Pertimbangan Membuat Cerita Online

Pertimbangan Membuat Cerita Online

Siapa sih nan tidak kenal internet? Dahulu, internet memang hanya menjadi santapan sehari-hari orang kota nan hayati di kota-kota maju atau mereka nan berpendidikan tinggi. Namun, sekarang internet menjelma menjadi selayaknya ‘jajan’ pinggir jalan nan dapat dinikmati siapa saja. Apalagi kini didukung dengan majemuk merk ponsel nan dapat digunakan buat mengakses internet.

Hal ini ditambah lagi dengan biaya akses internet super murah nan ditawarkan berbagai produk sim card. Tentu saja, masyarakat Indonesia tambah dimanjakan buat berinternet ria, berfacebook ria, atau bertweeter ria. Tak jarang, beberapa di antaranya juga mengelola blog nan isinya mengenai berbagai aspek kehidupan, dari nan krusial sampai nan hanya sekedar iseng.

Dengan adanya kemajuan teknologi komunikasi khususnya internet ini, berbagai kebutuhan hayati juga seakan-seakan tersedia secara online. Tak perlu jauh-jauh membeli ini itu, tinggal online saja maka Anda akan menemukannya. Rupanya, hal ini juga sama halnya dengan ketersediaan informasi di global maya. Mulai dari berita, iklan, hingga ceritapun niscaya ada versi onlinenya.

Salah satu nan tengah menjadi sorotan kali ini ialah cerita online nan tengah marak beredar di global maya. Meski berfungsi sebagai hiburan dan menyediakan majemuk informasi, rupanya cerita versi online ini juga berdampak pada aspek kehidupan nan lain. Lalu, seperti apakah kenyataan cerita-cerita nan tampil di global maya ini terjadi? Ini dia informasi selengkapnya.



Dr. Vannegar Bush dan catatan “As We May Think”

Apakah Anda mengenal Dr. Vannegar Bush? Namanya barangkali asing bagi sebagian besar orang nan pernah hayati di bumi. Namanya juga acap kali dilupakan oleh koleganya, penerus pekerjaannya. Dan ini ialah dampak dari pendapatnya sendiri. Bahwa manusia membutuhkan data jauh sebelum manusia itu harus mengenal dirinya sendiri.

“Manusia harus membangun peradabannya sendiri nan begitu rumit. Dan harus memesinkan segala catatan, sebagai bagian dari eksperimentasi nan harus disimpulkan logis, di mana tak harus terkendala dengan ingatan pendeknya sendiri.”

Tulis Vannegar Bush, dalam catatan pendeknya di majalah The Atlantic Monthly pada Juli 1945, nan berjudul “As We May Think/ Sebagaimana nan kita hendak pikirkan.” Catatan pendeknya itu, judulnya saja merupakan klarifikasi dari tingkah laku nan selama ini melanda generasi kelahiran 60 dan seterusnya. Menulis cerita online atau bercerita versi online.

Walau catatan pendek itulah nan kelak melahirkan internet. Namun, prinsip gagasan nan dia utarakan dalam catatan itu, telah menjelaskan banyak hal. Telah memprediksi tingkah laku para onliner. Sisi gelapnya. Sisi narsistiknya. Sisi pencerahannya (bila ada).

Karena kegiatan online, dari semenjak pertama kali dilakukan melalui fasilitas Arpanet/ intranet. Sampai dengan www, melalui brose engine viola, mosaic, netscape, sampai dengan mozzila, dan chrome, selalu menyediakan cerita dibalik cerita.



Cerita di Balik Cerita

Cerita nan beredar di global maya seakan-akan memiliki sebuah kekuatan buat merubah suatu asumsi dan kehidupan seseorang. Tiba-tiba kisah hayati seseorang nan bukan tokoh menjadi begitu penting, tiba-tiba Sinta dan Jojo jadi selebritis, tiba-tiba Anne Ahira menjadi remarkable, tiba-tiba pada suatu pagi seseorang wajib update status dirinya di jejaring sosial. Apa nan diceritakan? Apa ceritanya? Adalah cerita dari balik cerita.

Sebuah penutup tanpa awal cerita. Sekonyong-konyong langsung jadi. Bak untuk nasi goreng tanpa digoreng. Cerita online, langsung dari si pencerita tanpa mau tahu kondisi macam apa nan diderita pembacanya. Sama halnya seperti media massa. Tapi media massa terikat anggaran dan etika. Online tentu saja tidak. Kecuali buat beberapa pihak nan resmi dan memiliki tujuan buat menyampaikn cerita atau informasi nan akurat, nyata, fresh, dan kreativitas.

Kebohongan dapat jadi kebenaran. Blog-blog pribadi dapat muncul dapat hilang. Status personal nan telah menjadi admin dapat dikopi puluhan banyaknya. Setiap orang punya bukti diri berlipat ganda, melebihi batasan gender dan agama. Cerita-ceritapun dengan cepat dapat sampai ke dalam pikiran semua orang tidak terbatas waktu dan tempat.

Dapat dikatakan bahwa cerita versi online tak pernah memiliki awal dan akhir. Yang ada hanya epilog. Fungsi penutup ialah kesimpulan. Dengan cara itulah orang dapat nyaman membaca online. Namun, tentu saja ada bahayanya. Ada segerbong bahan peledak nan dapat menyusupi kisah-kisah online, meruntuhkan satu peradaban hanya dengan catatan pendek online di suatu sore sambil minum kopi. Mengutip Rasulullah SAW bahwa pena lebih tajam dari pedang.

Jika menyimak akhir catatan dari Vannegar Bush, dikatakan bahwa kegiatan manusia di rumahnya, dengan senjata pemikiran dan “online” dapat menjadikan manusia saling perang dengan senjata nan paling mengerikan. Yang menghasilkan rasa kehilangan harapan.

Ketakutan macam itu dijawab oleh negara, dengan undang-undang nan offline. Di Indonesia ada Undang-undang ITE. Seorang penulis online tak dapat lagi bersembunyi di balik anonimitas. Ya memang. Kehadiran online sukses mempermudah para tukang cerita nan bahagia membual habis-habisan.

Hanya dengan menulis cerita online saja, mereka dapat menjadi selebritas melebihi Oprah Winfrey. Namun, di saat bersamaan, mereka pun dapat menjadi targetman polisi setiap detiknya seperti raja gembong narkotik Joaquin Guzman. Semuanya ditentukan dari isi nan dibuat dan tujuan dibuatnya cerita tersebut.



Pertimbangan Membuat Cerita Online

Cerita-cerita nan tampil di global maya dapat berupa berbagai macam bentuk, mulai dari status, curhatan di blog, tulisan di berbagai situs-situs, atau berbagai hal lain nan berupa opini, fakta, pendapat, dan aktivitas sehari-hari. Untuk itu, menulis di global maya seharusnya juga memiliki kode etik nan sama dengan cara berpendapat atau bercerita di global offline.

Bisa jadi cerita nan berupa pemikiran-pemikiran hebat itu dengan mudahnya dicopy oleh banyak orang. Hal ini tentu saja seakan-seakan membuat “cerita asli” atau “ide asli” menjadi barang mahal nan sulit didapat sebab mudahnya mengcopy dan dicopy. Kasus lain nan lebih parah dapat juga berupa cerita-cerita nan menyinggung perasaan orang lain. Jika ditanggapi dengan serius, bukan tidak mungkin cerita versi online nan beredar di masyarakat dapat menyeret penulisnya ke ranah hukum atas tuduhan pencemaran nama baik.

Cerita nan terlalu mengumbar ‘privasi’ diri sendiri juga dapat berdampak buruk, terlebih buat status di facebook nan dapat dilihat oleh ratusan bahkan ribuan orang nan terdaftar sebagai teman. Kasus penculikan dan kenakalan remaja juga dapat disebabkan oleh cara mereka berinteraksi dan bertukar cerita di global maya.

Meski demikian, cerita versi online tak selau berdampak buruk. Ada beberapa laba nan didapat oleh si penulis baik mengenai kepuasan batin atau dapat mendapat jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dalam hayati nan belum terpecahkan. Namun, tetap saja akibat negatifnya juga perlu dipertimbangkan.

Dalam menulis berbagai hal di global maya, pastikan bahwa isinya tak menyinggung perasaan pihak lain nan membacanya. Jika ada masalah, lebih baik utarakan langsung pada orang nan bersangkutan. Tulisan-tulisan berisi pendapat nan menyinggung orang lain bukan hanya akan menimbulkan masalah baru, melainkan juga menambah persoalan semakin runyam.

Selain diperlukan dalam menulis cerita versi online, pertimbangan juga perlu dilakukan saat membaca cerita jenis ini. Jangan buru-buru percaya dengan cerita nan menghebohkan. Usahakan cek kebenaranya dengan melihat fakta-fakta nan ada dan informasi lain nan relevan.

Cerita nan beredar secara online tentu saja dapat menjadi sumber informasi nan bermanfaat jika dipandang secara positif. Meskipun tidak selalu berisi kebenaran, dapat saja menjadi inspirasi dalam menjalani kehidupan. Cerita online dapat menimbulkan akibat negatif atau positif, tergantung dari sudut pandang pembacanya dalam menanggapi dan menulis cerita tersebut.