Buku-buku di Global Timur

Buku-buku di Global Timur

Tidak sulit rasanya buat menemukan buku-buku. Di mana pun kita berada selalu ada buku-buku nan dapat kita baca. Buku sebagai artefak nan nisbi awet dan mudah dibawa-bawa telah memelihara dan menyebarkan ilmu pengetahuan melintasi ruang dan waktu. Kita tak bisa membayangkan peradaban modern tanpa buku-buku .

Buku-buku memiliki peran nan terbilang cukup penting. Buku-buku menawarkan banyak hal, terutama pengetahuan. Fungsi nan dimiliki buku-buku sebagai ventilasi ilmu mungkin sudah mendapatkan banyak saingan baru. Saingan buku nan terbaru salah satunya ialah informasi nan disediakan oleh layanan internet.

Keadaannya kini, buku-buku memang seperti kalah saing dengan kemajuan informasi nan semakin canggih. Kepraktisan menjadi salah satu alasan primer mengapa buku-buku seolah kehilangan pamornya. Terlebih jika kita berbicara mengenai buku-buku pelajaran.

Harus diakui bahwa mencari informasi dari internet kini menjadi lebih menarik dan mudah dibandingkan harus mencari informasi dari buku-buku. Kehadiran layanan e-book atau elektronic book di masyarakat secara langsung semakin mengikis habis nilai krusial nan dimiliki buku-buku.

Namun, meskipun keadaan nan harus diterima sudah seperti demikian, buku-buku nyatanya tetap memiliki loka tersendiri di hati masyarakat. Terlebih jika buku tersebut menyimpan informasi nan memang tak didapatkan dari internet. Kenyataannya buku-buku tetap menjadi salah satu hal wajib nan harus dimiliki, khususnya buat mereka para pelajar.

Pengertian buku pada dasarnya ialah kertas nan bersampul. Baik kertas tersebut berisi tulisan atau informasi maupun kertas kosong. Di negara-negara maju, manfaat buku sebagai perlengkapan menulis mungkin sudah tergantikan dengan alat nan lebih canggih, laptop misalnya. Tapi tak di sebagian besar negara nan masih berkembang. Buku-buku tetap digunakan sebagai perlengkapan menulis nan utama.

Jika dilihat berdasarkan sejarahnya, buku memiliki cerita sejarah nan cukup panjang. Buku-buku tersebut dikembangkan dari masa ke masa. Perubahan nan terjadi ditujukan agar buku-buku tersebut bisa memenuhi kebutuhan masyarakat.



Buku-buku dan Sejarahnya

Codex, Nenek Moyang Buku-buku

Buku-buku sudah hadir sejak zamannya Romawi kuno. Pada saat itu bentuk dari buku-buku tentu saja tak seperti sekarang. Sejak abad pertama Masehi, gulungan perkamen mulai digantikan codex (bahasa Latin buat “buku”) nan berbentuk segi empat. Codex merupakan nenek moyang buku modern.

Codex nan pertama kali digunakan orang Yunani dan Romawi buat catatan bisnis dan tugas sekolah ialah buku catatan kecil nan dijilid dengan ring. Codex terdiri atas beberapa tablet (lempeng) kayu nan ditutup dengan lilin sehingga bisa digores dengan stylus, diratakan kembali, dan digunakan lagi. Kadang-kadang helai-helai daun dan perkamen diselipkan di antara tablet.

Kemudian, codex dibuat dari lembaran-lembaran papirus dan perkamen nan dikumpulkan dalam bundel-bundel nan dilipat di bagian tengah. Bundel-bundel itu lalu ditumpuk, dijahit pada lipatannya, dan dilekatkan pada bilah kayu dengan tali kulit. Kolom-kolom buat menulis pada codex lebih luas dibandingkan gulungan perkamen. Selain itu, kedua sisi perkamen bisa ditulisi.

Kata codex sering dipakai dalam judul buku-buku tulisan tangan kuno, khususnya manuskrip Alkitab. Codex Sinaiticus, misalnya, merupakan manuskrip berbahasa Yunani dari abad ke-4 nan ditemukan di Palestina dan kini disimpan di British Museum.



Buku-buku Abad Pertengahan

Pada awal abad pertengahan di Eropa, buku-buku ditulis oleh para pendeta. Pada masa itu, buku ditulis menggunakan pena bulu ayam oleh pakar menulis nan bekerja di scriptoria (bahasa Latin, nan artinya “ruang menulis”) di biara-biara.

Banyak buku-buku pada abad pertengahan nan dihiasi dengan emas dan warna-warna latif buat menandai awal bagian sebuah teks, buat mengilustrasikan sebuah teks, atau buat mendekorasi bagian tepi.

Buku-buku pada masa itu diberi sampul dari kayu, nan sering diberi dekorasi berupa lingkaran dari logam dan dikaitkan dengan semacam gesper. Sampul buku sering dijilid dengan kulit dan dihias dengan emas, perak, enamel, dan batu mulia.

Buku-buku latif tersebut merupakan karya seni nan diciptakan oleh pakar menulis profesional, seniman, dan pakar perhiasan. Saat itu, buku sangat langka dan mahal sehingga hanya dapat dimiliki oleh sedikit orang nan mampu membelinya dan dapat membaca.



Buku-buku di Global Timur

Sementara itu, bentuk buku-buku nan ada di global Timur pada awalnya berupa tablet kayu atau bambu nan diikat dengan tali. Selain itu, ada juga buku berupa helaian sutera atau kertas, terbuat dari campuran kulit kayu dan rami, nan ditemukan oleh orang Cina pada abad ke-2 Masehi.

Pada mulanya, helaian sutera atau kertas nan ditulisi pada salah satu sisinya dengan pena buluh atau kuas dililitkan pada sebatang tongkat hingga membentuk gulungan. Kemudian, helaian sutera atau kertas juga dilipat menyerupai akordeon dan dijahit pada salah satu sisinya sehingga berbentuk seperti buku-buku.



Buku-buku Zaman Renaisans

Pada abad ke-15, dua perkembangan teknologi baru merevolusi produksi buku-buku di Eropa. Salah satunya ialah kertas, nan dipelajari orang Eropa dari global Muslim (yang mendapatkan teknologi pembuatan kertas dari Cina). Adapun perkembangan lainnya ialah mesin cetak, nan ditemukan sendiri oleh orang Eropa.

Meski diklaim sebagai temuan orang Prancis, Italia, atau Belanda, Johann Gutenberg dari Jerman disebut sebagai penemu mesin cetak. Buku pertama nan dicetak ialah Alkitab Gutenberg nan dibuat antara 1452 dan 1455.

Inovasi mesin cetak menyederhanakan produksi buku-buku tersebut dan membuatnya lebih ekonomis. Pada waktu bersamaan, taraf melek huruf masyarakat meningkat pesat dampak Renaisans dan Reformasi Protestan nan mengajarkan bahwa setiap orang beriman harus dapat membaca Alkitab.

Alhasil, pada abad ke-16, jumlah karya dan jilid dari buku-buku meningkat tajam. Ahli-ahli cetak Renaisans merupakan peletak tradisi nan berlaku dalam penerbitan buku. Di antaranya ialah rancangan ukuran buku berupa folio, quarto, octavo, duo decimo, 16mo, 24mo, dan 32mo.
Hingga sekarang, penerbitan di Eropa masih menggunakan istilah-istilah tersebut.

Pembuat buku-buku di zaman Renaisans juga menetapkan konvensi mengenai halaman judul dan prakata atau pengantar. Lambat laun daftar isi, daftar ilustrasi, catatan penjelas, bibliografi, dan indeks ditambahkan.