Story Telling dan Kegemaran Makan Sayur

Story Telling dan Kegemaran Makan Sayur

kwd]Story telling[/kwd] dalam bahasa Inggris merupakan adjektiva nan berarti terbiasa buat bercerita. Tentu saja dalam prosesnya terdapat pembiasaan secara monoton sehingga menjadi terbiasa. Story telling atau dalam tradisi masyarakat di tanah air lebih dikenal sebagai mendongeng ini, merupakan tradisi nan telah demikian mengakar.

Banyak hal nan dapat diperoleh melalui media story telling ini. Sebelum dapat membaca, sejak dulu orang tua telah membiasakan buat mendongeng sebelum sang anak tidur. Melalui story telling inilah ditanamkan nilai-nilai positif tentang kehidupan sehari-hari. Takjarang seorang anak buat pertama kali mengenal budi baik, suka tolong, hayati hemat, semangat kerja, justru melalui story telling ini.

Sejak duduk di bangku sekolah dasar bahkan sampai dengan sekolah menengah, aku paling bahagia kepada bapak dan ibu guru nan bahagia bercerita. Mata pelajaran nan disampaikan dengan media story telling ini terasa menempel dengan kuat dalam memori jangka panjang.

Saya termasuk nan malas menghafal sejarah terutama ketika harus menghafal angka-angka tahun kejadian. Tapi semua itu sirna ketika mata pelajaran sejarah disampaikan dengan cara bercerita. Dengan media story telling pesan moral dalam pelajaran sejarah menancap kuat.

Suatu hari ketika di sekolah dasar aku pernah ditanya cita-cita dan aku jawab bukan ingin jadi dokter atau insinyur seperti kebanyakan teman-teman, tapi cita-cita aku ingin pintar mendongeng (story telling). Guru kelas waktu itu hanya tersenyum dan mengatakan bahwa kalau ingin pintar mendongeng, maka harus rajin membaca.

Tahu apa nan terjadi setelah itu? Saya punya energi luar biasa buat belajar membaca. Kebiasaan bapak mendongeng sebelum tidur juga menjadi penyambung nan baik antara kegiatan di sekolah dan di rumah. Saya dapat menghafal kelahiran Nabi Muhammad Saw bukan dari guru agama di sekolah dan guru ngaji di madrasah, melainkan dari dongeng bapak nan kadang diselingi dengan nyanyian atau pupujian dalam bahasa Sunda. Inilah story telling nan telah dibiasakan sejak kecil.

Kebiasaan mendengarkan cerita baik di sekolah maupun di rumah, pada awalnya mendorong aku buat bercita-cita menjadi seorang nan pintar mendongeng. Seorang nan pintar bercerita di hadapan orang lain. Seorang story telling . Tapi ketika Norma membaca sudah tumbuh dan berubah menjadi kebutuhan, cita-cita menjadi seorang nan pintar bercerita mengalami pergeseran.

Kegemaran membaca lambat laun mendorong aku buat mengubah cita-cita menjadi seorang nan jago menulis dongeng, bukan story telling . Cita-cita ini tumbuh setiap membaca buku cerita, majalah, buku-buku pelajaran di halaman depan selalu ada tiga tulisan nan menarik perhatian aku yaitu judul cerita/buku nan biasanya ditulis di tengah-tengah, tulisan nama seseorang di bagian atas kiri atau kanan sampul buku dan tulisan di bagian bawah.

Saya dapat dengan mudah membaca tulisan itu tapi belum sepenuhnya mengerti. Saya mencari tahu, dan ternyata, nama seseorang nan terdapat pada tubuh dongeng tersebut ialah nama pengarangnya. Membayangkan betapa hebatnya orang tersebut. Dan keinginan menjadi bagian dari global dongeng, entah story telling atau penulis dongeng, mulai muncul.

Melalui story telling banyak hal nan dapat disampaikan. Namun tradisi mendongeng itu telah banyak ditinggalkan ketika serbuan media televisi dan permainan elektronik menyerbu dari segala penjuru. Pada saat menonton film Hachiko nan dimainkan Richard Gere, aku seperti diingatkan akan suatu pengalaman hayati ketika seorang anak (cucu dari Prof. Wilson) sedang bercerita di depan kelas.

Thema dari story telling saat itu ialah tentang tokoh idola. Anak ini telah sanggup menghadirkan derai air mata dan rasa haru dari teman-temannya ketika ia bercerita tentang tokoh idolnya. Presiden kah tokoh idola cucu sang Profesor ini? Superhero kah ia? Peraih nobel kah? Atau justru sang cucu ini mengidolakan kakeknya sendiri nan jadi professor?Tidak! Cucu sang professor ini justru mengidolakan seekor anjing nan cerdas dan setia bernama Hachiko. Bukankah ini satu bukti bahwa melalui story telling dapat menjadi media buat pendidikan berkarakter ?



Model Story Telling

Berbicara tentang story telling atau menyampaikan cerita tidak hanya dapat disampaikan melalui kata-kata atau mendongeng, melainkan dapat pula melalui foto, gambar, suara atau bahkan gabungan dari semua itu. Dalam pendidikan desain komunikasi, cara bercerita atau story telling dengan menggunakan media selain kata-kata itu dikenal dengan visual story telling .

Sama seperti kata-kata, gambar, foto dan suara pun dapat bercerita dan sama-sama dapat menghipnotis penonton bila disampaikan secara efektif atau komunikasi efektif. Secara sederhana komunikasi efektif dapat dijelaskan sebagai upaya menyampaikan pesan kepada audiens secara tepat, dalam waktu nan tepat dengan cara nan tepat. Sehingga, sahih bahwa story telling dapat melalui berbagai media.

Visual story telling dalam desain komunikasi merupakan upaya buat memberikan citra secara visual. Citra secara visual ini harus mampu menjelaskan suatu cerita nan akan dikemas dalam sebuah produk multimedia. Kecermatan mengambil angle dan memilih bahan visual sangat diperlukan agar mampu menjelaskan cerita seperti apa nan akan dikembangkan dalam bentuk produk multimedia tersebut.

Di dalam visual story telling ini dikenal dengan dua model yaitu single image story telling dan photo sequence story telling . Sinkron dengan namanya single image story telling , maka visual nan dipergunakan ialah hanya terdiri dari satu image atau satu gambar, sedangkan dalam model photo sequence story telling terdiri dari beberapa gambar atau visual nan terangkai secara baik sehingga akan membentuk satu cerita tertentu.

Penyusunan visual nan baik dalam kedua media story telling tersebut dapat dites dengan menghilangkan atau mengganti satu image tertentu, apakah ceritanya menjadi berubah atau tidak. Bila dengan cara dipindahkan atau diganti dengan satu image eksklusif dan ceritanya menjadi berubah, maka penyusunan gambar tersebut telah baik.



Story Telling dan Kegemaran Makan Sayur

Banyak hal nan dapat disampaikan melalui story telling . Selain melatih dan membiasakan seorang anak buat berani bercerita, berani mendongeng di hadapan teman, guru dan orang tuanya, bagi seorang anak melalui story telling akan mendukung pendidikan berkarakter seperti nan telah menjadi fokus perhatian Departemen Pendidikan Nasional dewasa ini.

Lomba story telling nan diadakan secara berkelanjutan dan berjenjang, membuka kesempatan buat kembali memopulerkan Norma mendongeng di kalangan masyarakat nan belakangan telah tergantikan media audio visual modern.

Fakta bahwa banyak anak nan tidak bahagia makan sayur menjadi problem bagi orang tua. Ini dapat menjadi "ladang" bagi para story telling . Dalam sebuah iklan, ada seorang anak nan tak getol makan sayur,