Dr. Inu Kencana Syafiie, M.Si.

Dr. Inu Kencana Syafiie, M.Si.

Siapa nan tidak kenal dengan Universitas Trisakti ? Kampus elite Ibukota nan kampus utamanya terletak di kawasan Grogol, Jakarta Barat. Majemuk kata nan akan diberikan oleh orang bila ditanyakan tentang Universitas Trisakti ini. Borjuis, elite, mahal, artis, aktifis, reformasi, korban kekerasan dan lain-lain, mungkin itulah jawaban nan akan diberikan.

Baiklah, kita akan sedikit mengulas Universitas Trisakti dari sisi nan berbeda. Apaka sajakah itu?



Universitas Trisakti - Alumni dari Tokoh Nasional dan Lintas Profesi

Tenyata banyak orang sukses, terkenal, lintas profesi dan telah menjadi tokoh nasional nan dulunya menimba ilmu di Universitas Trisakti ini. Siapa sajakah mereka?



Rudy Choirudin

Anda niscaya kenal nama nan satu ini. Pria nan wajahnya sering menghiasi layar televisi di rumah Anda dalam acara masak memasak. Ya, Rudy Choirudin ialah seorang chef . Pria kelahiran Surabaya 28 Oktober 1964 ini memang pernah kuliah di Universitas Trisakti. Tepatnya di Akademi Pariwisata Universitas Trisakti Jakarta. Setelah lulus, Rudy sering mengikuti berbagai seminar tentang makanan dan masakan. Dari ajang seperti inilah ia meraih banyak prestasi di berbagai lomba masak dan festival memasak.

Perjalanan karir Rudy Choirudin sebagai alumni Universitas Trisakti selanjutnya seperti telah membentang, berturut-turut ia menjabat sebagai manajer restaurant di Java Garden Restaurant (1988-1990), staff pengajar Forum Masakan Indonesia (1990-1991), pembawa acara di salah satu Radio Wanita di Jakarta (1991-1994), dan staff spesifik buat redaksi kuliner majalah wanita Kartini (1988-1995). Namun publik baru mengenal sosoknya setelah ia mengasuh acara “Selera Nusantara” dan “Resep Oke Rudy” di RCTI. Selain itu Rudy Choirudin nan telah mengeyam pendidikan di Universitas Trisakti ini juga aktif menulis buku-buku nan berhubungan dengan masakan seperti, Resep Praktis Dengan Bumbu Dasar Merah (2001), Hidangan Nusantara (2000), Cake Cantik dalam Plastik Mika (2004), Seri Mini Layer Cake: Fruit (2007), dan Seri Mini Layer Cake: Cheese (2007).



Dr. Inu Kencana Syafiie, M.Si.

Dr. Inu Kencana Syafiie, M.Si atau nan lebih dikenal sebagai Inu Kencana. Pria orisinil Payakumbuh ini terkenal dengan keberanian dan kevokalannya dalam membongkar kasus kekerasan nan terjadi di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Pria kelahiran 14 Juni 1952 ini memang orang pertama nan mengekspos warta tentang kekerasan nan terjadi di kampus tersebut, sekaligus sebagai alumni Universitas Trisakti.

Jarang orang nan tahu bahwa Inu Kencana sebenarnya pernah kuliah di Universitas Trisakti. Ya, pada tahun 1971 setelah menamatkan SMA-nya di SMA Negeri I Paspal Pangkalan Brandan, Riau Inu Kencana memang melanjutkan kuliahnya di fakultas kedokteran Universitas Trisakti. Namun sayangnya kuliahnya tersebut tak dilanjutkan sebab keterbatasan biaya. Namun setelah ia bekerja di PT CENTEX Jakarta, akhirnya ia dapat melanjutkan kembali kuliahnya, kali ini di Akedemi Ilmu Administrasi dan Akutansi (APDN) Irian Jaya hingga lulus tahun 1976.

Inu Kencana Syafiie, nan pernah menuntut ilmu di Universitas Trisakti ini akhirnya menjadi dosen tetap Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) nan kini menjadi IPDN. Saat ia menjadi dosen inilah ia mulai membongkar semua kasus kriminal walaupun ada ancaman pembunuhan nan meneror diri dan keluarganya. Inu kencana juga aktif menulis, total lebih dari 28 judul buku nan ia buat. Beberapa karyanya antara lain: Al-Quran, Sumber Segala Disiplin Ilmu, Pengantar Ilmu Pemerintahan, Etika Pemerintahan, Sistem Pemerintahan Indonesia . Di antara buku hasil karyanya tersebut, nan paling fenomenal dan menjadi best seller adalah, IPDN Undercover .



Yeni Wahid

Walaupun bernama lengkap Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid wanita kelahiran Jombang, 29 Oktober 1974 ini lebih dikenal sebagai Yeni Wahid. Putri presiden Indonesia keempat ini memang menyelesaikan kuliahnya di Universitas Trisakti hingga meraih gelar sarjana desain dan komunikasi visual. Seusai lulus kuliah Yenny Wahid memilih menjadi wartawan. Pekerjaannya inilah nan membawanya menjadi reporter dan koresponden koran terbitan Australia, The Sydney Morning Herald dan The Age di Melbourne antara tahun 1997 dan 1999.

Profesi wartawan ini pulalah nan membawanya bertugas ke Timor Timur dan Aceh. Saat bertugas di Timor Timur nan rusuh, menyusul hasil referendum nan menginginkan warga Timor Timur buat merdeka, Yenny Wahid memilih buat tetap bertahan dengan segala risiko nan ada. Hasilnya tak sia-sia, liputannya mengenai Timor Timur pasca referendum mendapatkan anugrah Walkley Award .

Namun profesi wartawannya tersebut segera ditinggalkan saat ayahnya K.H Abdul Rahman Wahid nan lebih akrab dipanggil Gus Dur menjadi presiden keempat Indonesia pada tahun 1999. Semenjak itu Yenny Wahid mempunyai tugas baru yaitu menjadi staf spesifik presiden bidang komunikasi. Yenny Wahid, nan pernah menamatkan studi S-1-nya di Universitas Trisakti itu lalu melanjutkan kuliah di Harvard Kennedy School of Government buat program S-2 hingga selesai tahun 2004. Sepulangnya dari Amerika perkumpulan itulah Yenny Wahid lalu mendirikan Wahid Institut di mana ia menjabat sebagai direktur hingga kini.

Masih banyak lagi para alumni Universitas Trisakti ini, nan sebab keterbatasan, tidak dapat dituliskan profilnya satu per satu. Namun sekedar informasi para alumni Universitas Trisakti lainnya nan kini telah menjadi tokoh nasional antara lain:

  1. Marissa Haque, sebagai alumni Universitas Trisakti nan telah menjadi seniman sekaligus politisi.
  2. Jessica Iskandar, sebagai alumni Universitas Trisakti nan telah menjadi seorang seniman sinetron.
  3. Aziz Syamsuddin, sebagai alumni Universitas Trisaksi nan telah menjadi anggota DPR.
  4. Baim, sebagai alumni Universitas Trisakti nan telah berprofesi sebagai penyanyi.
  5. Marga T, sebagai alumni Universitas Trisakti nan berptofesi sebagai penulis novel.
  6. Siti Hardiyati Rukmana, sebagai alumni Universitas Trisakti nan telah menjadi seorang politisi dan mantan Menteri.
  7. Rudi Hartono, sebagai alumni Universitas Trisakti nan telah menjadi atlit dan masih banyak lagi.


Dualisme Kepemilikan Universitas Trisaksi

Sejak lama Universitas Trisakti mempunyai masalah dualisme kepemilikan, namun selama ini masih dapat diredam sehingga dualisme kepemilikan Universitas Trisaksi ini tidak muncul ke permukaan. Namun ibarat bom waktu permasalahan ini akhirnya “meledak” juga. Dualisme Kepemilikan antara pihak pimpinan Universitas Trisakti dengan Yayasan Universita Trisakti telah berlangsung sejak 2002, hingga akhirnya harus diselesaikan di meja pengadilan. Hasilnya MA memenangkan somasi Yayasan Universitas Trisakti.

Putusan MA dengan tegas menyatakan bahwa pihak pimpinan Universitas Trisakti, dalam hal ini sembilan orang nan berperkara, termasuk Rektor Usakti Thoby Mutis, bersalah dan tak boleh melakukan kegiatan akademis di Universitas Trisakti lagi. Putusan MA ini sudah dikuatkan dengan anmaning dari Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada tahun 2007. Namun pihak Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) menyatakan bahwa kepengurusan Yayasan Trisakti tak sah.

Ketua Majelis Hakim, Kusno, dalam putusan Nomor: 40/PDT.G/2011/PN Jaksel tanggal 5 Januari 2012, mengatakan ketetapannya. Secara garis besar laporan aturan dasar dari Yayasan Universitas Trisakti nan dibuat tersebut tak sah. Karena aturan dasar tersebut tak sah, maka dapat dibatalkan dari sudut hukum.

Namun, di sisi lain Kuasa Hukum Universitas Trisakti, nan diwakili oleh Effendy Saragih, juga memberi dukungan putusan ketua majelis hakim. Bahwa berdasarkan putusan ketua majelis hakim tersebut pihak nan merasa sebagai pengurus dari Yayasan Universitas Trisakti tak memiliki hak melakukan upaya hukum atas nama Yayasan Trisakti dan pihak nan lainnya.



Universitas Trisakti, Kampus Reformasi

Era reformasi tahun 1998 melambungkan nama kampus nan terletak di Jakarta Barat ini. Anda mungkin pernah mendengar “Tragedi Trisakti”. Ya, tragedi nan menewaskan tiga mahasiswa itulah, nan membuat nama Universitas Trisakti makin terkenal.

Kampus nan bukan hanya penghasil lulusan berkualitas, melainkan juga peduli pada kondisi bangsanya. Tragedi Trisakti menjadikan kampus itu dikenal juga sebagai Kampus Pahlawan Reformasi.



Swasta Pemerintah

Universitas Trisakti berdiri pada 1965, beberapa bulan setelah peristiwa berdarah G 30 S. Kampus ini berdiri dari sisa-sisa puing Universitas Respublika, nan dihancurkan massa sebab dianggap terlibat dengan gerakan komunis.

Uniknya, Trisakti merupakan satu-satunya kampus partikelir nan dibangun secara resmi oleh pemerintah Indonesia. Bahkan, nama Trisakti merupakan pemberian Presiden Soekarno.

Soekarno dalam sebuah pidato, memberi makna trisakti sebagai berdaulat di bidang politik, ekonomi dan kebudayaan. Makna inilah nan menjadi tonggak Universitas Trisakti dalam membangun pendidikan, dengan mengutamakan kecerdasan berbagai aspek yaitu intelektual, emosional, spiritual, dan kepekaan sosial.

Hukum dan Ekonomi

Ketika berdiri, Trisakti hanya memiliki lima fakultas yaitu hukum, ekonomi, kedokteran, kedokteran gigi, dan fakultas teknik. Namun, terus berkembang dengan tambahan fakultas teknik sipil, teknologi kebumian dan energi, arsitektur, lingkungan, dan fakultas seni rupa/disain.

Seluruh fakultas menyelenggarakan pendidikan tingkatan satu, sebagian diantaranya program magister dan dua program doktoral. Dari semua fakultas itu, hukum dan ekonomi merupakan bidang studi nan paling diminati.

Dari berbagai survey nasional terlihat, bahwa fakultas ekonomi dan hukum Trisakti termasuk nan terbaik di Indonesia. Tentu saja, prestasi itu bukan sekadar klaim belaka melainkan hasil survey beberapa forum independen seperti media massa.

Salah Satu nan Terbaik

Jika melihat peringkat-peringkat kampus partikelir nan ada di Indonesia, maka Trisakti niscaya selalu masuk dalam daftar kampus terbaik. Bahkan majalah Tempo dalam hasil survey secara rambang terhadap masyarakat pada tahun 2010 ini, menempatkan Trisakti sebagai peringkat pertama kampus partikelir terfavorit.

Selain Tempo, majalah lainnya yaitu Globe Asia juga memposisikan Trisakti pada urutan kedua sebagai perguruan tinggi partikelir terbaik di Indonesia. Evaluasi kedua majalah tersebut meliputi kualitas pendidikan, daya tarik, lulusan nan dihasilkan, riset dan wahana prasarana kampus.

Namun dari semua prestasi tersebut, Tragedi Trisakti tahun 1998 lalu, tetaplah merupakan tonggak paling krusial untuk kampus ini. Dalam sejarahnya, kampus mereka sempat dicap sebagai perguruan tinggi nan berafiliasi kepada genre komunis, sehingga harus berganti nama dan paras dari Universitas Respublika menjadi Universitas Trisakti.

Namun setelah 1998, kesan tersebut hilang dan berganti menjadi harum sebagai Kampus Pahlawan Reformasi. Predikat itu diperkuat oleh penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia nan menganugerahkan Bintang Jasa Pratama 2005, atas dedikasi kampus ini nan ikut aktif dalam proses perjuangan reformasi.