Upacara Manajah Antang

Upacara Manajah Antang

Orang Suku dayak sangat terkenal sangat kuat dan taat dalam memegang serta melestarikan budayanya. Meksi banyak nan sudah hayati di alam nan lebih modern, mereka tetap menghormati segala macam tradisi nan merupakan warisan dari para leluhurnya. Dalam waktu-waktu eksklusif mereka selau mengadakan upacara tradisional nan masing-masing punya maksud dan tujuan tertentu.

Upacara adat Suku Dayak ini sering dihubungkan dengan kehidupan religi mereka. Namun sekarang, selain buat menjalani tradisi turun temurun juga menjadi salah satu aset budaya nan dimiliki bangsa Indonesia.



Suku Dayak

Dayak merupakan nama nan diberikan oleh penduduk Borneo pada penghuni pedalaman nan tinggal di daerah Kalimantan. Masyarakat suku Dayak memiliki kesamaan nan berhubungan dengan kebaharian sehingga tak heran jika banyak hal pada suku Dayak selalu dihubung-hubungkan dengan sungai, seperti pemberian nama rumpun atau nama keluarga.

Berbicara soal rumpun, suku Dayak merupakan suku nan terklasifikasi ke dalam enam golongan rumpun, yakni rumpun Kalimantan, rumpun Iban, rumpun Apokayan, rumpun Murut, rumpun Ot Danum Ngaju, dan rumpun Punan.

Selain itu, suku Dayak juga memiliki lima kelompok bahasa nan oleh para linguis dianggap sebagai bahasa nan masing-masing memiliki kerabat di luar pulau Kalimantan. Lima kelompok bahasa tersebut ialah sebagai berikut.

  1. Barito Raya
  2. Dayak Barat
  3. Borneo Utara
  4. Sulawesi Selatan
  5. Melayik

Istilah "Dayak" sendiri secara etimologis sebetulnya masih diperdebatkan. Namun, kebanyakan para pakar budaya berpendapat bahwa kata tersebut dianggap sebagai nama nan lazim digunakan buat menyebut orang-orang non Muslim atau non Melayu nan tinggal di pulau Kalimantan.

Akan tetapi, hal tersebut hanya berlaku di negeri jiran saja sebab di Indonesia terdapat pula masyarakat Dayak nan menganut agama Islam.

Beberapa pakar berpendapat bahwa kata Dayak berasal dari kata "Daya" nan berarti hulu sungai atau pedalaman. Kata tersebut diserap dari bahasa Kenyah. Namun, ada juga pakar sejarah nan berpendapat bahwa Dayak berasal dari kata "Aja" nan bermakna orang pribumi asli.

Sementara itu, kata "Daya" sepertinya lebih dapat diterima oleh masyarakat sebab selain memiliki fonem nan dekat dengan nama suku Dayak Kalimantan tersebut, istilah ini juga dapat digunakan buat menunjukkan suku penduduk orisinil Sambas dan Pontianak nan berada di darat (daya). Artinya, istilah Dayak merupakan sebuah nama nan memang diberikan kepada penduduk orisinil Kalimantan Barat nan terdiri atas Dayak darat dan Dayak laut.



Jenis Upacara Adat Suku Dayak

Di antara upacara-upacara Suku Dayak nan ada, upacara adat suku Dayak nan masih sering dilaksanakan saat ini diantaranya adalah:



1. Upacara Manyanggar

Upacara adat Suku Dayak ini merupakan ritual nan dilaksanakan dengan tujuan agar terjadi harmonisasi antara kehidupan nan konkret dan kehidupan di alam gaib. Orang Suku Dayak percaya bila di alam ini bukan hanya manusia saja nan mendiaminya. Namun ada juga kehidupan lain nan tak kasat mata.

Agar dapat hayati berdampingan secara damai, maka perlu saling menghormati antara nan satu dengan nan lain. Dan bentuk penghormatan terhadap alam kehidupan nan lain itulah nan dinamakan upacara Manyanggar.



2. Upacara Kenyau

Ini merupakan jenis upacara tradisi sebagai bentuk penghormatan bagi anggota keluarga atau orang tua nan meninggal. Dalam upacara ini sering dilakukan penyembelihan binatang nan ditujukan buat arwah orang nan telah meninggalkan mereka menuju alam kehidupan nan lain.



3. Upacara Tiwah

Ini upacara tradisional nan berhubungan dengan orang nan sudah meninggal juga. Yaitu mengantar tulang belulang kerangka orang wafat menuju suatu rumah ukuran kecil nan memang sengaja dibuat spesifik buat menyimpan tulang orang meninggal. Nama rumah ini dinamakan Sandung. Upacara ini juga termasuk punya nilai religi nan tinggi, sebab banyak doa dan puja puji nan dipanjatkan.



4. Upacara Wadian

Sering juga disebut sebagai Balian atau Belian. Merupakan jenis Upacara Adat Suku Dayak nan bertujuan buat mengadakan pengobatan. Tradisi ini memakan waktu nan cukup lama, dapat sampai satu minggu. Dan selain pengobatan nan dipimpin oleh seorang tabib, juga dipertujukan tari-tarian khas Suku Dayak.



5. Upacara Laluhan

Dulunya upacara ini diselenggarakan buat menghadapi peperangan dengan suku lain. Meski sekarang sudah tak ada perang lagi, namun sampai saat ini masih sering diselenggarakan. Hanya tujuannya sudah berbeda, yaitu buat atraksi budaya dan seni. Ketika upacara diselenggarakan, seakan-akan ada puluhan orang nan datang melakukan serangan. Kemudian orang Suku Dayak terus bertahan.

Antara penyerang dan nan diserang saling berkelahi dengan menggunakan senjata-senjata tradisional nan ada. Dan sebab perkelahiannya tak terjadi sungguh-sungguh, maka bentuknya menjadi seperti tarian.



6. Upacara Nyobeng

Upacara ini juga masih ada hubungannya dengan orang nan sudah mati, namun tetap punya nilai keunikan tersendiri. Yaitu membersihkan kepala atau tengkorak orang nan meninggal sebab dipenggal. Namun tentu saja upacara memenggal kepalanya nan namanya mengayau sudah tak ada lagi. Walau diselenggarakan hanya sekadar simbolis saja.



Upacara Manajah Antang

Suku Dayak terkenal dengan keahlian dalam global mistiknya nan sangat kuat dan hebat sehingga tak salah jika masyarakat kita saat ini pun masih sangat segan jika berhadapan dengan suku Dayak. Salah satu ilmu nan sangat terkenal ialah Manajah Antang .

Manajah Antang biasanya digunakan oleh suku Dayak buat mencari seseorang nan menjadi musuh mereka. Walaupun si musuh itu bersembunyi di daerah nan tersembunyi sekalipun di mana orang awam tidak dapat menemukan, namun orang suku Dayak akan dengan mudah menemukannya.

Biasanya nan mereka gunakan buat menemukan musuh ini ialah dengan memanggil arwah para leluhur dengan perantaraan burung Antang . Burung itulah nan akhirnya menunjukkan loka persembunyian si musuh.

Mungkin jika pemerintah meminta tolong kepada suku Dayak buat mencari para koruptor kelas kakap nan menghilang, maka para koruptor itu juga akan segera bisa ditemukan dengan mudah melalui tradisi upacara adat suku Dayak nan satu ini.

Sayangnya, orang suku Dayak ini ialah orang-orang nan cinta damai sehingga hanya orang-orang nan benar-benar dianggap membahayakan suku mereka sajalah nan mereka anggap sebagai musuh.



Tradisi Mangkuk Merah

Jika keadaan suku mereka dalam kondisi nan membahayakan, maka sebuah mangkuk merah nan merupakan lambang persatuan akan segera beredar dari satu kampung ke kampung nan lain dengan sangat cepat.

Biasanya nan memutuskan buat mengedarkan mangkuk merah ialah seseorang tetua suku nan biasanya di panggil Pangkalima atau dalam Bahasa Indonesia disebut “Panglima”.

Hingga kini, masih banyak penduduk Kalimantan nan tak mengetahui siapa sebenarnya Panglima suku Dayak tersebut. Menurut cerita nan beredar, ia ialah manusia biasa saja, namun memiliki kekuatan gaib nan sangat hebat. Ia kebal terhadap berbagai jenis senjata dan bisa terbang. Panglima suku Dayak ini juga dikenal dengan nama Panglima Burung (Tjilik Riwut).

Tariu ialah upacara adat suku Dayak memanggil roh leluhur buat dimintai pertolongan dan sebagai pernyataan perang. Tarian biasanya dilakukan sebelum mangkuk merah diedarkan.

Mangkuk merah ialah mangkuk nan dibungkus dengan kain berwarna merah. Mangkuk merah nan terbuat dari tanah liat itu berbentuk bundar. Di dalam mangkuk itu berisi berbagai macam benda dengan maksud dan tujuannya masing-masing. Biasanya didalam mangkuk merah itu terdapat:

  1. Ubi jerangau merah ( acorus calamus ), nan melambangkan keberanian.
  2. Bulu ayam, nan dimaksudkan agar dapat terbang.
  3. Lampu obor dari bambu, sebagai suluh penerang.
  4. Daun rumbia buat bernaung.
  5. Tali simpul dari kulit kepuak nan menunjukkan lambang persatuan.


Ngayau

Tradisi ngayau merupakan tradisi perang antar-suku buat memperluas wilayah kekuasaan suku tersebut. Tradisi ini termasuk tradisi upacara adat suku Dayak nan kejam, sadis, dan mengerikan. Hal ini disebabkan oleh Norma buat memenggal kepala musuh lantas membawanya pulang ke kampung.

Saking sadisnya, zaman dahulu pun tak semua lelaki suku Dayak sanggup melakukan ngayau . Hanya mereka nan mentalnya kuat saja nan berani melakukannya.

Wanita suku Dayak di pedalaman menyukai lelaki nan dapat melakukan ngayau sebab lelaki tersebut dianggap jantan dan mampu melindungi pasangannya dengan baik.

Suku Dayak dahulu percaya bahwa dengan memenggal kepala musuh, arwah musuh tersebut tidak akan gentayangan dan mengganggu kehidupan mereka. Meskipun sadis, suku Dayak membatasi bahwa ngayau hanya boleh dilakukan kepada musuh lelaki. Adapun musuh perempuan dan anak-anak hanya boleh diperbudak tanpa diperlakukan dengan kejam.

Kini, tradisi ngayau sudah ditinggalkan oleh suku Dayak. Hal ini disebabkan oleh timbulnya keinginan buat hayati damai, tentram dalam kerukunan tanpa harus was-was akan penyerangan desa sebelah. Pencerahan ini diaplikasikan dalam kedap suku Dayak nan disebut dengan Kedap Damai Tumbang Anoi nan dilakukan tahun 1894.