Kehidupan Kampus nan Ideal

Kehidupan Kampus nan Ideal

Kehidupan anak kuliah warna-warni sekali. Meski sebenarnya masa kuliah sudah masuk dalam masa dewasa, banyak di antara mahasiswa nan tidak sadar bahwa mereka sesungguhnya sudah dewasa. Beribu pernak-pernik ihwal kelakuan anak kuliah dimulai dari pacaran sampai demonstrasi kerap dilakukan sebagai bukti eksistensinya. Tidak sporadis juga banyak anak nan baru memasuki global kampus ini malah hilang kendali. Biasanya ada nan mengawasi, setelah tak diawasi mereka malah terjebak ke dalam kehidupan nan mengerikan. Pergaulan bebas dan global malam menjadi bagian dari diri mereka.



Harapan Orang Tua, Asa Bangsa

Anak kuliah atau mahasiswa diharapkan akan menjadi generasi penerus tampuk kepemimpinan bangsa ini. Menjadi mahasiswa tentu instrumen krusial buat mendapat pendidikan nan layak bagi bekal kehidupannya kelak. Dengan pendidikan nan layak maka akan membawa kehidupan diri, keluarga dan negara dalam konteks nan lebih luas menjadi maju.

Tak pelak, menjadi mahasiswa dan nantinya lulus sinkron dengan minat di bidangnya merupakan asa bagi setiap orangtua. Siapapun, setiap orangtua niscaya menginginkan anak-anaknya akan berhasil dalam mengarung kehidupannya kelak. Setiap orang tua menginginkan anak-anaknya hayati layak dan bahkan dapat memberikan kontribusi buat kemaslahatan dan kebaikan bangsa.

Berbekal hal itulah, banyak orangtua nan rela banting tulang mengerjakan apapun asalkan anak-anaknya dapat kuliah. Sawah atau ladang rela dijual buat membiayai kebutuhan anaknya kuliah. Suatu pengorbanan nan disayangkan apabila disia-siakan dan malah dikhianati oleh si anak nan menjadi mahasiswa. Mahasiswa juga menjadi tonggak asa bangsa kelak. Bung Karno semasa hidupnya pernah berujar: berikan saya sepuluh pemuda (termasuk mahasiswa) maka akan ku guncangkan dunia! Jadi, peranan pemuda, dimana mahasiswa masuk didalamnya tidak syak lagi sangat diharapkan kontribusinya buat menentukan maju-mundurnya sautu bangsa.



Tak Semua Dapat Menjadi Mahasiswa

Biaya nan mahal dan kemampuan akademik nan tak mencukupi terkadang malah menjadi kendala buat menjadi seorang mahasiswa. Seolah menjadi seorang mahasiswa itu menjadi satu impian nan harus dikubur selamanya. Hal ini seharusnya menjadi satu cermin bagi mahasiswa nan telah mencicipi global kampus. Mereka harus bersyukur telah terpilih di antara sedikit orang nan dapat merasakan betapa indahnya waktu mencari ilmu itu. Setelah menjadi seorang mahasiswa, mereka hendaknya memanfaatkan semua fasilitas nan ada buat menjadikan diri mereka lebih berkualitas dan nantinya dapat diandalkan demi melakukan banyak hal bagi diri sendiri maupun orang lain.

Jangan sampai, menjadi mahasiswa hanya mengundur waktu buat menikah atau bahkan menutupi angka pengangguran. Selagi menjadi mahasiwa itu, mereka harus manpu membangun rekanan dan membuat jaringan pertemanan nan saling mendukung sehingga pada saatnya nanti, jaringan inilah nan akan menjadi kekuatan ekonomi nan dapat diarahkan menjadi kekuatan lain nan lebih besar. Mereka tak boleh hanya berleha setelah tak ada pelajaran di kampus. Waktu nan tersisa digunakan buat mencari ilmu lain terutam ilmu tentang meraih kemampuan finansial.

Kemampuan ini akan mewujudkan ketrampilan. Mencari ketrampilan seperti ini akan sangat berguna tak hanya buat masa depan nan lebih baik tetapi juga akan meningkatkan pemahaman mahasiswa itu sendiri bahwa tanpa adanya ketrampilan nan membumi, mereka hanya akan menjadi salah satu dari pencari pekerjaan. Tidak ada nan mau menjadi seorang pengangguran. Semua ingin segera mempunyai aktivitas nan mendatangkan uang setelah lulus kuliah. Untuk itulah, ketrampilan itu tak diraih hanya dalam waktu satu malam. Ada ribuan jam latihan dan latihan nan akan membuat seseorang itu menjadi sangat terampil.

Magang kepada para pengusaha nan hebat dan menghadiri seminar nan membangkitkan semangat juang buat lebih berprestasi dalam kehidupan, perlu juga dihadiri. Dalam berbagai seminar itu tak hanya mendengarkan pembicara tetapi juga menjalin kolaborasi dengan para peserta lainnya. Jangan malu buat memulai pembicaraan. Terkadang tak sengaja malah berjumpa dengan orang nan dicari selama ini. Tidak ada keberuntungan bila belum pernah berusaha. Terkadang keberuntungan itu hanya sebagai bentuk ungkapan nan menyenangkan hati saja. Semua sudah diatur oleh nan Kuasa. Tentu saja tak akan berubah nasib seseorang kalau dia sendiri tak mau berubah.

Mencari peluang kerja selagi menjadi mahasiswa memang ada kelemahannya. Pertama, ketika telah mempunyai uang, sang mahasiswa malah sering bolos kuliah. Padahal hal ini tak boleh terjadi kecuali sudah memutuskan buat tak melanjutkan kuliah seperti nan terjadi pada Bill Gates dan orang-orang cerdas lainnya. Tetapi kalau tak yakin, sebaiknya jangan khianati kehidupan kampus. Tetap kuliah dan tetap bekerja dalam irama nan serasi dan serasi. Kedua, ketika telah bekerja, mahasiswa sering timbul rasa congkaknya terhadap orangtua dan temna-temannya. Mereka merasa klebih berdikari dan oleh karenanya tak boleh lagi diatur. Padahal kalau mereka rendah hati, kehidupan mereka niscaya akan lebih baik lagi.
Negasi Kepercayaan

Melihat kehidupan para mahasiswa nan terkadang tak seperti nan diharapkan, benarkah sudah begitu paham dengan apa nan menjadi kewajiban dan tanggung jawabnya? Benarkah mereka menghayati segala perjuangannya buat menempuh pendidikan buat nantinya diabdikan bagi kebaikan diri, keluarga dan bangsanya? Entahlah, sebab ternyata masih banyak mahasiswa nan tidak menyadari bahwa mereka calon pemimpin, calon pejabat negara, calon imam, calon penerus keluarga dan bangsanya.

Bisa disaksikan, mahasiwa sekarang sudah banyak nan menegasi segala bentuk kepercayaan itu. Segala hipotesa itu tercermin dari apa nan dilakukannya. Anak kuliahan ke kampus bukan buku tebal nan dibawanya melainkan handphone Blackberry seri terbaru, bukan kamus besar nan memuat jutaan kata, melainkan iPad terbaru nan baru saja dibelikan orangtua atau pacarnya. Bukan lagi perpustakaan sebagai loka nongkrongnya, melainkan warung kopi, warnet atau arena main play station (PS) nan menjadi tempat-tempat favoritnya.

Membaca, diskusi dan menulis pun bukan lagi kegemarannya. Ada nan lebih krusial yaitu pacaran dan main PS nan justru menjadi agenda primer mengalahkan agenda-agenda krusial nan mendukung kegiatan kuliahnya seperti mengikuti seminar, diskusi, menulis, dsb. Jika sudah demikian, masih adakah harapan nan pantas digantungkan di pundak anak-anak kuliah?

Semoga saja anak-anak kuliahan segera sadar bahwa keluarga dan negaranya begitu mengharapkan peran nyatanya kelak buat membangun dan memaslahatkan kehidupan masyarakat dan negara. Mereka dibiarkan dan diizinkan buat mencari ilmu agar dengan ilmunya itu mereka akan menjadi generasi pengganti nan kuat dan hebat nan dapat membawa bangsa ini ke tangga persaingan nan sebenarnya. Merekalah nan akan memberikan satu penegasan bahwa bangsa ini bukan bangsa pengemis dan bukan bangsa budak.



Kehidupan Kampus nan Ideal

Bagaimanakah kehidupan kampus nan ideal itu? Kehidupan kampus nan ideal ialah kehidupan pencarian ilmu dan dominasi ilmu nan sebenarnya. Mereka mempelajari ilmu global dan sekaligus juga harus mencari ilmu akhirat. Ekuilibrium ini sangat krusial agar mereka tak terlena. Kalau mereka terlena, maka ilmu global nan mereka raih itu malah hanya akan memisahkan mereka dari ilmu akhirat. Padahal kalau mereka hanya menguasai ilmu global dan melupakan ilmu akhirat, mereka dapat menjadi pemimpin yag tak berperikemanusiaan dan pemimpin nan korup.

Bila mereka memisahkan kehidupan spiritual dengan kehidupan religiusitas, maka mereka hanya akan percaya dengan keberadaan Tuhan tanpa mau dengan lapang dada dan dengan keikhlasan memperdalam ilmu agamanya. Akhirnya mereka hanya ingin menjadi orang baik, namun tak paham dengan rukun dan peraturan dalam agama nan sebenarnya. Bahkan akhirnya dapat saja mereka menikah dengan orang diluar agamanya. Bahkan mereka menikah dengan sesama jenis. Pemikiran nan hanya dikontrol oleh otak akan menjadi satu pemikiran nan mengerikan.

Sebaliknya, kalau pemikiran itu berdasarkan hati dan kalbu, maka pemikiran itu akan tergiring ke satu titik berhenti, yaitu keilmuan nan benar-benar bermanfaat. Ketika semakin bertambah ilmunya, mereka akan semakin bertanggung jawab dan semakin beriman. Mereka akan memanfaatkan ilmunya buat diri dan lingkungannya. Para mahasiswa nan paham dengan hal-hal seperti inilah nan diharapkan akan menjadi penerus bangsa nan baik dan hebat. Para mahasiwa atau anak kuliah itu harus dibimbing dengan bimbingan nan pas agar mereka tak merasa dikungkung dengan sangat ketat. Mereka telah dapat berpikir secara sistematik dan cukup kristis.