Pemandangan Alam Pantai Sanur dan Gunung Agung

Pemandangan Alam Pantai Sanur dan Gunung Agung

Bali tidak pernah habis buat dibicarakan. Dua kali berkunjung ke Bali pun rasanya masih ingin ke sana walaupun panas. Apalagi membicarakan pantainya nan memang bagus banget. Bila pantai Kuta buat melihat sunset alias matahari tenggelam, maka pergilah ke pantai Sanur buat melihat sunrise. Estetika matahari terbit dan pemandangan alam pantai Sanur di pagi hari, Masya Allah luar biasa.



Pemandangan Alam Pantai Sanur di Pagi Hari

Hari masih sangat pagi, pukul 5.15 WITA. Menyusuri pantai Sanur yg masih gelap dan sepi. Semburat mentari di ufuk timur telah hadir dengan sempurna. Semburat jingga ditingkahi deburan ombak perlahan, menghadirkan bentuk syukurku yg tidak terkirakan. Betapa maha sempurnanya kreasi Sang Maha dari semua kesempurnaan.

Pasir putih yg masih basah terkadang mengcengkram kakiku. Merasakan pasir yang lembut. Lucu, asyik sekali. Angin tidak menemaniku kali ini, namun nyanyian burung begitu menghibur. “Duhai Allah, terima kasih atas anugrah ini”, ucap syukurku tidak henti. Pemandangan alam Pantai Sanur di pagi hari itu membuat pikiran melayang kepada sebuah kehidupan malam nan begitu semarak. Melihat apa nan tersisa dari kehidupan malam itu, terlintaslah banyak hal nan mungkin telah terjadi sepanjang pantai tersebut semalam dan malam-malam sebelumnya. Gelak tawa, minuman dan makanan, nyanyian, tarian, musik dari nan bernada sendu hingga bernada menggoda buat bergoyang, semuanya mungkin saja tersaji di bawah naungan ratu malam, sang rembulan dengan pengawalnya nan berhembus tidak henti, sang angin malam.


Deretan kursi-kursi pantai berwarna putih yg berjajar di sepanjang pantai bak pagar bumi penjaga daratan. Semalam saya duduk di salah satu kursi itu menikmati debur ombak di bawah sinar rembulan yang hangat. Bunyi deboran ombak ke pantai masih teringang jelas. Tak tahu apa saja nan telah terlintas di benak. Yang niscaya ialah bahwa saat itu ialah salah satu malam terindah walaupun melaluinya sendirian. Bukankah menemukan makna kehambaan tidak harus ditemani oleh siapa pun? Meski pun tentunya bila ada nan menemani makna kehambaan itu masih juga dapat dirasakan.

Di kejauhan pada malam itu, kudengar berbagai jenis musik dan lagu nan dinyanyikan oleh para ‘pengamen’ kafe dan restoran nan begitu banyak bertebaran di pantai ini. Kini dipagi nan masih begitu lenggang, mataku tidak henti memandang cakrawala yg berwarna abu-abu. Kapal-kapal nelayan masih berlabuh. Niscaya telah lama kapa-kapal itu menemani para nelayan mengail isi lautan. Terlihat dari rona cat nan sedikit memudar dan kayu-kayu kapal nan telah terlihat berumur.

Tentunya telah banyak malam nan dilaluinya bersama baik pemilik kapal maupun orang nan menyewa kapal tersebut. Pastinya tidak akan sampai berton-ton ikan nan dapat dibawa oleh kapal kecil tersebut. Namun demikian, satu keyakinan bahwa berapa pun hasil nan didapatkan tentunya membawa senyum kebahagiaan bagi keluarga nan menanti dengan doa agar ikan-ikan itu dapat mencukupi kebutuhan hayati nan semakin meningkat. Sungguh suatu pemandangan alam pantai nan memberikan perbedaan makna hentakan kehidupan nan mungkin tidak ditemukan di pantai mana pun jua. Itulah pemandangan alam pantai Sanur, Bali.



Pemandangan Alam Pantai Sanur Sepanjang Walking Board

Masih panjang pantai ini. Masih banyak pemandangan alam pantai nan dapat dilihat. Kulanjutkan langkahku menyusuri ‘ walking board ’ nan membentang cukup jauh mengikuti bibir pantai. Halaman belakang beberapa hotel dan kafe terlewati. Terlihat beberapa loka nan menyediakan peralatan permainan air nan dapat disewa. Ada juga daftar harga nan tertulis dalam dollar Amerika. Cukup mahal juga ternyata. Bila dirupiahkan, permainan jetski saja mencapai Rp 150 ribu – Rp 200 ribu buat masa permainan nan hanya satu jam. Sungguh suatu permainan nan terlihat mewah bagi orang-orang nan berpenghasilan kurang dari Rp 3 juta per bulannya.

Langkahku terhenti di ujung ‘ walking board’ yang ternyata menuntunku ke suatu muara sebuah sungai. Muara nan membentuk seperti semenanjung nan indah. Sebuah jembatan kecil melintasi di atas sungai nan berair agak kecoklatan tersebut. Tak ada nan terlalu menarik dengan jembatan itu. Dari jembatan, terlihatlah ujung jalan nan mengarah ke kota. Ada beberapa orang nan melintas.

Burung-burung bangau beterbangan di sela-sela pohon bakau. Sayang masih saja beberapa kotoran dan sampah nan agak mengganggu pemandangan. Ternyata saya tak sendirian di pagi itu. Pukul 06:00 WITA beberapa orang turis asing dan penduduk lokal sudah terlihat melakukan jalan kaki dan ritual sembahyang sambil kungkum di air bahari nan masih dingin. Tak ingin mengganggu ritual persembayangan itu, dengaan perlahan dan sambil melepaskan pandangan ke arah bahari nan luas, saya melewati loka nan dianggap sakral tersebut.

Sesekali masih juga ada rasa penasaran nan membuat ujung mata melirik apa nan penduduk lokal lakukan. Tergoda buat memberikan perhatian lebih kepada telatah mereka. Terlihatlah kesyahduan suasana pagi. Mereka terlelap dalam doa nan dalam kepada Sang Pencipta. Semua ritual itu dilingkupi dengan asap dupa. Sambil menikmati acara persembayangan di pagi hari itu sesekali juga mataku waspada terhadap beberapa anjing nan memang cukup banyak berkeliaran di pantai Sanur sebelah barat tersebut.



Pemandangan Alam Pantai Sanur dan Gunung Agung

Pemandangan alam Pantai Sanur di pagi hari itu masih saja terus menggoda seolah ingin dimanggil dan ingin terus ditelusuri sebelum sinar mentari menyeruak dalam keheningan suasana awal kehidupan. Kuhentikan kakiku di gardu pandang paling timur. Gunung Agung tampak dari kejauhan. Semburat matahari pagi semakin jelas. Entah sudah berapa banyak jepretan kamera nan terarah ke sinar mentari pagi yang latif tersebut. Terlihat beberapa turis mengarahkan kamera nan cukup canggih ke arah lepas pantai dan ke arah terbitnya mentari. Beberapa orang terdengar tertawa sambil bersenda gurau. Sepertinya mereka dari satu rombongan nan berasal dari satu daerah di Indonesia. Mereka tampak bahagia.

Keringat mulai bercucuran walau sebenarnya cahaya mentari tersebut belumlah panas. Memang beda sekali menyaksikan mentari pagi dari loka lain. Mentari pagi Sanur memang sangat menakjubkan. Tidak salah kalau dikatakan pemandangan alam Pantai Sanur di pagi hari itu dapat mengantarkan satu misi perjalanan pada jam-jam berikutnya menajdi lebih latif dan bermakna. Semua tidak terlepas dari kecerahan dan imbas dari mandi sinar mentari pagi di Pantai Sanur, Bali.



Pemandangan Alam Pantai Sanur di Sore Hari

Lain lagi bila menyusuri Pantai Sanur di sore hari. Menyaksikan para nelayan nan mendaratkan kapalnya dengan hasil tangkapan nan lumayan. Pantai nan surut memungkinkan buat menuju gardu pandang dari arah pantai. Sungguh satu pemandangan alam pantai nan mungkin tidak ada duanya. Melintasi pantai nan surut akan menjadi salah satu pengalaman nan tidak akan dapat dilupakan begitu saja.

Rumput-rumput bahari nan cukup banyak terasa geli di kaki. Tidak hanya kehangatan pantai tapi juga kegiatan anak-anak nan bermain bola, mencari udang kecil-kecil juga memberikan rasa beda. Tak pernah terbayangkan sebelumnya buat melewatkan satu sore di Pantai Sanur. Biasanya sore hari di lewatkan dengan membaur di Pantai Kuta dan menikmati matahari nan tenggelam. Sanur tidak kalah memberikan keheningan awal malam dengan gaya nan agak berbeda.
Semakin malam, air bahari semakin tinggi dan rembulan pun perlahan muncul dari ujung cakrawala. Cahayanya seolah-olah menghujam ke bahari memberikan sensasi nan berbeda pada malam yang syahdu itu. Kesendirian menyususri Pantai Sanur tidak memberikan rasa kesepian. Tingkah hewan-hewan malam nan ikut berdendang menyambut malam, menjadi teman dalam kehangatan malam.

Angin bulan April nan tak terlalu kencang benar-benar mendukung acara perenungan malam itu. Beberapa pengunjung lain nan juga berada di gardu pandang saat itu (Lolita, Ayu, dan Pariama) tidak urung berbagi cerita tentang dahsyatnya imbas malam bulan purnama. Kisah-kisah nan terdengar mulai dari kisah para manusia srigala nan berganti wujud hingga keadaan tubuh manusia pada saat adanya daya tarik kesempurnaan bentuk bulan.
Malam itu Pantai Sanur tak hanya memberikan pemandangan alam pantai saat bulan purnama, tapi juga ilmu dan pengalaman dari ketiga wanita penikmat hayati dan pencari makna hidup. Air bahari nan semakin pasang menyadarkan kami bahwa malam semakin larut dan saatnya buat kembali ke peraduan hotel nan tidak kalah nyamannya.