Saat Pasar Tradisional Menjadi Primadona

Saat Pasar Tradisional Menjadi Primadona

Pasar tradisional tersebar di setiap daerah, hingga ke pelosok nan tergolong tak ramai. Setiap loka niscaya memiliki pasar tradisional. Kadang hanya satu, namun tak sedikit pula nan lebih. Terutama buat daerah-daerah nan tergolong cukup luas dengan penduduk nan ramai. Pasar tradisional cenderung kotor. Tentu kondisinya jauh berbeda dengan swalayan atau supermarket.

Pasar ini belakangan memang semakin menurun popularitasnya. Alasan primer tentu saja kenyamanan. Saat ini toko-toko swalayan tumbuh bak cendawan di musim hujan. Menjamur dan seperti tak mengenal musim dan tempat.

Setiap beberapa meter, toko berkonsep swalayan dengan nama nan mirip. Diakui atau tidak, kehadiran toko-toko homogen telah mengancam keberadaan pasar tradisional. Kebanyakan orang lebih suka berada di toko nan higienis dan sejuk ketimbang berdesak-desakan di pasar.

Pasar tradisional kini memang dipandang sebelah mata. Pergeseran Norma dan perubahan gaya hayati mungkin menjadi pemicunya. Manusia masa kini lebih suka berkutat dengan nan serba cepat dan ringkas. Bahkan jika memungkinkan ada jalan instan, niscaya akan dipilih. Kehadiran toko swalayan atau supermarket dianggap mengancam eksistensi pasar tradisional.

Pasar tradisional ialah loka bertemunya pedagang dengan pembeli. Di sini proses tawar menawar harga biasa terjadi. Ini ialah karakteristik kas sekaligus kelebihan pasar tradisional. Umumnya, nan dijual di pasar tradisional ialah barang-barang kebutuhan pokok manusia.

Masalah kebersihan di sini memang kurang terjaga. Mungkin sebab kondisi pasar tradisional nan cenderung sederhana bila dibanding pasar modern. Becek dan bau bukanlah hal nan aneh di sini. Apalagi jika kebetulan Anda memasuki bagian pasar nan spesifik menjual ikan dan daging. Lalat nan beterbangan ke sana-kemari bukanlah hal nan aneh. Begitu juga lantai nan kotor dan berlumpur. Keadaan dapat semakin parah ketika musim hujan tiba.

Pasar tradisional mulai kekurangan peminat, itu tak dapat disangkal. Pasar ini memang kian tersisih. Tidak sedikit orang nan memandang pasar jenis ini sebagai loka nan harus dihindari. Padahal, di sini Anda justru bisa membeli barang dengan harga nan lebih murah dibanding dengan pasar modern.

Jika cukup pintar menawar ketika berbelanja di pasar tradisional, selisih harga jadi dengan harga saat barang ditawarkan dapat cukup jauh. Inilah seninya. Akan tetapi, ini justru berubah menjadi bumerang ketika Anda tak mahir menawar. Bukannya mendapat harga nan murah, besar kemungkinan justru Anda nan akan mendapat kerugian.

Meski disebut pasar tradisional, tak semua pedagang tumplek jadi satu. Ada pembagian wilayah berdasarkan barang nan dijual. Biasanya bagian spesifik ikan dipisahkan dengan pasar bagian sayuran. Begitu juga para penjual nan menjajakan sembako, tentu tak akan bersebelahan dengan pedagang baju. Itu salah satu cara buat memudahkan pembeli.



Pasar Tradisional vs Pasar Modern

Karena banyak pertimbangan, banyak pihak nan kemudian memilih buat mengubah pasar tradisional eksklusif menjadi pasar modern. Konsepnya mirip dengan pasar tradisional, hanya saja segalanya lebih baik. Yang mencolok tentu saja bangunan fisiknya. Ada juga nan sengaja didirikan di huma baru dengan pertimbangan lokasi nan strategis.

Contoh pasar modern sangat banyak, dan Anda tentu suka mengunjunginya. Harta benda dan plaza ialah contohnya. Pasar modern kian bertambah saja. Orang kini lebih memilih belanja sembako di pasar modern nan memang sangat lengkap daripada di pasar tradisional. Selain itu, pasar modern juga menyediakan banyak pilihan bagi para pembeli. Semua tersedia dengan lengkap.

Di banyak tempat, pasar tradisional biasanya berdiri di belakang pasar modern. Seolah-olah menyiratkan posisi mereka nan kian terpinggirkan. Seperti sudah disinggung sebelumnya, di pasar tradisional terjadi tawar menawar harga. Sebaliknya, ini tak terjadi di pasar modern. Harga sudah ditetapkan.

Suka atau tidak, semuanya tergantung pembeli. Jika tertarik dan merasa harganya masuk akal, niscaya pembeli akan dengan sukarela merogoh kocek dan menukarnya dengan barang-barang tertentu.

Tidak seperti pasar tradisional, pasar modern sangat nyaman. Gedungnya berukuran besar dengan pendingin udara nan beroperasi selama pasar modern tersebut buka. Di harta benda atau plaza jauh dari segala kotor dan becek.

Memang di sini juga dijual aneka ikan, biasanya ditempatkan di supermarket bersama barang-barang lain. Akan tetapi, ikan-ikan ini diatur sedemikian rupa sehingga rapi dan tak kotor. Begitu juga sistem pendinginnya, agar ikan terjaga kesegarannya dan tak busuk. Di pasar tradisional, ikan nan tersedia lebih banyak dengan pilihan nan majemuk pula.

Barang-barang nan dijual di pasar modern tak semua dapat ditemukan di pasar tradisional. Pasar tradisional lebih fokus menyediakan sembako, sementara harta benda atau plaza mengembangkan barang-barang dagangannya sedemikian rupa. Di harta benda kita dapat menemukan butik, toko buku, salon, atau toko kaset. Untuk baju atau alas kaki, harta benda dan plaza menyediakan barang-barang nan lebih bagus mutunya dibanding pasar tradisional.

Untuk kebutuhan sembako, pasar tradisional ialah loka nan tepat buat berbelanja. Harganya lebih murah dibanding barang nan sama di pasar modern. Itulah sebabnya banyak pedagang di pasar tradisional menjadi pemasok tetap bagi restoran-restoran atau hotel-hotel kelas menengah. Kesegaran barang menjadi evaluasi utama.

Di lain pihak, buat barang-barang bermerk dan berkualitas bagus di luar sembako, bukanlah loka bagi pasar tradisional. Pasar modern telah mendominasi. Pasar modern menjadi loka belanja sekaligus wisata bagi para pembeli. Setiap kota besar niscaya memiliki mal. Jumlahnya cukup banyak. Terutama buat kota-kota nan ramai seperti Surabaya, Palembang, atau Medan.

Sementara buat Jakarta, tak perlu dibahas lagi. Tidak terhitung jumlah pasar modern di kota itu. Banyak pasar tradisional nan kemudian diubah menjadi pasar modern. Tidak sedikit juga pasar tradisional nan mulai bergerak maju. Pasar ini menjadi pasar nan spesifik menjual barang-barang dalam jumlah banyak alias grosir, itu contohnya.

Pasar seperti ini sudah bergerak di antara pasar tradisional dan modern. Di satu sisi, ada harga barang nan masih dapat ditawar. Sementara di sisi lain, gedungnya sudah nyaman dan bersih. Pasar tradisonal tak mungkin hilang, sebab akan merugikan banyak orang. Hanya saja mungkin sekarang harus diperhatikan faktor kenyamanan agar orang tak enggan berbelanja di sini.



Saat Pasar Tradisional Menjadi Primadona

Ada saatnya pasar tradisional menjadi primadona. Di saat-saat seperti ini pasar akan dipenuhi pembeli nan rela buat berdesak-desakan buat berbelanja. Kapan ini terjadi? Tentu saja di saat hari-hari eksklusif menjelang hari besar. Misalnya saja Idul Fitri atau Tahun Baru. Seperti arus mudik nan terjadi setiap tahun, hal senada terjadi di pasar tradisional.

Pada waktu-waktu eksklusif ini, pasar tradisional menjadi primadona. Walaupun harga-harga sembako merambat naik seiring dengan meningkatnya permintaan. Di saat ini masyarakat sudah terbiasa merayakan keriaan dengan “pesta” nan membutuhkan banyak bahan. Daging sapi dan ayam nan paling banyak dibutuhkan. Diikuti dengan aneka bumbu dan sayur mayur. Tidak sedikit nan sengaja menyetok aneka bahan sebab perubahan harga terjadi setiap hari.

Di saat-saat itu kondisi pasar tradisional sangat ramai. Para pembeli bisa dikatakan menyemut. Untuk berjalan saja pun tergolong susah. Jika tak hati-hati, Anda dapat menjadi korban pula. Mengapa? Ini ialah saat-saat rawan copet dan kejahatan sejenis.

Jadi, pada saat-saat pasar tradisional tengah ramai, sangat bermanfaat jika Anda berhati-hati. Jangan gunakan emas nan berlebihan, simpan dompet di loka nan aman, fokus, perhatikan sekitar, jangan sampai Anda sibuk memperhatikan barang nan akan dibeli, tapi diri sendiri malah terabaikan.