Rumah Joglo

Rumah Joglo

Rumah adat Bali sudah menjadi salah satu kekayaan budaya nan dimiliki oleh propinsi Bali. Keberadaannya menjadi salah satu karakteristik khas dari kawasan nan dijuluki sebagai pulau Dewata tersebut.

Hal ini selaras dengan keberadaan pulau Bali nan memang menjadi salah satu kawasan tujuan wisata primer di dunia. Keberadaan rumah adat Bali, menjadi sebuah daya tarik tersendiri yang

Dalam membuat rumah adat Bali sendiri, masyarakat memiliki anggaran khusus. Dengan demikian proses pembangunan rumah tersebut tak dapat dilakukan secara asal-asalan dan tanpa aturan.

Aturan nan dianut dalam proses pembuatan rumah adat bali tersebut dikenal dengan anggaran Asta Kosala Kosali. Hal ini didasarkan pada kitab kudus Weda, nan membicarakan masalah pembuatan dan tata letak ruang serta bangunan. Dalam masyarakat tradisional China, hal ini disebut dengan istilah Feng Shui.

Masyarakat Bali memiliki sebuah filosofi tersendiri terkait dengan proses pembuatan rumah adat Bali tersebut. Bagi masyarakat Bali, dinamisasi dalam kehidupan ini dapat diraih selaras dengan terwujudnya interaksi nan selaras antara aspek pawongan, palemahan serta parahyangan. Artinya, pawongan ialah aspek dengan sesama manusia, palemahan ialah aspek lingkungan loka tinggal dan parahyangan merupakan aspek ketuhanan.

Ketiga harmonasasi ini disebut dengan Tri Hita Karana dan harus berjalan seiringan. Ketiganya tak dapat saling meninggalkan dan sine qua non dalam proses pencapaian harmonisasi hidup. Dan falsafah ini demikian kuat inheren dalam keyakinan masyarakat Bali nan berimbas pada proses pembuatan rumah adat Bali nan harus menggunakan kaidah eksklusif tersebut.

Secara umum, banyak bangunan dan arsitektur tradisional di kawasan Bali nan dipenuhi dengan hiasan. Baik nan menggunakan ukiran, peralatan atau juga sekedar dengan proses pewarnaan. Berbagai macam hiasan tersebut memiliki makna eksklusif nan menjadi ungkapan estetika serta simbol dan juga media penyampai komunikasi. Bentuk dan keragaman hiasan tersebut mulai dari jenis fauna nan juga memiliki fungsi sebagai simbol ritual nan diwujudkan dalam patung.

Itulah mengapa, hampir di setiap sudut di kawasan Bali selalu dapat dijumpai berbagai macam simbol ritual tersebut. Mulai nan terletak di perempatan jalan, di bawah pohon besar, di lokasi nan dianggap memiliki makna spesifik hingga di berbagai kendaraan umum.

Keteraturan dan ketaatan pada simbol simbol inilah nan kemudian dibawa dalam proses pembangunan rumah adat Bali. Dalam menentukan arah rumah misalnya, masyarakat Bali masih menganggap krusial pada arah rumah tersebut akan menghadap nantinya. Sebab, hal ini terkait dengan kepercayaan dan kehidupan masyarakat Bali. Untuk beberapa hal nan dianggap memiliki nilai kekeramatan atau kesulian, diletakkan ke arah gunung. Hal ini mengingat sebab gunung merupakan benda nan dianggap memiliki kesucian pada masyarakat Bali.

Sementara buat hal-hal nan tak memiliki nilai kekeramatan atau kesucian, diletakkan menuju arah laut. Hal ini disebut dengan istilah kelod. Tujuannya ialah agar pada nantinya tak terdapat hal-hal negatif dari benda-benda tersebut.

Demikian pula dalam proses pembangunan pura, nan menjadi loka ibadah di Bali. Penempatan bangunan Pura ini, harus diarahkan menuju gunung atau Kaja. Hal ini sebab pura merupakan benda nan dianggap kudus dalam kehidupan masyarakat Bali nan mayoritas beragama Hindu.

Sementara buat bagian pura dalem atau kuil nan memiliki interaksi dengan masalah kematian atau pemakaman, arahnya dihadapkan menuju bahari atau kelod. Inilah nan menjadi salah satu sistem dalam proses pembangunan perumahan adat di Bali. Dimana segala sesuatunya selalu mengacu pada tuntunan nan diharapkan dapat menjadikan manusia terlepas dari segala masalah nan dapat timbul pada nantinya.



Rumah Joglo

Rumah Joglo juga menjadi salah satu rumah adat nan memiliki nilai seni tinggi. Selain itu, dalam pembangunan rumah tersebut, mengandung banyak nilai sosial dan budaya dan juga makna. Dari sisi teknologi, rumah joglo ini dipercaya memiliki kekuatan nan cukup tinggi terhadap guncangan gempa.

Bangunan rumah joglo ini mampau menciptakan interprestasi arsitektur Jawa nan menggambarkan ketenangan. Interprestasi tersebut muncul melalui konsep rumah jolgo nan menggunakan konstruksi atap kokoh dengan bentuk lengkungan pada setiap ruangannya.

Rumah adat joglo ini biasanya merupakan rumah peninggalan adat kuno. Sehingga pembangunan rumah ini masih memberikan nilai seni nan bermutu tinggi, selain dari nilai arsitekturnya nan tinggi. Nilai arsitektur ini merupakan perwujudan dari seni kebudayaan daerah sebagai bagian dari seni bangunan tradisional.

Joglo sendiri ialah kerangka bangunan primer dari rumah adat Jawa Tengah tersebut, nan terdiri dari soko guru berupa empat tiang primer dan pengeret tumpang songo, atau tumpang telu pada bagian atasnya. Struktur joglo ini, memiliki fungsi ganda. Yaitu sebagai penopang struktur primer rumah, juga menjadi tumpuan atap rumah supaya atap rumah bisa berbentuk pencu.

Dalam arsitektur bangunan rumah joglo ini, seni arsitektur ini memiliki fungsi ganda. Bukan hanya sekedar bertujuan buat meningkatkan kekuatan dan menambah keindahan estetika bangunan. Namun juga sebagai refleksi nilai serta kebiasaan masyarakat nan ada dalam lingkungan rumah tersebut.

Kecintaan manusia terhadap estetika serta pada sikap keagamaan mampu tercermin pada sistem arsitektur rumah bergaya joglo tersebut. Di bagian pintu masuk, terdapat tiga buah pintu dengan satu pintu primer dan dua pintu tambahan di sebelah kiri dan kanan. Makna dari pembuatan tiga pintu ini ialah bahwa pintu primer tersebut merupakan loka masuk bagi keluarga besar pemilik rumah tersebut. Sedangkan dua pintu tambahan menjadi loka masuk para keluarga besan apabila mereka nanti menikahkan anak-anaknya. Bentuk ini sering disebut dengan model kupu tarung.

Pada bagian dalam, disebut dengan gedongan. Loka ini difungsikan sebagai mihrab, nan ditujukan bagi imam ketika melaksanakan ibadah sholat berjamaah. Loka ini menjadi salah satu lokasi nan dianggap kudus serta sakral di tengah budaya jawa. Gedongan juga sering dijadikan sebagai loka tidur primer bagi anggota keluarga nan dihormati. Selain itu, loka ini juga dijadikan sebagai kamar pengantin ketika ada anggota keluarga tersebut nan menikah.

Pada ruang depan nan dibuat luas, ditujukan bagi para tamu nan terbagi menjadi dua bagian. Sebelah kiri buat tamu wanita dan bagian kanan buat tamu pria. Ruangan ini disebut jaga satru, dimana pada bagian depan pintu masuk terdapat sebuah tiang nan letaknya tepat berada di tengah ruangan. Tiang ini disebut sebagai soko geder atau juga tiang keseimbangan. Fungsi dari tiang ini ada dua. Yang pertama ialah symbol kepemilikan rumah dan fungsi berikutnya ialah buat media pengingat bagi para penghuni rumah terhadap keesaan Tuhan.

Pada bagian dalam rumah, ada empat tiang primer nan dikenal dengan sebutan soko guru. Lambing dari soko guru ini ialah empat hakikat kesempurnaan hayati nan juga dapat dimaknai sebagai hakikat sifat manusia.

Dengan konsep bangunan nan penuh dengan makna ini, rumah joglo bukan hanya mampu memberikan estetika dari sisi arsitekturnya saja. Namun dari sisi spiritual, rumah joglo merupakan media buat mengajak manusia buat selalu ingat kepada Tuhan sebagai Sang Pencipta.

Selain itu, nilai keindahan nan muncul pun cukup terasa. Hal ini dengan penggunaan beberapa pernik serta perabot rumah tangga nan mengesankan perbedaan makna kedamaian. Hal ini akan memunculkan fungsi dari rumah sebagai loka paling tepat buat beristirahat dan mewujudkan pepatah bahwa rumah ialah surgaku.