Arjuna

Arjuna

Mempelajari tokoh pewayangan dan wataknya , mampu memberikan citra tentang kehidupan manusia nan ada di global nyata. Karena dalam cerita wayang terkandung makna filsafat nan sangat tinggi nilainya. Sehingga, manusia dapat belajar dari kisah pewayangan buat mendapatkan pelajaran kehidupan agar pada nantinya manusia dapat menjalani kehidupan dengan baik.

Bagi masyarakat Jawa, citra tokoh pewayangan dan wataknya ini bukan hanya merupakan cerita dongeng semata. Kisah pewayangan merupakan cara nan dilakukan oleh para leluhur buat menyampaikan pendidikan tentang budi pekerti dan akhlak manusia. Di dalamnya, dibeberkan berbagai kisah nan mewakili watak-watak manusia. Termasuk pula, bagaimana akibat nan akan terjadi apabila manusia memilih buat meniru tabiat salah satu tokoh pewayangan tersebut.

Watak dari wayang itulah nan seringkali digunakan buat menganalogikan sifat seseorang di global nyata. Manusia nan getol melakukan rekaan dan memutarbalikkan fakta serta suka mempengaruhi orang lain buat berbuat jahat, dianggap mempunyai sifat seperti Sengkuni. Demikian pula, perempuan nan baik hati dan lembut hatinya, merupakan sosok nan memiliki sifat seperti Dewi Shinta, istri Rama nan diculik oleh Rahwana.



Arjuna

Salah satu tokoh wayang dianggap baik dan menjadi contoh panutan ialah Arjuna. Tokoh nan memiliki sifat protagonis ini merupakan salah satu sosok nan banyak diceritakan dalam kisah Mahabharata. Arjuna merupakan salah satu tokoh dari kelompok Pandawa nan diceritakan memiliki paras rupawan dan hati nan lembut. Itulah mengapa, seringkali dalam drama pewayangan, tokoh ini diperankan oleh seorang wanita.

Arjuna merupakan putra dari Prabu Pandu Dewanata, seorang raja penguasa Hastinapura nan lahir dari rahim Dewi Kunti. Dewi Kunti sendiri merupakan putri dari Prabu Surrasena, raja dari kerajaan Wangsa Yadawa di Mandura.

Arjuna dikenal memiliki interaksi dekat dengan Kresna, nan diyakini sebagai penjelmaan dari Batara Wisnu. Batara Wisnu turun ke bumi dengan menjelma sebagai Kresna bertujuan buat menyelamatkan bumi dari kejahatan. Begitu dekatnya interaksi Arjuna dan Kresna, sehingga Arjuna sempat melihat wujud semesta dari Kresna pada saat hendak terjadinya perang Bharatayuddha.

Dari Kresna pulalah, Arjuna mendapatkan ajaran Bhagawadgita atau Nyanyian Dewata. Bhagawadgita ialah sebuah wejangan kudus nan diberikan oleh Kresna kepada Arjuna pada saat hendak pecah perang Bharatayuddha. Wejangan tersebut disampaikan oleh Kresna sebab melihat Arjuna nan diliputi keragu-raguan buat menunaikan tugasnya sebagai ksatria dalam bertempur di medan peperangan.
Nama Arjuna, berasal dari bahasa Sansekerta, nan artinya bersinar terang, putih, atau juga bersih. Makna nan dapat didapat dari nama tersebut adalah, nama nan mengandung kejujuran baik dalam penampilan atau juga pemikirannya. Arjuna memiliki julukan sebagai Kurusrestha, nan artinya keturunan terbaik dari Dinasti Kuru.
Arjuna sendiri memiliki sepuluh nama lain, nan didapatkan sebab berbagai peristiwa nan dialaminya. Misalnya, nama Dhananjaya, nan diperoleh sebab sukses menaklukkan semua raja ketika peperangan Yadnya Rajasuya, dan sukses mengumpulkan harta para raja tersebut.

Nama Wijaya sendiri diberikan kepada Arjuna sebab setiap kali menjalani peperangan, Arjuna selalu bertarung hingga pertarungan selesai. Dari setiap pertempuran nan dijalaninya, selalu saja meraih kemenangan. Masih ada delapan nama lain nan dimiliki oleh Arjuna nan diperoleh sebab ada kisah nan melatarbelakanginya.
Sebagai ksatria dari Pandawa, Arjuna memiliki kelebihan nan tak dimiliki oleh saudara lainnya. Kelebihan Arjuna ini ialah keteguhannya dalam memegang ajaran nan diyakininya. Arjuna merupakan pertapa nan sangat teguh dan mampu menghadapi semua godaan nan datang pada saat dirinya berada di pertapaan. Konsentrasinya dalam proses pengheningan cipta buat menyatukan serta memusatkan pemikiran kepada Tuhan, merupakan kunci baginya buat melalui semua godaan duniawi.
Kelebihan Arjuna lainnya ialah kemauannya buat selalu belajar. Meski berasal dari kasta bangsawan nan sudah dibekali dengan pendidikan, namun Arjuna tak lekas berpuas diri. Setiap kali memiliki kesempatan buat belajar, maka kesempatan itu akan diambilnya. Termasuk ketika harus belajar pada orang nan memiliki kasta lebih rendah darinya. Sifatnya nan ksatria, juga ditunjukkan dengan rasa tanggung jawabnya nan tinggi. Segala sesuatu nan sudah menjadi kewajibannya, akan dijalani meski harus menghadapi risiko berat. Salah satunya ialah ketika harus bertarung melawan raksasa nan akan mengganggu kerajaan Hastinapura.

Pada saat mendengar ancaman dari raksasa tersebut, Arjuna bergegas mengambil senjata panahnya. Karena Arjuna merasa bahwa mengusir raksasa tersebut merupakan kewajibannya sebagai ksatria dari Hastinapura. Meski buat itu, dirinya harus mengambil panah nan disimpan di kamar nan sedang digunakan Yudistira dan Drupadi buat bermesraan. Konsekuensinya, Arjuna harus mengalami pembuangan selama satu tahun sebab dianggap melanggar kesepakatan buat tak mengganggu Pandawa nan sedang bermesraan dengan Drupadi, nan merupakan istri dari lima orang Pandawa tersebut.

Sikapnya nan gagah berani dan selalu melaksanakan apa nan menjadi tanggung jawabnya inilah nan memikat para dewa. Sehingga, banyak dewa nan berkenan memberikan pusaka kepada Arjuna, seperti pusaka panah Pasupati dari Dewa Syiwa. Arjuna juga merima pusaka panah Ardadadali dari Bhatara Kuwera, Panah Cundamanik dari Bhatara Narada, serta Gendewa dari Bhatara Indra.
Meski disayang oleh para Dewa, tak membuat Arjuna arogan dan melupakan rasa sopan santunnya. Bahkan dalam peperangan nan kejam sekalipun, Arjuna tetap memiliki etika terhadap para lawannya. Termasuk ketika berhadapan dengan versus nan tak memiliki etika dan berperangai dursila sekalipun.
Hal ini ditunjukkan oleh Arjuna ketika dalam peperangan Bharatayuddha, berhadapan dengan Prabu Karna nan bengis. Dalam sebuah kesempatan, kereta perang nan ditunggangi oleh Karna terperosok ke dalam lubang. Peristiwa ini diyakini terjadi sebab adanya kutukan nan menimpa Karna.

Salya, nan merupakan kusir kereta Karna menolak buat membantu mengangkat kereta perang tersebut. Akibatnya, Karna terpaksa turun dari kereta dan berusaha mengangkat kereta tersesbut agar dapat kembali berperang. Melihat peristiwa tersebut, Arjuna menghentikan serangannya kepada Karna sebab etika nan dipegangnya. Mengingat, pada saat itu Karna dalam kondisi tak bersenjata, sehingga Arjuna merasa tak tega buat menyerangnya.

Melihat hal ini, Kresna berseru kepada Arjuna buat segera menyerang Karna nan sedang dalam keadaan tanpa senjata dan kereta perang. Hal ini sempat ditolak oleh Arjuna nan merasa bahwa tindakan tersebut jauh dari tabiat ksatria. Namun Kresna mengingatkan bahwa putra Arjuna, Abimanyu nan tewas di tangan Karna, juga dibunuh dalam keadaan tanpa senjata dan tanpa kereta.
Akhirnya, Arjuna mengarahkan senjata Panah Rudra nan tepat menghujam kepala Karna. Akhirnya, Karna pun meregang nyawa setelah kepalanya terpenggal oleh panah sakti dari Arjuna tersebut. Meski demikian, peristiwa tersebut tak mengubah pendapat bahwa Arjuna berbuat curang. Karena apa nan terjadi bukan semata sebab kemauan dari Arjuna buat menyerang Karna nan dalam keadaan tak bersenjata.

Selain itu, apa nan dilakukan Arjuna terhadap Karna merupakan pembalasan atas apa nan dialami Abimanyu, putra Arjuna nan dibunuh secara pengecut oleh Karna. Akhir kehidupan Arjuna sendiri terjadi pada saat Pandawa sedang melakukan perjalanan menuju Himalaya . Arjuna meninggal setelah kematian Nakula, Sadewa, dan Drupadi.