Mistisme Ramalan Joyoboyo

Mistisme Ramalan Joyoboyo

Ramalan Joyoboyo terkenal juga dengan sebutan Jangka Joyoboyo. Ramalan ini cukup populer di Indonesia, khususnya bagi orang Jawa. Banyak hal nan terjadi modern ini nan dihubung-hubungkan dengan Ramalan Joyoboyo. Bahkan, kejadian di masa mendatang juga banyak nan masih didasari dari ramalan ini.



Ramalan Joyoboyo dan Sang Prabu

Prabu Joyoboyo memiliki gelar Maharaja Jayabhaya. Jangan coba menghafalkan nama lengkapnya, nan akan membuat kita mengerutkan dahi. Nama lengkap Raja Kediri tahun 1135-1157 ini ialah Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa.

Kerajaan Kediri nan dipimpinnya sering juga disebut Kerajaan Panjalu. Kerajaan ini beribukota di Daha, daerah di sekitar Kota Kediri modern. Joyoboyo merupakan raja nan dianggap terbesar nan pernah memerintah Kediri. Dia sukses menyatukan Kediri dengan Janggala, setelah mengalahkan kerajaan tetangganya itu. Kisah penaklukan itu dianggap seperti kemenangan Pandawa atas Kurawa dalam perang Bharatayudha nan disadur dari epos Mahabharata karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh.

Joyoboyo bagi sebagian orang Jawa juga dapat berarti mitos dan legenda. Dia dianggap titisan Bathara Wisnu. Dia juga disebut merupakan keturunan dari Prabu Parikesit, cucu Arjuna. Bahkan, ada nan menganggap ketika dia akan wafat, dia telah memeluk agama Islam. Namun dari semua mitos dan legenda itu, tak ada nan lebih terkenal dari ramalan ini.



Sang Penulis Ramalan Joyoboyo

Ramalan Joyoboyo nan dikenal sekarang ini ditulis oleh Pangeran Wijil I dari Kadilangu. Beliau ialah seorang pujangga sekaligus pangeran. Dia juga masih keturunan dari Sunan Kalijaga. Ramalan ini dikarang pada 1741-1743. Acuannya ialah Kitab Asrar gubahan Sunan Giri Perapan (Sunan Giri III) nan ditulis 1618 dan Serat Mahabharata karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh.

Ramalan Joyoboyo merupakan karya sastra nan cenderung diartikan secara mistis. Tidak ada bukti bahwa ramalan ini ditulis atau diucapkan langsung dari Prabu Joyoboyo. Dengan budaya tutur pada waktu itu, Ramalan Joyoboyo dianggap memang dituturkan Prabu Joyoboyo.

Hal ini ditegaskan dalam Kitab Asrar , nan mengatakan ramalan ini memang dibuat oleh Prabu Joyoboyo. Ramalan Joyoboyo juga dianggap sebagai karya sastra dengan penggunaan bahasa nan indah.



Mistisme Ramalan Joyoboyo

Ramalan ini sering dihubungkan dengan peristiwa terkini. Orang Jawa juga banyak nan menghubungkan Ramalan Joyoboyo dengan ramalan dari pujangga Surakarta, Ronggowarsito dengan ramalan Sabdapalon. Tokoh nan disebut terakhir ialah pamong dari Raja Brawijaya terakhir. Sedangkan mengenai ramalannya, lagi-lagi tak jelas keasliannya.

Banyak nan menganggap isi ramalan dan lainnya irasional. Mungkin menyindir sedikit dengan istilah Jawa, gothak gathik gathuk . Apa saja nan tertuang di dalam ramalan jika dicocok-cocokkan nantinya akan cocok sendiri. Padahal belum tentu pengertiannya memang seperti itu.

Ramalan ini banyak berisi tentang zaman kesusahan di Nusantara, khususnya pulau Jawa. Istilahnya, zaman kalabendu atau zaman edan. Di masa-masa ini disebutkan bahwa orang harus edan dan jahat, kalau tak mereka tak akan menemui kenikmatan. Ramalan Joyoboyo juga mencirikan apa saja karakteristik dari zaman kalabendu ini.

Dalam ramalan ini juga, syahdan berisi pemimpin Nusantara selanjutnya, nan digelari Noto Nagoro. Orang lantas menghubungkan dengan Sukarno dan dilanjutkan dengan Suharto. Acuannya, dua huruf di belakang nama Soekarno, yakni "no" dan dua huruf di belakang nama Soeharto, yakni "to". Dengan menggunakan pakem ini, selanjutnya presiden kita harusnya berakhiran huruf "na. Padahal, kita sama-sama tahu nama presiden ketiga kita bukan berakhiran "na". Ada sebuah bait syair nan berbunyi:

"pancen wolak-waliking jamana, menangi jaman edan, ora edan ora kumanan, sing waras padha nggagas."

Bait ini mungkin nan terkenal, selain dari Noto Nagoro. Isinya tentang sudah datangnya suatu zaman edan. Saat itu, orang nan tak ikut edan tak akan kebagian apa-apa. Sedangkan orang nan waras dan mampu berpikir sehat, tak peduli lagi dengan sekitarnya.

Ciri-ciri selain itu banyak nan disebutkan dalam Ramalan Joyoboyo ini, antara lain sering terjadi bencana, orang nan dursila bersuka-ria, keserakahan di mana-mana, pemimpin tak dapat dipercaya, orang jujur tak dihargai, kelaparan, banyak ingkar janji, dan terjadi segala macam keburukan nan dilarang Allah.

Semuanya serba terbalik dengan kebiasaan dan nilai nan dianut. Misalnya banyak wanita nan menjual diri, bekerja, dan melamar pria. Yang kuat menang dan nan lemah diinjak-injak. Semuanya serba buruk. Bahkan diramal juga bahwa Cina dan Belanda akan bekerjasama. Sedangkan orang-orang Jawa tinggal setengah, artinya sudah tak melaksanakan adatnya lagi.

Namun tak perlu khawatir. ramalan ini tetap memberikan harapan. Setelah zaman nan serba susah ini, tak lama kemudian akan muncul era keemasan. Ditandai dengan munculnya pemimpin nan adil.

Digambarkan orang ini memiliki wajah seperti Kresna dan berwatak seperti Baladewa. Kresna dalam global pewayangan digambarkan memiliki tampang nan jenaka namun cerdas. Sedangkan tabiat dari Baladewa ialah tegas dan setia kepada kebenaran.

Ratu adil ini menggunakan panduan dari Wedha dalam menjalankan kepemimpinannya. Bahkan ramalan ini menggambarkan dari mana asal dari pemimpin adil ini. Dia berasal dari kaki Gunung Lawu sebelah timur. Dia orang nan sederhana namun bisa menyelesaikan segala permasalahan.

Ramalan ini akan banyak dihubungkan dengan ramalan Ronggowarsito atau juga ramalan Sabdopalon. Sabdopalon dan kawannya Nayagenggong juga sering disebut dalam ramalan ini.

Ramalan Ronggowarsito, sebagaimana Joyoboyo, juga akan meramalkan munculnya ratu adil setelah zaman nan susah. Namun ratu adil ini akan didului oleh Satrio Pembuka Gerbang, yaitu pemimpin nan mempersiapkan rakyat Indonesia ke pada masa kegemilangan.

Sedangkan Sabdapalon, dianggap merupakan seorang punakawan, seorang Semar. Jadi dia nanti akan muncul mendampingi ratu adil, memimpin Nusantara di masa kegemilangan.



Menariknya Ramalan Joyoboyo

Ramalan ini sangat melegenda di sebagian rakyat Indonesia. Dalam melihat fenomena, sering dihubungkan dengan ramalan ini. Khususnya ialah kenyataan di global politik, sosial, dan alam di Indonesia. Banyak nan memandang masa depan juga menggunakan ramalan ini.

Misalnya ramalan pemimpin Nusantara dalam bentuk Noto Nagoro tadi. Ramalan ini sangat terkenal pada masa kepemimpinan Sukarno dan Suharto. Wajar saja, sebab masih dianggap cocok. Namun setelah Habibie jadi Presiden, ramalan ini kurang terdengar lagi.

Walau memang masih ada nan mengotak atik. Misalnya, Habibie merupakan presiden sementara, jadi tak dihitung. Abdurrahman Wahid, dianggap cocok jika mengacu huruf "n" pada Noto Nagoro. Sedangkan Mega dianggap mewakili dari huruf "a". Kenapa hanya satu huruf? Karena masa kepemimpinan mereka nan pendek. Sedangkan huruf "g" akan memenuhi buat nama Susilo Bambang. Namun sekali lagi, semua itu terkesan dipaksakan, gothak gathik gathuk .

Fenomena zaman edan juga akan menarik buat dilihat. Dengan ciri-ciri zaman edan nan disebutkan, sungguh memang dapat banyak ditemui saat ini. Namun kesusahan sudah dialami kakek moyang kita sejak zaman ramalan ini ditulis. Kita tak dapat mengatakan bahwa zaman sekarang ini lebih edan daripada zaman penjajahan Belanda dan Jepang.

Pada setiap masa, orang di dalamnya banyak mengklaim bahwa mereka sedang dalam keadaan zaman edan. Maka dari itu, banyak orang nan sempat ditunjuk menjadi ratu adil. Misalnya Pangeran Diponegoro, Sukarno, bahkan Suharto pada awal kepemimpinannya. Kebetulan mereka semua memang berasal dari seputar Gunung Lawu. Hal ini membuat ramalan seperti pembenaran dan asa bagi situasi bangsa di masa tertentu.

Ramalan Joyoboyo juga akan menarik jika dilihat dari segi ideologi dan keotentikan. Tidak ada nan dapat memastikan bahwa ramalan ini memang orisinil ditulis dan dituturkan oleh Prabu Joyoboyo. Sabdapalon dan Noyogenggong nan sering disebut dalam ramalan ini, hayati ratusan tahun setelah masa hayati Prabu Joyoboyo. Sedangkan orang Belanda tentu belum ada ketika masa Joyoboyo. Ramalan ini juga menggunakan kata Allah, nan dekat dengan Islam, di satu sisi, dan Wedha dan banyak dewa-dewa Hindu di sisi lain.

Bagi orang nan percaya, mungkin hal ini makin menunjukkan kelebihan visi ke depan dari Joyoboyo. Ramalan Joyoboyo dianggap tepat dan bijaksana. Namun tentu bagi masyaratat nan telah lebih rasional, kita dapat lebih kritis dalam setiap isi dari ramalan ini. Mungkin kita tak perlu terikat dengan membuatnya sebagai panduan setiap peristiwa, namun dapat diapresiasi sebagai karya sastra dan pedoman moral nan disusun oleh leluhur kita.