Perkembangan Musik indie Masa Depan

Perkembangan Musik indie Masa Depan



Cikal Bakal Indie

Istilah indie, keluar diakhir tahun 1980-an. Di Indonesia, keluar pada tahun 1993, dipopulerkan di Bandung, oleh Richard Mutter, personil PAS Band. Tapi jika dilihat secara historis, tahun 1975 Guruh Soekarno Putra membuat satu proyek eksperimen dengan nama Guruh Gipsy, eksperimen nan menggabungkan budaya Bali dengan musik rock.

Eksperimen itu tak melalui distribusi nasional nan selama ini ada di Harco Glodok. Jadi, mereka menyebarkan kaset secara door to door, ada nan dititipkan di salon, di apotek, atau di sekolah-sekolah musik. Kaset itu dirilis tahun 1977. Hal itu dapat dianggap sebagai 'cikal bakal' dari indie.



Apa Itu Musik Indi?

Ada dua macam pengertian mengenai musik indi ini, yaitu:

• Pertama, musik indi sebagai status musisi atau grup band nan tak terikat perusahaan rekaman besar (major label).

Musik indi jenis ini muncul buat mendobrak kekuasaan major label dengan mengusung minor label. Musik indi dalam pengertian ini memproduksi (merekam, mendistribusikan, mempromosikan) sendiri dengan kapital kecil. Dapat dianggap sebagai 'pemberontakan' oleh pemusik, ketika karya-karya mereka tak diterima oleh label-label besar.

Dalam pengertian ini, jenis musik nan ditampilkan tidak berbeda dengan jenis musik nan ditampilkan oleh major label. Yang berbeda hanyalah jalur dan cara produksinya. Musisi dalam kelompok ini tidak sporadis menjadikan musik indi sebagai batu loncatan.

Mereka memilih jalur musik indi sebagai jalan agar dikenal publik atau malah sebab tak atau belum diterima oleh major label. Jika kelak ada major label nan tertarik pada gaya bermusik mereka, maka mereka akan berpindah ke major label dan meninggalkan indie label.

• Kedua, musik indi sebagai aliran bermusik

Kelompok musik indi ini lebih mengutamakan kebebasan karakter dan idealisme dalam bermusik. Musik nan mereka tampilkan berbeda dengan musik nan ditampilkan oleh major label.

Di Indonesia sendiri, istilah musik indi baru marak digunakan pada tahun 1990-an.Yang banyak digunakan sejak tahun 1960-an ialah istilah underground. Pada tahun 1990-an ini musik indi Indonesia mulai banyak mengangkat tema-tema sosial.

Jika pada awalnya musik indi lebih banyak mengusung genre punk atau metal, kontemporer musik indi menjadi semakin bervariasi. Tak sekadar metal atau punk, tapi juga ada melodic punk, hiphop, brit pop, grunge, swing pop, dan lain-lain.

Grup-grup musik indi nan eksis kontemporer (hingga sekarang) antara lain ialah PAS Band, Koil, Rotten to the Cure, Puppen, Burger Kill, Pure Saturday, Pestol Aer, Waiting Room, Toilet Sound, dan lain-lain. Selanjutnya muncul pula grup-grup band indi seperti Moka, Superglad, Shaggy Dog, Superman is Dead, Rocket Rockers, dan lain-lain.

Band-band indi ini mulai merilis album-album musik kompilasi. Pure Saturday menggebrak dengan membuat album solo berjudul Not a Pup E.P. PAS Band kemudian menyusul dengan merilis album indi solo bertajuk From Toght with S.A.P. Album ini terjual hingga 5000 keping.

Angka ini terhitung lumayan mengingat produksi, promosi, dan distribusinya tidak seperti kaset-kaset nan lahir dari major label. Angka penjualan album indi nan fantastis dicetak oleh grup band asal Bandung, Moka, dengan 100.000 keping.

Jika tidak didukung oleh jalur promosi dan distribusi nan kuat, bagaimana karya para musisi indi ini bisa sampai pada pendengarnya? Band-band indi ini ternyata memiliki komunitas sendiri nan fanatik. Mereka didukung oleh buletin komunitas (fanzine). Fanzine ini bertugas mempromosikan karya-karya grup musik indi.

Selain itu, band-band indi ini juga rajin pentas dari anjung ke anjung atau dari kafe ke kafe. Tak sedikit grup band indi nan kemudian ditarik oleh major label, misalnya Moka, PAS Band, The S.I.G.I.T, Imbas Rumah Kaca, dan White Shoes and The Couple Company.

Meskipun sempat memunculkan perdebatan sebab dianggap mengkhianati idealisme musik indi, toh nyatanya musik indi kian mendapatkan loka di kalangan penikmat musik.



Perkembangan Musik indie Masa Depan

Sampai sekarang, musik indie masih tetap berjalan. Sekarang, malah kita lihat bahwa musik-musik indie itu mendapat respons nan cukup bagus di mata internasional. Ini terkait perkembangan informasi teknologi (IT), dan sosial media, nan menjadi hubungan internasional. Jika dulu ada MySpace, sekarang Youtube, atau Twitter, dan lain sebagainya. Komunitas di luar negeri merespons, dan mereka tertarik dengan band-band indie, sehingga secara berkala mengundang band-band indie Indonesia, buat ikut acara-acara di luar.

Sedangkan media pada dasarnya akan merasa lebih kondusif jika menampilkan musik-musik nan berasal dari mainstream, sebab mereka hayati dari iklan. Sedangkan iklan mengacu pada rating. Pernah dicoba pada salah satu program televisi, nan memanggil salah satu grup indie, ternyata rating-nya jeblok. Mereka mencoba bereksperimen, misalnya dengan muncul di Asean, tapi teryata demand memang meminta nan massal, nan komersil, sementara musik Indie memiliki idealisme.



Distro: Salah Satu Faktor Berkembangnya Musik Indie

Distro merupakan poin tambahan buat infrastuktur indie. Distro pertama bernama Pose berdiri sekitar tahun 1995-an. Bertempat di sekitar Jakarta, tepatnya di daerah Depok dan akhirnya banyak menjamur di Indonesia.

Distro merupakan plus point buat musik indie, sebab jika band-band indie akan merilis sesuatu, maka mereka membutuhkan outlet buat menjual produk mereka. Entah itu rilisan, merchandise, souvenir dan sebagainya. Tak sporadis jika distro menjadi sebuah retail nan alternatif daripada tempat-tempat nan sudah ada seperti Aquarius Mahakam atau tempat-tempat lain.

Fenomena seperti itu sudah ada di seluruh Indonesia. Tidak lupa, semangat independen dari gerakan musik indie juga menyebar ke barbagai bidang. Salah satunya ialah gerakan film independen. Film independen terinspirasi dari gerakan musik indie. Bahkan album jazz nan dibuat oleh Indra Lesmana terinspirasi dari semangat gerakan musik indie. Pandangan hidup gerakan musik indie sudah berimbas ke bidang-bidang lain.



Dampak Perkembangan Musik Indie di Indonesia

Yang pertama ialah adanya band-band nan dibesarkan secara indie kini mulai menjadi kian mapan dan besar fan basenya seperti PAS Band, Naif, Superman Is Dead, Ten2Five, Maliq & D’Essentials, Mocca, Koil, White Shoes & The Couples Company, The Brandals, The Upstairs, Seringai dan sebagainya.

Kemudian nan kedua ialah selera. Pemugaran selera musik masyarakat secara keseluruhan. Dan sekarang tinggal menunggu adanya perusahaan rekaman nan berani investasi besar dan mengambil laba dari industri ini. Karena jika industri musik indie berkembang maka akan berpengaruh kepada industri musik secara makro dan begitu juga sebaliknya.

Kemudian akibat nan berikutnya ialah bakal berkembangnya indie label nan disupport oleh major label. Seperti nan telah dimulai lebih dulu di akhir tahun 90an oleh Independen/Pops dengan Aquarius Musikindo. Begitu juga dengan makin seriusnya label rekaman independen dalam berbisnis dan berpromosi nan belakangan tengah gencar dilakukan oleh Aksara Records di Jakarta dan FFWD Records di Bandung.

Yang terakhir ialah lahirnya generasi pendengar musik baru nan tertarik buat membeli dan mendengar musik-musik indie. Mereka nan memiliki mentalitas lebih baik dari anak-anak sebelumnya. Kepada merekalah industri musik ini nantinya bergantung.