan Dini Sinkron Agama?

Biasanya, pernikahan usia dini dilaksanakan sebab faktor agama. Banyak masyarakat pedesaan nan menilai daripada anaknya bertingkah macam-macam, lebih baik dinikahkan saja. Dalam Islam sendiri, salah satu syarat menikah ialah jika sudah berusia baligh, yaitu jika laki-laki sudah mengalami mimpi tanda dewasa, dan pihak perempuan sudah mengalami menstruasi pertama.

Dari bentuk alasan itu, sudah jelas alasannya keluar dari makna agama, sebab Agama tak menganjurkan pernikahan berdasarkan praduga akan nasib seseorang kelak. Alasan pernikahan dalam agama sendiri sudah jelas, yakni menebar cinta kasih, dan mempertahankan pernikahan itu sendiri, sehingga membuat kondisi pernikahan rentan pada perceraian, jelas jelas bukan dari agama.

Walau secara harfiah, mereka berdua sudah dinilai dewasa semisal dalam Islam sebab sudah berhak mendapat pahala dan dosa. Sementara tujuan pernikahan dalam Islam sendiri ialah menghindari zina dan meneruskan keturunan. Tentu menikah diusia muda pun dalam kacamata agama, tak menjadi masalah dalam pengertian boleh tapi tak di anjurkan.

Pernikahan usia dini nan sering muncul dalam masyarakat akhir akhir ini ialah pernikahan sebab 'kecelakaan'. Misalnya, pihak perempuan hamil diluar nikah dengan pacarnya. Ini lantas nan membuat kedua pihak keluarga menikahkan anak mereka.

Para sosiolog mencermati masalah ini dari sisi kontrol dan peran orang tua nan minim. Sementara kalangan agamis menentang keras praktek ini. Anda memilih perspektif nan mana?



Renungan Kecil tentang Pernikahan Dini

Kalau di pikir pikir sebagian besar pasangan muda merasakan hal nan sama tentang menikah. Cinta terjadi seketika dan tiba-tiba Anda telah menemukan satu-satunya orang nan Anda siap buat menghabiskan seluruh hayati Anda. Interaksi nan sehat langka dan kemungkinan mereka berubah menjadi pernikahan nan sukses bahkan jarang. Dewasa muda saat ini takut mengambil menyelam besar.

Bahkan ketika dewasa mencapai 30-an awal mereka, mereka masih tak konfiden apa nan harus dilakukan tentang pernikahan. Usia nan tepat buat menikah ialah salah satu topik nan paling dicari di Internet, sebagai pasangan nan memberikan pernikahan kursi belakang benar-benar ingin tahu waktu nan tepat buat menikah.
Ada juga string kedua nan inheren pada semua ini, pasangan muda dan berpendidikan jatuh cinta. Tapi cinta tak cukup.

Departemen agama menguraikan masalah nikah muda sebab cinta semata melahirkan pasangan pasangan labil, di mana taraf cerai dari tahun pertahun naik seratus ribu kasus, menjadi 2 juta kasus perceraian, dan nan bercerai di penguasaan oleh pasangan muda.

Akhirnya kita paham bahwa Remaja menikah di usia muda buat lari buat menjalani kehidupan mereka dengan cara mereka sendiri. Mereka tak menyadari kompleksitas dan tanggung jawab bahwa pernikahan itu sakral.

Mereka hanya bahagia berada satu sama lain dan mereka lupa bahwa hayati lebih dari cinta dan asmara. Ini tentang menyadari pentingnya setiap kehidupan lainnya. Tidak ada usia nan tepat buat menikah, jika Anda bertanya penulis. Itu semua tergantung di mana Anda berada dalam interaksi Anda dan Anda siap buat menerima tanggung jawab dan lain dari Anda sendiri.



Hak dan Harga Diri

Sebagian besar interaksi di global ini didasarkan pada fantasi daripada kenyataan. Global terkejut ketika baru-baru ini bintang rock Avril Lavigne mengumumkan perpisahan dari suaminya setelah menikah tiga tahun. Dia menyadari bahwa dia hanya 21 dan dia mengambil keputusan besar dalam hidupnya di usia sangat muda.

Tidak hanya itu, ada banyak perceraian high-profile seperti Britney Spears, dan banyak pasangan muda selebritis lainnya.
Meskipun kita paling percaya bahwa menikah pada usia 25 atau 30 nan sahih benar cocok, dalam arti membesarkan anak. Apabila menikah pada usia 30, ketika anak berusia 20 tahun, Anda tengah mencapai usia senja 50 tahun, usia nan dapat di sebut pensiun.

Sebagian dari kita akan menikah di kemudian hari. Sebagian dari kita akan menikah cepat dan beberapa dari mereka membenci topik buat komitmen dalam pernikahan, sehingga akan tetap bujangan dan perawan tua. Menikah ialah keputusan membingungkan bahwa kebanyakan dari kita takut buat mengambilnya. Dan lantas malah hayati menggantung, berpacaran. dan beberapa dari kita mengambil tanpa berpikir. Jika Anda memiliki pacar / pacar buat waktu nan lama, maka mudah sebab Anda merasa nyaman berkerja di perusahaan masing-masing tanpa ikatan dan Anda saling percaya. Banyak pasangan menikah hanya sebab mereka naksir satu sama lain dan mereka percaya bahwa ia / dia ialah seseorang nan istimewa.

Ya, menikah ialah krusial tetapi apakah itu wajib? Itulah pikiran mereka nan tak menikah. Pada akhirnya mereka sadar bila mereka sendiri, mereka tua sendiri. Mereka sepi sendiri. Dan tak ada nan dapat mengkritik mereka sebab buat apa, usia manusia sendiri merupakan kritik. Usia manusia nan beranjak ialah kritik hebat bagi mereka nan bahagia main main dalam hidup, dan tak berupaya buat mencari pasangan. Dan memiliki keturunan nan kelak dapat menjaga dirinya.

Pada akhirnya pernikahan usia dini, maupun pernikahan usia lanjut sama sama sesatnya. Yang pertama dengan alasan bahwa jiwa manusia tak dapat di paksa matang. Yang kedua di kasrenakan bahwa menikah di usia lanjut, dengan demikian mengurangi bekal dan daya tahan hak tubuh Anda sendiri dalam hari hari nan pernah di buang sia sia demi harga diri.