Sejarah Cincin Nikah

Sejarah Cincin Nikah

Menikah ialah peristiwa nan membahagiakan bagi setiap orang. Banyak persiapan nan harus dilakukan menjelang hari senang ini. Selain undangan nan dibuat semenarik mungkin, cincin nikah tidak luput dari perhatian. Meskipun tak semua pasangan nan akan menikah merasa kalau cincin ialah hal terpenting.

Cincin nikah bukan lagi sesuatu nan tidak terjangkau. Anda dapat membeli atau memesan cincin nikah sinkron dengan budget yang sudah dipersiapkan. Cincin hampir selalu ada dalam pernikahan atau pertunangan. Cincin sudah menjadi tren global, tidak hanya sebagai perhiasan nan mempermanis jari tapi sudah menjadi simbol cinta nan abadi.

Tapi tahukah Anda tentang sejarah mengapa harus cincin nan muncul dalam perkawinan? Lalu mengapa si jari manis nan kebagian tugas menyandang cincin tersebut bukan si ibu jari atau jari tengah? Berikut penjelasannya.



Sejarah Cincin Nikah

Di banyak negara, seseorang nan sudah menikah bisa dilihat dari cincin nan sudah melingkar di jari manisnya. Saat ini kita menganggap cincin nikah ialah sesuatu nan biasa dan wajar. Tapi tahukah Anda bahwa cincin mempunyai sejarah panjang?

Sejarah tersebut dimulai dari peradaban Mesir kuno. Orang-orang Mesir antik memperkenalkan tradisi bercincin dalam sebuah pernikahan. Cincin tersebut belum terbuat dari logam-logam seperti saat ini. Cincin ini masih berupa jalinan semacam alang-alang dan papirus nan dipilin membentuk cincin lalu disematkan di jari.

Lalu kenapa cincin berbentuk lingkaran, bukan segitiga atau segi delapan dengan lubang di tengah? Pemilihan bentuk lingkaran bukan tanpa alasan. Lingkaran merupakan bentuk nan tak memiliki akhir, mewakili simbol keabadian.

Bentuk lingkaran melambangkan simbol dari matahari dan bulan nan mereka sembah. Orang Mesir antik memang mengawali penggunaan cincin pada sebuah pernikahan tetapi orang Romawilah nan bertanggung jawab menjadikan cincin sebagai sebuah simbol pernikahan.

Sejarah tersebut berlanjut kepada bangsa Yunani. Ini ketika bangsa tersebut menaklukkan Mesir di bawah pimpinan Alexander the Great pada tahun 332 sebelum Masehi. Cincin berbahan alang-alang atau akar hanya bertahan sebentar. Cincin berbahan dari rami merupakan awal dari alternatif pengganti tetapi kemudian berkembang kepada material nan lebih tahan lama seperti kulit, tulang atau gading gajah.

Setelah seni penempaan logam mulai berkembang, logam mengambil alih sebagai bahan pembuatan cincin. Pada awalnya pembuatan cincin nikah dengan bahan metal atau logam belum serapi seperti sekarang. Mereka sering menambahkan batu berharga nan disertakan pada cincin tersebut.

Sejarah penambahan batu mulia pada sebuah cincin pun mengikuti.
Penambahan material batu mulia pada sebuah cincin nikah bukan sekedar sebagai penghias tetapi mempunyai makna tersendiri. Kata