Daur Ulang Musik Pop Indonesia

Daur Ulang Musik Pop Indonesia

Musik pop Indonesia telah berkembang sedemikian rupa sejak puluhan tahun silam. Musik pop, termasuk musik pop Indonesia, ialah salah satu jenis musik nan sulit ditentukan batas-batasnya sebab banyak sekali jenis musik lain nan biasa dipadu dengan aliran musik ini. Namun memang musik pop ialah jenis musik nan paling banyak peminatnya di global ini. Bahkan musik pop mempunyai King of Pop, Michael Jackson. Hal nan tak dimiliki oleh aliran musik lain meski tiap aliran ada "penguasa", namun tak sampai begitu lekat.

Michael Jackson menjadi ikon bagi musik pop -khususnya buat Amerika- sebab pencapaiannya nan luar biasa. Padahal Michael tak selalu menyanyikan lagu-lagu nan murni berirama pop. Dia juga membuat musik dengan campuran R & B, misalnya. Namun tetap saja namanya terlanjur melegenda buat kategori pop.



Lagu-lagu Koes Plus Bercirikan Musik Pop Indonesia

Musik pop Indonesia sendiri tak mempunyai figur spesifik nan kerap dikaitkan dengan musik ini. Mungkin sebab ada banyak sekali musisi dan penyanyi musik pop Indonesia dengan keunikan dan kehebatan masing-masing.

Musik pop Indonesia pernah lekat dengan grup musik keluarga Koeswoyo, Koes Plus. Walau grup musik pop Indonesia ini pernah dijuluki sebagai band "ngak ngik ngok" dan sempat keluar masuk penjara di zaman Orde Lama, tapi tak ada nan dapat menolak nama besar grup musik pop Indonesia ini. Grup band musik pop Indonesia ini bahkan dianggap sebagai pendiri fondasi musik pop Indonesia sehingga akhirnya musik pop Indonesia ini berkembang seperti nan kita kenal sekarang.

Lagu-lagu Koes Plus nan bercirikan musik pop Indonesia masih tetap enak didengar meski sudah berlalu puluhan tahun. Bahkan Erwin Gutawa pernah membuat sebuah album berjudul "Tribute To Koes Plus" nan menggandeng nama-nama besar di global musik pop Indonesia. Mulai dari Kikan, Gigi Band, Andy /riff, hingga salah satu diva ternama nan kita miliki, Ruth Sahanaya. Album ini mendapat sambutan nan cukup meriah dari para penggemar musik pop Indonesia.

Tony Koeswoyo ialah pencipta lagu tangguh nan membawa lagu-lagu Koes Plus melegenda. Karya-karyanya cukup khas dengan melodi nan latif dan kata-kata sederhana namun sarat makna. Buah karya Tony berbeda dengan buah karya saudaranya nan lain. Tony sendiri merupakan anggota tertua dari grup musik pop Indonesia ini.

Perkembangan musik pop Indonesia memang tidak lepas dari kiprak Koes Plus. Sebelumnya Koes Plus ialah sebuah band keluarga dengan nama Koes Bersaudara. Namun akhirnya berubah nama menjadi Koes Plus setelah Nomo memilih keluar dan digantikan oleh Murry.

Berganti nama tak lantas membuat Koes Plus mudah meraih perhatian publik. Album pertama mereka bahkan kurang dilirik oleh penikmat musik Indonesia. Namun, lagu-lagu mereka nan sederhana namun latif di telinga itu pun ahirnya sukses merengkuh simpati pendengar dan mengantarkan Koes Plus ke puncak kejayaan.

Pada 1974, grup band ini mencatat sejarah luar biasa di global musik pop Indonesia. Tahukah Anda apa nan mereka lakukan? Di tahun itu, mereka mengeluarkan 24 buah album! Bayangkan saja, ada 24 album nan diluncurkan atas nama Koes Plus di tahun itu! Berarti jika dihitung lagi, band ini merilis satu buah album setiap dua minggu! Wow , suatu jumlah nan sangat menakjubkan, bukan?

Proses kreatif mereka sangat luar biasa sehingga mampu menghasilkan lagu dalam jumlah luar biasa banyak dalam waktu singkat. Hebatnya lagi, lagu-lagu itu bukanlah lagu asal jadi nan diciptakan demi mengejar waktu peluncuran album.

Dalam sejarah musik pop Indonesia, anak-anak keluarga Koeswoyo mungkin menjadi salah satu gurp musik paling produktif nan pernah ada di negeri ini. Mereka mendapat penghargaan pada 1992 dengan label "Legend BASF Awards". Total mereka menghasilkan 89 buah album dengan jumlah lagu 953 lagu. Bukan prestasi nan main-main! Produktivitas mereka tak dapat dipandang mata.

Kelahiran Koes Plus kemudian mengilhami munculnya berbagai grup nan mewarnai musik pop Indonesia . Tak sekadar mengilhami, mereka pun bisa dikatakan dijadikan kiblat bari para penerusnya. Mercy's, D'Lloyd, Panbers, hingga Favourites berusaha mengikuti jejak kesuksesan grup ini. Ada nan berhasil, ada juga nan tidak. Namun nan niscaya popularitas Koes Plus tak bisa dilampaui oleh grup band lain pada masanya.



Musik Pop Indonesia dari Masa ke Masa

Musik pop Indonesia terus berkembang setelah era Koes Plus. Racikan musik pop Indonesia pun makin majemuk sehingga memberi pilihan nan banyak buat para pecinta musik pop Indonesia.

Remaja tahun 80-an mana nan tak mengenal Fariz RM nan ganteng itu? Lagu-lagu karya anak muda ini banyak diminati sebab dianggap lebih maju dari zamannya. Fariz bahkan bisa memainkan hampir semua alat musik nan digunakan buat merekam lagu-lagunya. Fariz pun berpindah-pindah dari satu proyek ke proyek lainnya.

Paman dari Sherina ini pun sepanjang kariernya telah meluncurkan 20 album solo, 72 album kolaborasi, serta 18 buah album soundtrack . Beberapa lagunya masih diminati dan enak didengar hingga saat ini. Sebut saja misalnya "Sakura", "Barcelona", atau sebuah lagu duet dengan Neno Warisman, "Nada Kasih".

Musik pop Indonesia pun tak dapat dilepaskan dari nama Dian Prama Poetra dan Deddy Dhukun. Tahun 80-an akhir hingga pertengahan 90-an, nama mereka mendominasi global musik di tanah air. Mereka bahkan menciptakan istilah "pop kreatif" dan "pop progresif" buat karya-karya mereka nan memang patut diacungi jempol.

Pada lagu-lagu mereka, pengaruh musik jazz cukup terasa. Namun paduan dengan musik pop ala keduanya menjadi sangat indah. Bahkan Malyda pun mencicipi ketenaran dengan menyanyikan lagu karya-karya mereka.

Kala itu, Dian dan Deddy bahkan gemar membuat kelompok musik. Semuanya bisa dikatakan memetik berhasil besar. Contohnya ialah 2D, K3S, atau 7 Bintang. Lagu paling dikenang dari duet keduanya ialah "Masih Ada" nan dinyanyikan di bawah nama 2D.

Setelah era Dian dan Deddy, Indonesia sempat dihebohkan dengan "pop techno" nan kala itu sangat populer. Penyebarnya siapa lagi kalau bukan KLa Project. Sepeti halnya Fariz RM, grup band ini pun dianggap menyajikan musik nan jauh melampaui zamannya. Lagu-lagu mereka menjadi begitu berkelas di tengah kepungan lagu-lagu cengeng nan mendominasi.

Kla Project mungkin salah satu band dengan hit nan sangat banyak dan tetap dikenang meski sudah berlalu bertahun-tahun. Siapa nan bisa melupakan lagu "Yogyakarta" nan meremas-remas hati itu?

Konon, tadinya lagu ini akan diberi judul dengan nama sebuah kota di Eropa. Akan tetapi Katon, Lilo, Adi, dan Ari kemudian mengubahnya menjadi nama kota di Pulau Jawa, Yogyakarta. Dan lagu ini meledak luar biasa. Hingga detik ini pun musik dan lirik lagu Yogyakarta masih sangat pas buat dinikmati. Tidak ada tanda-tanda bahwa lagu ini diciptakan hampir 20 tahun silam.

Kalau lagu "Someone Like You" dijuluki sebagai lagu galau sedunia, KLa Project pun punya lagu senada. Misalnya saja "Terpurukku di Sini", "Tak Dapat Ke Lain Hati", atau 'Meski T'lah Jauh". Semuanya meraih popularitas nan jempolan.

Masih ada banyak penyanyi dan grup musik nan berkembang dan meraih popularitasnya kemudian. Ada nan menyajikan musik pop Indonesia dengan campuran aliran musik lainnya. Ada juga nan sebaliknya. Namun beberapa tahun terakhir ini global musik pop Indonesia dianggap mengalami penurunan dari segi kualitas. Musisi nan tampil menyajikan lagu-lagu senada nan mirip satu sama lain.

Dengan alasan tren, lagu-lagu Indonesia pun dibanjiri musik melayu. Bukannya mengecilkan jenis musik ini, cuma sepertinya kreativitas para musisi menjadi tumpul. Bukankah ini sangat disayangkan?



Daur Ulang Musik Pop Indonesia

Meski belum banyak dikenal di global internasional, kualitas musik pop Indonesia tak kalah dengan musik dari negara lain. Hal ini terbukti dengan mulai dikenalnya beberapa musisi Indonesia di luar negeri. Diantaranya dengan diundangnya para musisi Indonesia dalam beberapa konser nan diselenggarakan di negeri tersebut.

Salah satu negera nan kerap mengundang seniman musik pop Indonesia diantaranya ialah Malaysia. Negara jiran ini memang memiliki selera dan konsep musik nan tak jauh berbeda dengan Indonesia. Oleh sebab itu, para musisi Indonesia tak memiliki kesulitan buat menembus pasar musik negara tetangga tersebut. Salah satunya dibuktikan dengan adanya beberapa kelompok penggemar seniman Indonesia nan muncul di Malaysia.

Di sisi lain, tak sedikit pula seniman musik Pop Malaysia nan juga menangguk berhasil di Indonesia. Sejak tahun 80an, nama seniman Sheila Madjid sudah dikenal melalui lagunya "Antara Anyer dan Jakarta". Lagu tersebut menjadikan nama Sheila Madjid menjadi salah satu musisi pop asal Malaysia nan dikenal di kalangan penggemar musik pop tanah air.

Kisah berhasil musisi Malaysia di Indonesia selanjutnya digoreskan oleh sebuah group nan bernama Search. Kelompok nan digawangi vokal Amy Search tersebut, melejit namanya di Indonesia pada akhir era tahun 80an melalui lagu nan diberi nama Isabella. Dan dari kisah berhasil kelompok Search inilah kemudian banyak seniman Malaysia nan menorehkan kisah manis dalam blantika musik pop Indonesia.

Sebut saja nama Iklim nan melejit melalui lengkingan vokal Saleem saat melantunkan Kudus Dalam Debu. Atau juga kelompok Slam nan melambung namanya dengan lagu Gerimis Mengundang. Dan masih banyak beberapa kelompok musik dari negeri jiran tersebut nan sempat tercatat dalam blantika musik pop Indonesia.

Selain melalui group musik, ada pula nama musisi Malaysia nan melambung namanya tanpa tergabung dalam sebuah kelompok musik. Diantara nama nan dapat disebutkan, diva pop Malaysia nan paling dikenal di Indonesia ialah Siti Nurhaliza. Seniman nan melambung namanya melalui lagu Paras Kekasih tersebut, seakan mengulang kisah berhasil Sheila Madjid dalam merebut hati penikmat musik pop Indonesia.



Musik Pop Indonesia

Musisi pop Indonesia sendiri sebenarnya tak kalah kualitasnya dengan para seniman dari negeri seberang tersebut. Dalam catatan sejarah musik pop Indonesia, hampir selalu muncul musisi baru dengan talenta hebat dalam setiap masanya.

Sebelum tahun 70an, nama-nama seperti Tetty Kadi, Panbers, Koes Plus ialah nama-nama nan merajai pentas musik pop tanah air. Radio, nan menjadi media informasi rakyat paling populer kala itu, secara rutin memutarkan lagu-lagu nan mereka nyanyikan.

Bergeser masuk tahun 80an, beberapa nama pendatang baru musik pop Indonesia pun mulai bermunculan. Penyanyi seperti Dina Mariana, Endang S. Taurina, Obbie Mesakh, Tomi J. Pisa dikenal sebagai jajaran penyanyi pop papan atas saat itu. Tren musik nan ada pada era tersebut lebih didominasi oleh lagu dengan lirik cinta sendu nan mendayu-dayu.

Selain nama-nama baru tersebut, beberapa nama nan lahir pada generasi 70an pun masih sedikit mewarnai pentas musik tanah air. Nama-nama nan masih terlibat di kancah musik pop Indonesia tersebut ,diantaranya ialah Titik Puspa, Rinto Harahap dan juga Broery Pesolima. Dengan karakter vokal dan kemampuan tarik suara nan berkualitas, nama-nama tersebut masih mampu menelurkan karya nan diterima masyarakat pecinta musik Indonesia.

Berbeda dengan tahun 70an nan banyak melahirkan group musik pop, pada era 80an ini tren nan muncul ialah penyanyi solo tanpa grup musik. Hanya saja, grup musik nan lahir dan sempat tenar pada era tahun 70an tersebut, beberapa diantaranya kemudian sudah tak lagi produktif menciptakan musik.

Grup seperti Panbers, The Mercies atau Tiga Dara kurang begitu lagi dikenal masyarakat pada tahun 80an tersebut. Selain sebab bergesernya selera musik tanah air, beberapa grup musik tersebut mulai ditinggalkan personilnya dengan berbagai alasan. Grup musik nan masih beberapa kali menggelar konser mereka dapat dihitung dengan jari. Seperti kelompok Koes Plus atau juga Bimbo nan memiliki karakteristik khas musik pop rohani.

Khusus buat kelompok Bimbo ini, meski tak terlalu produktif menciptakan karya baru mereka namun dapat dikatakan sebagai kelompok musik legendaris. Hal ini sebab genre musik nan mereka ambil, cenderung kurang memiliki banyak pesaing. Di samping itu, lagu rohani nan mereka bawakan tak pernah terlihat ketinggalan zaman. Akibatnya, setiap moment keagamaan Islam seperti pada bulan Ramadhan, lagu-lagu karya Bimbo hampir selalu terdengar di berbagai loka hingga saat ini.



Musik Daur Ulang

Memasuki era 90an dan 2000, terdapat sebuah keunikan tersendiri di tengah pentas musik pop Indonesia. Salah satu keunikan tersebut ialah munculnya tren lagu daur ulang nan dinyanyikan kembali oleh penyanyi lain dengan aransemen baru. Tren ini diawali pada awal tahun 90an, di mana penyanyi Yuni Shara dikenal sebagai penyanyi nan memiliki karakteristik khas melantunkan lagu daur ulang.

Salah satu lagu daur ulang nan dinyanyikan kembali oleh Yuni Shara ialah Permata Yang Hilang. Lagu ini sempat hits pada tahun 70an nan dinyanyikan oleh Ratih Purwasih. Selain Yuni Shara, beberapa seniman nan baru muncul pun ada nan mengikuti langkah Yuni Shara ini. Seperti nan pernah dilakukan oleh Ello dengan menyanyikan lagu milik ibunya nan berjudul Pergi Untuk Kembali.

Lagu ini cukup berhasil dalam mendongkrak penjualan album pertama Ello nan diluncurkan pada tahun 2005. Album bertajuk Repackage ini, kemudian dianggap sebagai awal dimulainya tren menyanyikan lagu daur ulang oleh para seniman pendatang baru di tanah air.

Salah satu grup musik papan atas, Gigi pun tertarik buat menyanyikan lagu daur ulang. Hanya saja, Gigi lebih memilih lagu bertema religius milik kelompok Bimbo nan dinyanyikan ulang dengan aransemen baru sehingga terdengar lebih bertenaga. Trik ini dilakukan Gigi dengan dua harapan.

Harapan pertama tentu saja meraih berhasil dalam peluncuran album mereka nan bernuansa rohani Islam. Asa kedua dengan proyek daur ulang tersebut ialah buat mengajak generasi muda mengenal lagu-lagu rohani, nan disesuaikan dengan perkembangan zaman. Sehingga pada nantinya lagu rohani dapat dikemas dengan perbedaan makna nan sinkron selera penggemar musik di setiap masanya.

Secara umum, pemilihan lagu daur ulang buat dinyanyikan kembali, tentunya bukanlah sebuah hal nan salah. Hanya saja, ada sebagian pihak nan beranggapan bahwa lagu lama nan dinyanyikan kembali tersebut dipilih sebagai sebuah jalan pintas buat meraih popularitas. Sebab, lagu tersebut sudah terbukti mampu merebut hati penggemar musik di masa sebelumnya.

Hal ini khususnya ditujukan kepada para penyanyi muda nan belum pernah sekalipun menelurkan karya mereka. Mereka dianggap kurang memiliki kepercayaan diri buat menyanyikan lagu baru sebagai bukti konkret kemampuan mereka di global tarik suara. Nah, bagaimana pendapat Anda?