Fenomena Band

Fenomena Band

Musik merupakan bagian kehidupan nan tak pernah dapat lepas dari semua orang. Bagaimana pun bebal dan kerasnya seseorang, musik selalu harus hayati berdampingan dengan manusia sebab musik bukan sekadar bunyi-bunyian nan tak beraturan, atau bukan sekadar bunyi beraturan nan disusun oleh seseorang saja.

Musik juga merupakan bagian dari ruh kehidupan manusia sehingga dengan musik, seseorang dapat dengan seketika berubah menjadi marah, sedih, senang, bahkan putus asa. Bergantung pada jenis musik dan momen nan pernah dialami oleh orang tersebut saat musik nan didengarnya itu menyala-nyala membunyikan segenap kenangan.

Perpaduan antara alunan musik dengan lagu menjadikan manusia merasakan harmonisasi antara suara estetika dengan suara hati dan pikiran. Ada suasana eksklusif nan dibangun oleh sebuah musik dan lagu sehingga meninggalkan jejak eksklusif di hati dan pikiran orang nan mendengarnya.

Lantas berbagai jenis atau aliran musik pun kemudian bermunculan seiring berkembangnya zaman dan ideologi masyarakat di dunia. Dari mulai musik jenis pop, rock, dangdut, punk, dan lainnya membuat khasanah musik di global semakin berkembang. Oleh karena itu pulalah muncul berbagai kenyataan di dalam global musik. Salah satu jenis kenyataan nan akan dibahas dalam artikel ini ialah mengenai membludaknya group band di Indonesia.



Group Band Sebagai Representasi Generasi Muda

Sejak zaman dahulu, musik telah hadir buat memenuhi kuota seni nan ada di dunia. Tidak terkecuali di Indonesia. Berbagai group band diusung atas dasar seni dan kreativitas para remaja sehingga banyak dari remaja nan mengungkapkan ide, pikiran, dan perasaan mereka lewat lagu dan musik nan dibawakan oleh group band.

Para remaja membuat group band bukan hanya buat mendukung ide kreativitas mereka saja, tapi juga menambah jaringan sosial buat lebih dapat mengenal remaja lain nan juga punya banyak ide, pikiran, dan perasaan nan siap buat dibagikan kepada khalayak ramai.

Kenyataan idealis seperti inilah nan sepertinya sangat nampak dari group band nan dibentuk pada zaman dahulu, yakni ketika seni masih dianggap sebagai sesuatu nan marjinal dan tak memiliki pengaruh apapun bagi pembangunan sebuah budaya atau bahkan negara. Namun, perjalanan seni memang tak semulus nan diharapkan.

Jatuh bangunnya seni musik justru menjadikan musik sebagai salah satu jenis seni nan hampir tak memiliki cela. Kalangan muda sampai tua, miskin sampai kaya, dan banyak lagi masyarakat nan memilih seni musik sebagai salah satu bagian dari hayati mereka. Bahkan ada pula nan menjadikan musik sebagai satu di antara beberapa cara buat dapat bertahan hidup.

Semenjak itulah kemudian musik menjadi sebuah budaya nan digiring oleh massa ke massa. Menjadi sebuah idola, panutan, bahkan gaya hayati nan sulit buat dikoherensikan dengan keyakinan primordial.

Akan tetapi, lambat laun, musik tak selamanya berada di titik teratas tangga idealisme seni. Musik juga kemudian mewabah menjadi sesuatu nan lebih kental secara massiv dibandingkan secara idealis. Banyak masyarakat nan tak mengetahui dan memahami karakter musik nan mereka jadikan panutan. Orang-orang tersebut justru mendengarkan jenis musik eksklusif sebab membebek pada masyarakat nan lain. Musik seolah-olah menjadi sebuah tolak ukur gaya hayati masa kini nan jika tak diikuti sama halnya dengan tak berbudaya.



Fenomena Group Band, Kenyataan Budaya Massa

Saat ini, kenyataan group band sedang melanda Indonesia. Seperti jamur nan tumbuh di musim hujan. Energi bermusik di negeri ini tengah cerah dan terang benderang. Bahkan, begitu gandrungnya kita akan musik dalam negeri, band luar pun terpinggirkan. Musik kita jadi raja di negeri sendiri, digemari, digilai, dan disayangi. Walau kadang ada selentingan tak menyenangkan nan mengatakan musik kita kampungan, tetapi banyak orang tak peduli. Semua tetap mencintai, tetap menggilai.

Musik nan tumbuh fertile sebenarnya tak lepas dari kekuatan performa band nan lebih digandrungi daripada nan solo. Kalau mau dilihat secara jelas perbandingannya, terlihat pemusik nan terdiri dari segerombolan anak muda nan memegang alat musik empat kali lebih banyak dari nan hanya penyanyi solo.

Banyak alasan tentunya. Selain bagi sebagian kaum Hawa para pemegang alat musik itu terkesan keren, segerombolan pemuda dengan majemuk bakat alat musik lebih variatif dan lebih diakui. Asumsi itu sendiri berubah menjadi semacam matra bagi band-band muda buat tetap selalu terdepan dan mencuri hati para pendengar.

Budaya dan asumsi seperti inilah nan telah melenceng dari idealisme awal mengapa group band muncul di global musik. Idealisme para pemain group band ini lantas menjadi samar dan hilang dampak munculnya anggapan bahwa seorang vokalis group band haruslah tampan, memiliki banyak wanita (minimalnya digemari banyak wanita), dan memiliki gaya nan patut ditiru oleh masyarakat pencintanya.

Selain itu, ada juga group band nan hanya bermodalkan paras nan enak dilihat, lantas menjadi ikon musik di Indonesia dan menjadi sangat laku di kalangan masyarakat. Tidak ada lagi tujuan seni di dalam kenyataan ini. Yang ada hanyalah bagaimana menjadi popular, bergaya hayati mewah, dan senantiasa dikerubuti banyak penggemar.



Fenomena Band

Semakin tingginya respons masyarakat terhadap musik dan anak-anak band melahirkan banyak sekali band baru dari majemuk jenis anak muda. Dari mulai nan tak sekolah, anak sekolahan, sampai kalangan mahasiswa. Semuanya rata-rata terdiri dari segerombolan laki-laki. Memang, ada nan menarik cewek dalam grup mereka, tetapi itu dapat dihitung dengan jari.

Semua berlomba agar segera dapat mendapat kesempatan rekaman. Karena, rekaman berarti ada jalan menuju kesuksesan. Tetapi, tak sedikit juga nan akhirnya hanya dapat berjalan dari satu anjung kecil ke anjung kecil lainnya, tak berkembang dan kemudian sebab lelah menunggu buat cepat terkenal, semua layu sebelum berkembang.

Anggotanya berguguran kelelahan, juga kehabisan uang. Tetapi, kalau sedang hoki, dapat saja grup band nan baru sebulan terbentuk mendadak mendapat tawaran buat rekaman, lalu kemudian mendadak lagunya melejit dan ketenaran menghampiri. Sekejap mereka dapat segera menjadi orang terkenal. yah, mirip seperti seniman sinetron dadakan.

Memang, nan paling baik ialah band nan berusaha dari bawah, sehingga ketika naik, mereka sudah tahu rasanya lelah mendaki menuju puncak, dan biasanya dapat lebih langgeng dan solid. Tetapi, ada juga anak-anak band nan menggambil jalur alternatif, menjadi Band Indie. Selain sebab belum diakui label besar, mereka mengusung musik nan berbeda dan cuma gelentir peminat. Lantas, dengan keyakinan tinggi memilih jalur underground saja. Tidak perlu tenar, nan krusial musik tetap berkibar.



Group Band dan Para Groupies

Sebagaimana pemusik terkenal, mereka tentunya memiliki penggemar nan selalu mengikuti ke mana-mana. Kelompok ini dikenal sebagai Grouppies. Biasanya, Grouppies terdiri dari rombongan perempuan berbagai kelompok. Dari anak SMA sampai anak kuliahan dan orang-orang kerja.

Mereka berebut agar dapat berjumpa dan mengagumi anak-anak band. Hati-hati, Grouppies ini sendiri biasanya setia sampai rela buat dapat menghabiskan satu malam dengan salah satu anak band nan dikaguminya. Ketenaran dan keinginan buat mendekati orang-orang tenar membuat mereka gelap mata. Bila Anda merupakan orang nan merasa seperti Grouppies, jagalah diri Anda. Sukai para grup band, tetapi tak perlu memuja berlebihan, dengan begitu semua akan terasa wajar saja.