Eksistensi manga Bahasa Indonesia dalam Kebudayaan Indonesia

Eksistensi manga Bahasa Indonesia dalam Kebudayaan Indonesia



Keberadaan Manga di Jepang

Keidentikan masyarakat Jepang dengan Manga tak perlu diragukan. Mereka sangat menggemari membaca Manga ditengah-tengah kesibukan. Manga terkenal nan sudah dicetak selama bertahun-tahun salah satunya ialah Jojo no Kimyo na Boken.

Selain dicetak dalam waktu nan sangat lama, Manga terkenal dari negeri Jepang tidak sporadis juga menginpirasi dalam diciptakannya film animasi. Beberapa film animasi nan dibuat berdasarkan Manga ialah Naruto, One Piece, Detektif Conan, Dorameon dan Dragon Ball.

Manga Jepang bisanya dihadirkan dalam beberapa volume atau tankobon. Manga dalam bentuk tankobon inilah nan kemudian banyak diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa, salah satunya bahasa Indonesia.

Di negara asalnya, Jepang. Jenis Manga dibedakan berdasarkan jenis kelamin dan usia pembacanya. Di Jepang, Manga memang dibaca oleh semua usia, bukan hanya usiaanak-anak. Berbeda dengan nan terjadi di Indonesia.

Kodomo. Kodomo ialah jenis Manga nan ditujukan buat anak-anak.
Josei. Manga jenis ini ditujukan spesifik bagi pembaca wanita.
Seinen. Manga jenis ini ditujukan spesifik bagi pembaca pria.
Shojo. Remaja perempuan Jepang niscaya akan lebih sering membaca Manga ini, sebab Manga ini memang spesifik diciptakan buat remaja putri.
Shonen. Untuk jenis Manga nan terakhir, Manga ini ialah jenis Manga nan diciptakan spesifik buat laki-laki dengan usia remaja.



Keberadaan Manga di Indonesia

Keberadaan Manga di Indonesia merupakan campur tangan dari dua perusahan besar. Perusahaan tersebut ialah Elex Media Komputindo dan m&c Comics. Kedua penerbitan itu tergabung dalam kelompok Gramedia.

Jika Anda salah satu penggila Manga, Anda niscaya tahu urutan membaca Manga nan cenderung aneh. Ya, mengingat Manga ialah komik dari Jepang, maka bukanlah hal nan mengherankan jika penulisan dalam Manga biasanya dilakukan dari arah kanan ke kiri. Hal fundamental seperti ini tentu berbeda dengan kebudayaan nan dimiliki oleh masyarakat Indonesia.

Ketika sebuah Manga berbahasa Jepang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, secara keseluruhan, posisi dalam Manga tersebut juga ikut disesuaikan.Tulisan nan jika dalam bahasa Jepang umumnya dibaca dari kanan ke kiri, maka dalam Manga bahasa Indonesia tulisan tersebut dibaca dari kiri ke kanan.

Patokannya ialah cover pada Manga tersebut. Jika orang Jepang mulai membaca Manga dari cover sebelah kanan, maka dalam Manga bahasa Indonesia pembacaan dimulai dari cover sebelah kiri, layaknya orang Indonesia membaca jenis buku lain. Akibatnya, gambar tokoh pada Manga terlihat seperti kidal.

Sebelum mengalami perbaikan, hal seperti itu menimbulkan ketidaknyamanan bagi para pembaca. Namun, setelah lewat dari tahun 2000, pemugaran terhadap posisi terus dilakukan. Pembaca kini tak lagi dipusingkan dengan posisi gambar nan ganjil. Menikmati Manga bahasa Indonesia pun menjadi lebih menyenangkan.



Eksistensi manga Bahasa Indonesia dalam Kebudayaan Indonesia

Komik, cergam, atau kartun merupakan buku nan cukup popular di kalangan masyarakat, khususnya kalangan remaja. Hal tersebut disebabkan oleh satu di antara faktor-faktor nan membuat komik lebih mudah dipahami sebagai narasi sebab di dalamnya terdapatgambar sebagai visualisator cerita. Sementara itu, komik menurut Marcell Bonnet ialah salah satu produk akhir dari hasrat manusia buat menceritakan pengalamannya nan dituangkan ke dalam gambar dan tanda nan mengarah kepada suatupemikiran dan perenungan.

Begitu juga dengan Manga nan menjadi produk impor dari negara Jepang. Artinya, segala bentuk seni gambar sebetulnya merupakan sebuah refleksi perenungan dan pemikiran si pembuat gambar mengenai kehidupan serta bagaimana sepatutnya manusia menghadapi kehidupan tersebut.

Dengan kata lain, eksistensi Manga seharusnya tak hanya berhenti pada kreativitas membuat gambar dan obrolan saja. Manga juga seyogyanya bisa menempatkan ideologi eksklusif pada suatu termin pemikiran pembaca sehingga ada perubahan berpikir dan berbudaya pada masyarakat pembacanya.

Misalnya saja, dari segi bentuk gambar kartun nan dibuat Manga berbahasa Jepang, hampir semua tokoh memiliki badan nan tinggi semampai dengan mata nan bulat. Hal tersebut secara tak langsung memperlihatkan adanya keberpihakan budaya modern dari para pembuat Manga di Jepang.

Lantas orang Indonesia pun membuat jenis gmbar Manga nan sama hanya sebab Manga Jepang pun demikian. Padahal, dengan kreativitas dan ideologi nan berbeda, orang Indonesia pun dapat membuat Manga bahasa Indonesia dengan caranya sendiri seperti kartun atau cerita bergambar nan pernah hayati di tahun 50-an, yakni komik khas Indonesia nan bercerita mengenai sejarah Ramayana atau Mahabrata karya RA.Kosasih.

Sayangnya, Manga Jepang sepertinya membawa pengaruh nan sangat besar terhadap perkembangan komik di Indonesia sehingga kekhasan cerita dan gambar orang Indonesia lambat laun menjadi terhapus dan tergantikan oleh Manga nan mengadopsi karya seni gambar orang Jepang.

Pada satu pihak, hal tersebut dapat dianggap sebagai bentuk kemajuan tersendiri masyarakat Indonesia akan keterbukaannya terhadapkarya seni dari budaya lain. Akan tetapi di sisi lain, hal tersebut justru seperti peradaban nan memotong jalur kebudayaan seni di Indonesia sehingga membuat para pemikir Indonesia hanya berhenti pada jenis tulisan atau karya sastra serius saja. Padahal, komik atau Manga pun sangat dapat menjadi media publikasi buat dapat menebarkan berbagai ideologi atau pemikiran positif mengenai perkembangan kebudayaan di Indonesia.

Oleh sebab itu, adanya Manga berbahasa Jepang seyogyanya menjadi motivator buat para kreator seni di Indonesia buat membuat hal nan otentik tanpa harus meniru kreativitas negara lain. Jika memang komik dianggap sebagai seni nan sinkron dengan karakter orang Indonesia, maka buatlah komik khas Indonesia nan memang sinkron dengan kepribadian bangsa dan negara ini. Jangan sampai karya seni di Indonesia hanya sebatas ikut-ikutan karya lain nan memang dianggap mampu bersaing secara dunia di ranah industri seni danhiburan.