Teknologi Komputer dan Pengaruhnya Terhadap Bahasa

Teknologi Komputer dan Pengaruhnya Terhadap Bahasa

Di era globalisasi seperti saat ini, teknologi komputer bukanlah hal asing lagi bagi kita. Tak hanya orang dewasa saja nan memanfaatkan komputer, anak kecil zaman sekarang pun sudah ikut-ikutan menggunakan teknologi nan satu ini.

Komputer sendiri ialah teknologi kreasi manusia nan pada dasarnya ialah buat menyimpan dan mengolah suatu data informasi. Dalam kehidupan sehari-hari saat ini, komputer ialah barang nan sangat penting. Hampir semua kantor, instansi pemerintahan, bahkan sekolah pun sudah memakai teknologi komputer.



Teknologi Komputer dan Siswa Sekolah

Mungkin Anda akan bertanya-tanya tentang pentingnya pendidikan komputer pada siswa sekolah. Bagi siswa sekolah menengah atau atas, mungkin komputer sudah wajib buat mereka pelajari. Hal ini dikarenakan sudah banyak sekolah-sekolah menengah dan atas nan menerapkan pengerjaan suatu tugas dengan menggunakan komputer.



Bahasa Tereksploitasi Korban dari Teknologi Komputer

Teknologi komputer. Kata itu niscaya sudah sangat tak asing bagi Anda. Kemajuan teknologi komputer nan terjadi sekarang ini memungkinkan para penggunanya buat melakukan berbagai hal. Terutama di bidang teknologi komunikasi dan informasi.

Kebebasan memang menjadi salah satu hal nan ditawarkan oleh kemajuan teknologi, terutama kemajuan teknologi komputer. Dengan kemajuan tersebut, manusia dapat melakukan apapun dengan lebih cepat.

Kemajuan teknologi komputer pada akhirnya memungkinkan semakin canggihnya teknologi komunikasi. Komputer kini dapat menyuguhkan apapun kepada Anda dengan donasi internet. Sebuah jaringan mendunia nan memudahkan manusia melakukan apapun, terutama komunikasi.

Kemudahan berkomunikasi memang sudah agunan nan terlahir dari kemajuan teknologi komputer. Lalu, apakah kemajuan tersebut lantas hanya melahirkan hal-hal baik? Jika ya, maka hal itu akan terasa naif.

Kenyataannya kemajuan teknologi komputer nan berhubungan dengan teknologi komunikasi juga menimbulkan sebuah permasalahan baru di masyarakat. Anggap saja itu sebagai masalah. Karena kenyataannya itu memang masalah. Sebuah masalah sosial nan berkaitan dengan bahasa. Pernah mendengar bahasa alay? Ya, tanpa sadar ragam bahasa itu lahir dari kemajuan komunikasi.



Teknologi Komputer dan Pengaruhnya Terhadap Bahasa

Kemajuan di bidang teknologi komputer sebagain besar turut serta dalam kemajuan dibidang nan lain, terutama teknologi informasi. Teknologi informasi mendorong “terciptanya” berbagai kenyataan sosial di masyarakat. Salah satunya nan paling dapat dikenali ialah penggunaan bahasa-bahasa “gaul” nan banyak “tersebar” di global maya.

Kaitan teknologi komputer dan kenyataan global maya memang seperti sebuah rantai. Keduanya saling terkait dan mengaitkan. Anda mungkin sudah tidak asing dengan istilah ‘Ababil’ atau ‘alay’. Agaknya semua tahu, mudah mendeteksi seseorang termasuk ke dalam kelompok ABG-ABG labil (Ababil). Salah satunya dari bahasa, baik gaya, lisan maupun tulisan. Tulisan-tulisan seperti ini banyak sekali terposting di internet.

Bahasa tulisan seperti itu paling gampang terlihat saat mereka mengetik kalimat di layar komputer atau telepon seluler. Tulisan direkayasa sedemikian rupa, dengan huruf besar-kecil (gAoL), kata-kata disingkat bebas kilat semaunya (rmhx: rumahnya), menggunakan ejaan tidak lazim (B3b4s: bebas). Entahlah, kenyataan seperti itu memang ikut mewarnai kemajuan teknologi komputer khususnya internet belakangan ini.

Bahkan, gaya bahasa nan terlahir dari kemajuan teknologi komputer dalam hal ini internet pun merambah ke global lisan. Secara lisan, gaya berbicara (bahasa lisan) mereka dominan kental aksen ‘Jakarta’ seperti: penggunaan kata gue, elo, dan sebagainya (Anda di antaranya mungkin sudah tahu).

Bayangkan, sungguh lelah harus susah-payah bertenaga membaca maksudnya. Sebetulnya, gaya bahasa kalimat nan disingkat-singkat itu muncul bermula dari istilah komputer, dari kemajuan teknologi komputer. Misalnya, PC, CD, dan CMIIW. Dalam teknologi komputer, ini bertujuan buat mengefektifkan aktivitas komunikasi. Teknologi komputer kini telah merambah ke berbagai sektor kehidupan, termasuk bahasa sehari-hari manusia.

"Sesuatu bahasa ialah hasil dari sejarah nan panjang mengenai kecerdikan, khayalan dan bahkan kedengkian manusia," (Peter L Berger).

Bahasa nan digunakan kini tengah tereksploitasi oleh membanjirnya berbagai istilah atau simbol-simbol bahasa nan bertendensi hegemonik, ekspansif, atau bahkan destruktif sehingga cenderung menjerat orang ke dalam teknik penindasan dalam jangka panjang. Yakni monopoli terhadap alat komunikasi. Dalam hal ini, memonopoli bahasa berarti memonopoli alat komunikasi terpenting. Teknologi komputer pun mau tak mau akan ikut terlibat.

Bahasa tak ditujukan secara netral pada manusia, objek, tempat, dan peristiwa, tetapi benar-benar merupakan suatu sikap. Artinya bahasa Ababil jelas menunjukkan sikap mereka sendiri. Maka, kata-kata nan digunakan oleh suatu komunitas atau komunikator bisa dipastikan juga mencerminkan sikap mereka terhadap suatu fenomena. Dalam kaitan ini, dapat melihat sekelompok anak muda ABG nan terombang-ambil dalam segala hal buat mencari jati diri.

Dalam ilmu psikologi, usia 14-18 tahun, manusia memasuki fase awal pencarian karakter, jadi ia masih gampang berpindah-pindah selera (labil). Secara tak langsung, teknologi komputer ikut berpengaruh dalam “memfasilitasi keababilan” mereka.



Teknologi Komputer – Bahasa sebagai Kontrol Sosial

Di dalam teknologi komputer , bahasa berubah fungsi menjadi instrumen bagi pemiskinan makna. Bahasa seharusnya tak hanya mengontrol apa nan harus dipikirkan oleh masyarakat, tetapi bahasa juga menjadi alat buat mengendalikan apa nan harus dipikirkan oleh orang terhadap fenomena nan ada dalam masyarakat itu.

Antara kata dan sikap muncul kesenjangan. Yakni ketika bahasa tak mencerminkan sikap saat itu sebuah bahasa kehilangan kredibilitasnya. Ababil dalam konteks ini, tidak konsisten memiliki sikap. Harus diakui, bahwa bahasa-bahasa labil ini banyak terlahir dari kemajuan teknologi komputer.

Dan, pemakaian bahasa seperti itu nan lahir dari teknologi komputer pun akan luntur kredibilitasnya di mata publik. Bahasa nan tampil akhirnya hanya sebagai slogan, simbol kosong nan lambat laun mengendap menjadi mitos bahasa Ababil. Bahasa nan ‘gampangan’. Mudah diciptakan, mudah pula dicampakkan.

Dalam teknologi komputer nan sudah sedemikian rupa, bahasa menjelma menjadi instrumen harmonik nan memangkas elemen-elemen kritis dari masyarakat. Sehingga terjadilah semacam involusi kreativitas (perluasan ke dalam) nan dengan perlahan tapi niscaya malah melunturkan basis nan menopang daya hayati kebudayaan.

Kembali ke anggapan semula, kontrol bahasa merupakan kontrol pikiran, Kontrol bahasa biasanya menuju dalam pembatasan penggunaan kata nan bersumber dari masyarakat.

Untuk maksud itu, bahasa dalam teknologi komputer juga harus distandardisasikan demi pemenuhan kebutuhan mesin pembangunan. Karena keterbatasan pikiran sebagian besar disebabkan keterbatasan bahasa, maka kata-kata kosong, tak penting, justru dibiarkan hayati dengan leluasa dan perkembangannya terus menyeruak.

Meminjam istilah Orwellian di balik ‘Pemabrikan Kesadaran’ (manufacturing consiousness), bahasa Ababil lebih lanjut bisa bersifat sangat jelek (pervasif) dibandingkan dengan nan lainnya. Bahasa nan telah mengalami polesan ini bisa menjadi instrumen dalam teknologi komputer bukan hanya sebagai menejemen informasi, tetapi juga manajemen pemikiran.

“Kami menghancurkan kata-kata, menghitungnya, ratusan kata, setiap hari. Kami memangkas bahasa sampai ke tulang-tulangnya. Mengapa? Tidakkah Anda lihat bahwa holistik tujuan bahasa baru ialah buat mempersempit batas pemikiran?” ujar Syme, sebuah karakter dalam novel Orwell, 1984.



Teknologi Komputer – Bahasa dan Pelecehan Bangsa

Fenomena bahasa Ababil, tak lain ialah teks nan secara sosial menjadi cermin aktualisasi diri bahasa batin ke dalam bahasa praksis nan banyak terdapat dalam kemajuan teknologi komputer. Ketika praksis tak sejalan dengan aktualisasi diri batin, nan terjadi ialah pelecehan terhadap pencerahan batin itu sendiri.

Karena itu pelecehan bahasa nan terjadi oleh para pelaku dari kemajuan teknologi komputer dalam hal ini kemajuan teknologi informasi internet, sama artinya dengan pelecehan terhadap prestise dan peradaban manusia itu sendiri. Ignas Kleden berargumen bahwa kecerdasan suatu bangsa mungkin akan diukur dari kecerdasannya berbahasa. Karena bahasa nan kabur sekaligus membuat dan menggambarkan pikiran orang mejadi kabur.

Apabila anak muda terbiasa menggunakan kata-kata dan istilah-istilah kosong terutama dalam memanfaatkan kemajuan teknologi komputer (teknologi internet) (umumnya dengan karakter aneh), maka pikiran orang itu terlatih buat tak bekerja.

“Menyalahgunakan kata-kata berarti memperlihatkan penghinaan terhadap manusia. Meruntuhkan jembatan dan meracuni sumber air. Inilah nan membedakan manusia terjerembab jatuh dari jalan evolusinya.” (Dag Hammarskjold).