Pantai Parai Tenggiri

Pantai Parai Tenggiri

Pasti Anda pernah menonton film Laskar Pelangi. Film tersebut mengisahkan sulitnya kehidupan anak-anak di Pulau Bangka Belitung . Padahal Pulau Bangka Belitung ialah daerah penghasil timah nan banyak mendatangkan devisa bagi negara. Namun, melimpahnya sumber daya alam di Bangka Belitung nampaknya tak berbanding lurus dengan taraf kesejahteraan masyarakatnya.

Sebagian besar masyarakat selama bertahun-tahun masih hayati dalam kondisi nan memprihatinkan. Lapangan pekerjaan nan sulit, harga kebutuhan sehari-hari nan selangit, kondisi jalan rusak parah dan berlubag-lubang, banyaknya bangunan sekolah nan hampir rubuh dan sangat memprihatinkan, ialah kondisi konkret nan ada di Bangka Belitung selama lebih dari satu dasawarsa.



Provinsi Bangka Belitung - Perubahan ke Arah Perbaikan

Seiring waktu berjalan, perlahan-lahan kondisi seperti nan digambarkan di atas selalu diperbaiki. Untuk mempercepat perubahan ke arah pemugaran itulah bersama dengan pulau-pulau lain nan lebih kecil, seperti Pulau Lepar, Pulau Pongok, Pulau Mendanau, dan Pulau Selat Nasik, Bangka Belitung menjadi provinsi tersendiri nan terpisah dari Provinsi Sumatera Selatan seperti sebelumnya.

Berdirinya Provinsi Bangka Belitung ini bersumber pada Undang-Undang No. 27 Tahun 2000 tentang pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tanggal 21 November 2000. Provinsi Bangka Belitung terdiri dari Kabupaten Bangka, Kabupaten Belitung, dan Kota Pangkalpinang. Namun, saat ini Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah dimekarkan kembali hingga menjadi tujuh daerah taraf dua, yaitu Bangka, Belitung, Bangka Barat, Bangka Tengah, Bangka Selatan, Belitung Timur, dan Pangkal Pinang.

Setelah terjadi pemekaran, arus pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung perlahan namun niscaya mulai membaik. Terbukti, pada tahun 2007 pertumbuhan provinsi muda ini sekitar 4,54 persen dari sektor migas dan pertumbuhan ekonomi non migas sekitar 5,37 persen. Angka tersebut sudah lebih baik bila dibandingkan pada tahun 2006.

Nilai PDRB di tahun 2006 dengan migas ialah Rp 9.053.906 juta, dan pada tahun 2007 meningkat menjadi Rp 9.645.062 juta. Sementara itu, tanpa migasnya menjadi Rp 9.257.539 juta. Besarnya surplus neraca perdagangan tahun 2007 sebesar 1.232,85 juta dollar AS atau naik sebesar 18,13 persen.



Sektor Wisata - Sisi lain Bangka Belitung nan Unik

Ada banyak keunikan loka dan budaya di Bangka Belitung nan bisa dijual sebagai komoditi wisata, seperti estetika pantainya dan keunikan budayanya. Daerah Bangka Belitung nan kental dengan suasana pantainya tentu menyimpan potensi pariwisata nan cukup menjanjikan, yaitu sebagai berikut.



Pantai Parai Tenggiri

Ada banyak pantai yang latif di Bangka Belitung ini, terutama di Pulau Bangka. Karakteristik khas pantai nan ada di Pulau Bangka ialah topologinya nan landai dengan ombak nan besar dan banyaknya batuan vulkanik berukuran besar nan berserakan. Pasirnya pun halus dan lumayan bervariasi, ada nan berwana putih bahkan ada nan berwarna kuning keemasan.

Beberapa pantai nan terkenal di Pulau Bangka Belitung antara lain Pantai Parai Tenggiri. Pantai ini sudah dikenal bukan saja oleh wisatawan lokal, tetapi juga telah dikenal oleh wisatawan mancanegara.

Sungguh eksotis. Di samping itu pantai nan terletak di daerah Matras, Sungailiat ini juga sudah dilengkapi dengan wahana akomodasi nan baik. Di antaranya hotel, wisma, losmen dengan berbagai ukuran dan fasilitas, seperti outbound dan olah raga air.



Perayaan Kongian

Selain wisata laut Bangka Belitung masih menyimpan keunikan lainnya, seperti seremoni tahun baru Imlek nan disebut konyan atau kongian dalam dialek Cina Hakka. Seperti nan telah ditulis sebelumnya, daerah Bangka Belitung ini memang sejak lama telah didatangi oleh orang dari berbagai macam etnis, termasuk Cina. Orang-orang Cina Hakka ini walaupun telah berada di Bangka Belitung, namun tetap menjaga kelestarian budayanya seperti seremoni Imlek etnis Hakka ini. Menurut keyakinan mereka, seremoni kongian ini ditujukan buat merayakan datangnya musim semi.

Namun, pada saat musim semi tiba, datanglah hewan buas dari bahari dan gunung datang mengganggu mereka. Hewan buas pengganggu tersebut ialah " ngian " nan disimbolkan dengan barongsai . Untuk bisa mengalahkan ngian ini, para penduduk mengenakan baju serba merah sambil menciptakan kebisingan dengan membunyikan berbagai alat musik serta petasan. Seremoni kongian ini hanya ada di daerah nan penduduk etnis Cinanya masih keturunan suku Hakka, seperti di daerah Bangka Belitung ini.



Perang Ketupat

Setiap memasuki tahun baru Islam tepatnya pada tanggal 1 Muharam, penduduk Bangka Belitung merayakannya dengan mengadakan tradisi unik nan diberi nama "Perang Ketupat". Perang ketupat ini diselenggarakan di Pantai Tempilang, Kabupaten Bangka Barat. Para penduduk bersiap-siap menyambut tamu nan akan datang dengan membuka pintu rumah nan lebar agar para tamu masuk ke rumah mereka. Puncak acaranya ialah saat warga telah datang memenuhi Pantai Tempilang, lalu meriam dinyalakan pertanda Perang Ketupat dimulai. Setelah itu orang-orang akan saling melempar ketupat satu sama lainnya.



Kerkhof

Kerkhof ialah kompleks pemakaman orang-orang Belanda nan mati di Bangka Belitung. Mereka terdiri dari para tentara Perang Global II, pegawai pemerintahan kerajaan Belanda beserta keluarganya, atau ilmuwan nan datang buat meneliti. Total makam nan terletak di Kerkhof berjumlah 90 makam.

Makam tertua ialah milik Nyonya Irene Mathilde Ehrencron nan mati pada tanggal 10 Maret 1928, sedangkan nan paling baru tertulis tahun 1950-an. Makam nan terletak di Jalan Sekolah Kelurahan Melintang Kecamatan Rangkui Ini membuktikan bahwa Bangka Belitung merupakan daerah nan dianggap krusial dan strategis bagi Pemerintah Hindia Belanda.



Tokoh Nasional Asal Bangka Belitung

Di samping terkenal sebagai daerah penghasil timah, Bangka Belitung nan termasuk daerah terluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ini ternyata dikenal sebagai daerah nan banyak melahirkan tokoh-tokoh nasional. Padahal letak geografisnya jauh dari pusat kekuasaan dan pusat keramaian seperti Jakarta.

Memang Bangka Belitung berada di sebelah timur Pulau Sumatera nan dibatasi oleh Selat Bangka, sedangkan di sebelah utaranya sudah terhampar luas Bahari Cina Selatan. Jauh di sebelah timurnya ialah Pulau Kalimantan nan dibatasi oleh Selat Karimata. Di sebelah selatannya ialah Bahari Jawa. Namun, posisi Bangka Belitung nan tergolong daerah pinggiran tersebut justru membuatnya mudah mengakses informasi dan berhubungan dengan global luar.

Tidak mengherankan bila masyarakat Bangka Belitung sejak zaman Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit dulu sudah mengenal perdagangan Internasional. Adanya timah di Bangka Belitung juga menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat luar. Majemuk etnis, seperti Cina, India, Melayu, Jawa, Padang, dan lain-lain sudah sejak lama mendiami Bangka Belitung. Baik mereka nan datang sendiri maupun nan didatangkan oleh penguasa seperti ketika Belanda dan Inggris silih berganti menguasai Bangka Belitung.

Latar belakang itulah salah satu faktor nan membentuk karakter masyarakat Bangka Belitung secara generik menjadi orang nan tegas, keras, ulet, siap dengan perbedaan, mudah membaur, dan egaliter. Karakter tersebut tercermin dari para tokoh nasional nan berasal dari Bangka Belitung ini.

Di antaranya Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra (Mantan Mensesneg, Menhuham), Antasari Azhar. SH (Mantan Ketua KPK), Andrea Hirata (Penulis Novel Laskar Pelangi), KH Idham Kholid (tokoh NU), Idang Rasyidi (musisi), Prof. Dr. Djamaluddin Ancok (Guru Besar Psikologi UGM), dan Yan Juanda Saputra, SH, MH (Advokat).

Para tokoh tersebut dikenal sebagai orang nan ahli di bidangnya masing-masing dan telah mengharumkan nama Bangka Belitung sebagai daerah nan banyak menghasilkan tokoh nasional.