Pola Paragraf Narasi

Pola Paragraf Narasi

Dalam Bahasa Indonesia, dikenal beberapa istilah paragraf nan memungkinkan penulis buat melakukan penjabaran terhadap berbagai ide dan gagasan nan hendak disampaikannya. Beberapa bentuk paragraf tersebut ialah paragraf nan berbentuk narasi, deskripsi, eksposisi, dan argumentasi.

Salah satu bentuk paragraf nan paling banyak diminati oleh pembaca ialah paragraf narasi atau cerita narrative nan di dalamnya pembaca dapat ikut masuk ke dalam penceritaan sehingga proses membaca dapat lebih dipahami daripada sekadar membaca informasi, argumentasi, atau pendeskripsian mengenai sesuatu.

Akan tetapi, sebelum kita berbicara mengenai berbagai hal, seyogyanya kita mengetahui terlebih dahulu apa nan dimaksud dengan paragraf narasi atau cerita narrative ini sebab jika tidak, pembaca dapat saja salah menafsirkan satu jenis bacaan antara paragraf narasi atau paragraf jenis lainnya.



Pengertian Paragraf Narasi

Seperti nan sudah disebutkan di atas, paragraf berbentuk narasi akan lebih mudah diterima oleh pembaca sebab mengisahkan suatu kejadian atauperistiwa secara kronologis. Cerita dengan teknik narasi ini biasanya mengutamakan tindakan tokoh beserta ilustrasi nan mampu membawa pembaca pada pemahaman nan diharapkan oleh penulis.

Oleh sebab itulah kenapa cerita pendek, novel, bahkan warta di media massa pun kerap menggunakan teknik tersebut agar pembaca dan penonton dapat lebih memahami apa nan hendak disampaikan secara visual.



Ciri-Ciri Paragraf Narasi

Untuk dapat membedakan antara jenis paragraf narasi dengan paragraf bukan narasi, pembaca dapat mengetahui dari ciri-cirinya. Secara general, paragraf narasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1. Menguraikan atau mengisahkan suatu peristiwa dengan menggunakan sudut pandang tertentu.
2. Terdapat alur nan disajikan atau dibangun buat pelengkap pengisahan peristiwa.
3. Mengutamakan faktor waktu nan bergerak secara kronologis.
4. Ide nan dibangun dapat berupa pengembangan imajinasi, dapat juga bersumber dari kejadian konkret nan dialami oleh seseorang.

Dari ciri-ciri di atas, pembaca juga tentu dapat mengklasifikasikan jenis paragraf lainnya sehingga tak semua cerita atau peristiwa dapat dikisahkan secara terinci oleh penulis. Karena ada pula beberapa peristiwa atau informasi nan tak dapat disampaikan dengan cara ini.



Pola Paragraf Narasi

Dalam membuat paragraf narasi, penulis dapat mengembangkan peristiwa dari dua sudut pandang. Pertama, paragraf dapat dikembangkan berdasarkan jenis kronologinya, yakni kronologi waktu dan kronologi peristiwa.

Pada kronologis waktu, penulis harus menyusun kejadian demi kejadian secara terperinci menurut waktu nan telah ditetapkan atau sinkron dengan waktu kejadian sehingga pembaca dapat menangkap jalinan cerita lewat waktu nan disuguhkan tersebut.

Sementara itu, pada kronologis peristiwa, kisah dituturkan berdasarkan peristiwa mana nan dianggap paling krusial atau paling menarik buat disajikan sehingga nan ditangkap oleh pembaca ialah esensi kejadian atau peristiwa dalam kisah tersebut.

Pola kedua nan dapat dikembangkan menjadi cerita narrative ialah pola nan dibuat berdasarkan sumber ide, yakni ide nan berkembang dari informasi mengenai suatu kejadian berdasarkan penalaran dan ide nan berkembang dari suatu imajinasi atau khayalan penulis itu sendiri.

Pola nan pertama biasa disebut dengan narasi ekspositoris nan kemudian dibagi menjadi dua bagian, yaitu narasi ekspositoris spesifik dan narasi ekspositoris khusus. Narasi ekspositoris generik dibuat berdasarkan kejadian nan biasa terjadi atau peristiwa nan selalu berulang-ulang, sedangkan narasi ekspositoris generik merupakan narasi nan dibuat berdasarkan kejadian istimewa nan hanya terjadi sekali itu saja.



Tips Membuat Paragraf Narasi

Berikut ialah tips dalam membuat paragraf narasi.

  1. Memilih tema dan topik nan menjadi dasar penceritaan.
  2. Mengumpulkan bahan-bahan nan sinkron dengan tema atau topik nan akan diangkat sebagai cerita.
  3. Menetapkan pola pengembangan nan sinkron dengan tema.
  4. Menyusun kerangka paragraf berupa poin krusial nan hendak disampaikan kepada pembaca.
  5. Mengembangkan kerangka paragraf tersebut menjadi beberapa kalimat nan menunjukkan bahwa kalimat tersebut merupakan sebuah cerita narrative.


Contoh Kisah Berbentuk Narasi

Kisah berhasil ialah kisah nan sangat menarik buat diungkapkan. berbagai cara atau gaya penceritaan bisa dilakukan buat menceritakan kisah ini. Salah satu gaya nan mungkin dapat kita pilih ialah melalui cerita narrative seperti beberapa kisah berikut ini.

Lima pemuda dekil makan nasi bungkus dengan lahapnya sambil duduk lesehan di lantai sebuah kantor saat menunggu sesi wawancara. Semua orang nan melintas, memandang sebelah mata dan seakan mempunyai pikiran nan sama: "Mereka hanyalah orang udik nan datang ke kota". Mereka memang dari desa.

Novri Azwat (18) penjual nasi uduk, Dodhy (21) seorang kuli bangunan, Rustam Wijaya (22) penjual sandal jepit, Iim (20) montir motor dan Andika (23), penjual cendol keliling. Cibiran, hinaan, dan diremehkan sudah kenyang mereka terima. Namun, sekarang siapa nan tidak kenal dengan Kangen Band, band nan memiliki ribuan penggemar grass root nan solid.

Susan Boyle, penampilannya sama sekali tak meyakinkan. Dia hanya seorang wanita gemuk, tambun, pengangguran berusia 47 tahun nan sehari-hari tinggal di desa, tak pernah pacaran dan tak pernah menikah. Teman satu-satunya hanyalah kucing kesayangannya.

Ketika ia berkata "Saya ingin seperti Elaine Paige", semua orang nan hadir menertawainya dan memandang sebelah mata. Namun, setelah ia menyanyikan lagu I dreamed a dream, semua nan hadir di acara British Got Talent takjub terpesona, wanita ini memiliki suara emas nan luar biasa. Tanpa ragu para hadirin pun berdiri dan bertepuk tangan untuknya.

Dua kisah di atas memiliki satu pesan: jangan meremehkan orang. Sifat dasar manusia ialah merasa hebat bila berhadapan dengan orang nan lebih rendah. Seperti owner dengan karyawannya, Kasie dengan staf-nya, manager dengan jajaran di bawahnya, atasan dengan bawahannya, boss dengan anak buahnya, kades dengan perangkat desanya, petinggi parpol dengan kadernya, rektor dengan dosennya, kepala sekolah dengan gurunya.

Seakan dengan berada di atas bisa memperhatikan semua keadaan di bawahnya dengan jelas. Padahal tak semuanya bisa terlihat, bahkan dapat jadi pandangan mata kita nan tertipu.

Belajarlah dari kenyataan pembiasan. Pembiasan terjadi sebab cahaya bergerak lebih cepat di udara dibandingkan di air, karena indeks bias medium udara lebih kecil dari air. Akibatnya bila cahaya masuk ke air dengan membentuk sudut, cahaya tersebut akan dibelokkan mendekati garis normal. Maka terjadilah pembiasan.

Di dalam air, pensil nan lurus terlihat bengkok, kolam nan dalam seakan cetek. Padahal pensilnya lurus, dan kolamnya pun dalam. Pandangan mata kitalah nan salah.

Banyak orang nan tertipu dampak pembiasan. Akibatnya banyak korban nan berjatuhan. Orang-orang lurus nan dianggap bengkok, orang nan ilmunya dalam tapi dianggap cetek, orang nan memiliki potensi namun tak ditanggapi, Orang kritis berpengaruh, dicap tukang bikin keruh. Orang cerdas pintar dianggap tukang bikin onar.

Padahal kalau mau, ubahlah posisi sudut cahaya nan masuk hingga tegak 90º, pasti tak akan terjadi pembiasan. Lurus akan terlihat lurus, dalam akan terlihat dalam. Terlihat sama seperti apa adanya.

Seperti itulah seharusnya kita, ubahlah sudut pandang kita terhadap bawahan. Posisikanlah dia dengan tegak, jangan posisikan menunduk apalagi beringsut sehingga akan terlihat dengan jelas semua bentuk dan raut.

Meremehkan. Jangan dilakukan walau hanya sekali. Sebab di kemudian hari kita tidak tahu apa nan akan terjadi.