Aja Metani Ala ning Liyan

Aja Metani Ala ning Liyan

Pernahkah Anda mendengar peribahasa terjemahan bahasa Jawa? Peribahasa, berasal dari mana pun itu, tentu merupakan kalimat nan sarat akan nasihat, perumpamaan, saran, prinsip hidup, atau anggaran mengenai tingkah laku.

Keberadaan peribahasa, tidak bisa dianggap enteng. Semua manusia, memerlukan peribahasa buat “menampar” dan mengingatkan dirinya supaya tak melampaui batas dan hayati sinkron norma. Salah satu peribahasa nan sarat makna juga bisa datang dari peribahasa daerah.

Negara kita tentulah menyimpan jutaan peribahasa nan bisa kita jadikan sebagai nasihat. Peribahasa nan tidak asing di telinga kita, terkadang berasal dari peribahasa terjemahan bahasa Jawa. Untuk itu, mari kita pelajari, pahami, dan gunakan sebagai panduan hayati dari peribahasa-peribahasa terjemahan bahasa Jawa berikut.



Adigang - Adigung - Adiguna

Peribahasa tersebut memiliki makna bahwa janganlah kita menjadi manusia nan getol menyombongkan kelihaian/kepintaran (Adigang), kekuatan (Adigung), dan kekuasaan (Adiguna). Mengandal ketiga hal itu, terlebih menyombongkannya, tentulah tak patut dilakukan.

Hal nan bersifat duniawi itu, seharusnya justru menjadikan kita menjadi orang nan “terhormat”, bukan terhina sebab keangkuhan. Jauh lebih baik lagi jika ketiga hal tersebut bisa kita gunakan buat membantu orang lain dalam kebaikan.



Aja Cedhak Kebo Gupak

Terjemahan bahasa Jawa dari peribahasa ini ialah jangan dekat-dekat dengan kerbau nan kotor. Maknanya, bahwa kita jangan mendekati orang-orang “kotor” atau orang-orang nan berperangai jelek agar kita tak tertulari keburukan mereka. Peribahasa ini mengajarkan kita buat selektif terhadap memilih rekan berteman sebab sejatinya, baik disadari atau tidak, teman kita ialah cerminan siapa kita.



Aja Metani Ala ning Liyan

Terjemahan bahasa Jawa dari kalimat peribahasa ini adalah janganlah mencari-cari kesalahan, keburukan, atau aib orang lain. Memiliki terjemahan bahasa Jawa nan sarat makna, tetapi sporadis manusia nan bisa melakukannya.

Senada dengan peribahasa bahasa Indonesia “Gajah di pelupuk mata tidak tampak, semut di seberang lautan tampak”. Peribahasa ini menasihati kita agar tak sibuk mengorek-ngorek aib atau keburukan orang lain, tetapi lupa akan aib dan keburukan diri sendiri.

Sekalipun manusia tak ada nan sempurna, tetapi mencari-cari aib orang lain, tentulah tak dibenarkan walaupun aib atau keburukan orang tersebut memang sahih adanya. Seharusnya, segala kekurangan atau keburukan manusia nan lain, menjadikan contoh diri sendiri buat berinstropeksi.



Aja Rumangsa Bisa, Bisa-a Rumangsa

Jangan merasa bisa, tetapi bisalah merasa merupakan terjemahan bahasa Jawa dari peribahasa tersebut. Makna nan bisa kita pelajari ialah kita haruslah menjadi seseorang nan rendah hati, bukan menjadi seseorang nan tinggi hati atau sombong.

Janganlah menjadi seseorang nan sesumbar dalam segala hal, walaupun kita memang dapat melakukannya. Namun, bersikap lembah manah atau andhap asor (Jawa = sombong), jauh lebih baik sebab tak akan menyakiti perasaan siapa pun. Selain itu, jadi ada seseorang nan “lebih” dari diri kita.



Becik Ketitik, Ala Ketara

Kebaikan atau kebenaran akan ketahuan, keburukan akan tampak. Begitulah arti dari peribahasa di atas. Kebenaran akan menemui kebenarannya, begitu pula dengan keburukan. Sekalipun harus menunggu berputarnya waktu, tetapi semua akan terkuak sinkron hakikatnya.

Sekuat apapun kita menutupi keburukan, akan terbongkar keburukan nan kita lakukan dan akan diganjar setimpal. Segala kebaikan nan kita lakukan pun juga akan terlihat tanpa kita memberitahukannya pada orang lain dan diganjar sinkron kadarnya. Tuhan tak tidur.



Cegah Dahar Lan Guling

Terjemahan bahasa Jawa dari peribahasa ini ialah mengajarkan kita buat mengurangi makan dan tidur. Mengurangi dan menjauhi kenikmatan hayati buat bisa hayati sewajarnya atau secukupnya. Tidak menjadi pribadi nan hanya mementingkan urusan perut atau bermalas-malasan dengan banyak tidur. Walaupun terlepas dari tinjauan ilmu kesehatan, kedua kegiatan ini jika dilakukan dengan hiperbola juga akan berdampak jelek bagi tubuh kita.



Dikena-ake Iwake, Aja Nganti Buthek Banyune

Diupayakan tertangkap ikannya, tetapi jangan membuat keruh airnya. Peribahasa ini mengajarkan kita bila dalam menyelesaikan perkara nan melibatkan banyak pihak harus dilakukan secara arif dan bijaksana. Hal ini dilakukan agar tak merusak interaksi baik nan telah ada di antara pihak-pihak tersebut selama ini.

Seharusnya beginilah kita dalam meleraikan permasalahan di mana pun dan dengan siapa pun. Bukan dengan amarah dan tindakan brutal atau anarkis nan justru menambah rumit permasalahan.



Eling Nalika Lara Lapa

Makna terjemahan bahasa Jawa dari peribahasa ini, kurang lebih mengajarkan bahwa seseorang diharapkan tak terlalu hanyut dalam penderitaan dan kesedihan ketika mengalami hal nan kurang menyenangkan. Sebaliknya, seseorang juga jangan terhanyut dalam luapan kegembiraan tatkala mengalami peristiwa nan dipandang menyenangkannya. Semua harus proposional, karena sedih dan senang hanyalah masalah giliran perjalanan hidup.



Esok Dhele, Sore Tempe

Pagi kedelai, sore tempe. Makna dari terjemahan bahasa Jawa peribahasa tersebut menggambarkan tentang seseorang nan plinplan, tak berpendirian dalam berucap. Ucapannya tak sinkron tindakannya, atau sebaliknya. Sikap seperti ini tentu bukanlah sikap nan baik. Bagi orang nan hobi dengan sikap demikian, ia akan menjadi seseorang nan tak mudah dipercaya oleh orang lain.



Golek Banyu Apikulan Warih

Untuk mencari kebaikan atau kemuliaan itu membutuhkan syarat, yaitu kebaikan itu sendiri. Jika ingin mencari kebaikan, haruslah dilandasi atau dibekali dengan kebaikan pula. Tidak akan terwujud niat baik buat sebuah kebaikan nan diraih dengan keburukan. Misal pun terwujud, pastilah hasilnya nan buruk.



Janma Tan Kena Kinira

Seseorang tak bisa diprediksi siapa dia, demikian makna secara garis besar dari peribahasa di atas. Jangan menilai seseorang dari fisik atau nan tampak luarnya. Dapat jadi, jangan-jangan ternyata dia “ Bathok Bolu Isi Madu ”, seseorang nan biasa-biasa saja, tetapi ternyata memiliki kelebihan dibandingkan kita.

Sebaliknya, nan kita nilai baik, kita kagumi, ternyata dia seperti dugaan. Manusia memang satu paket dilimpahi kelebihan dan kekurangan. Tetapi menilai seseorang secara wajar, akan membuka wawasan kita buat bijak bersikap arif terhadap setiap orang.



Jer Basuki Mawa Beya

Terjemahan bahasa Jawa dari peribahasa ini ialah segala kebutuhan atau kepentingan, memerlukan biaya. Dengan kata lain, segala hal nan menyangkut keberhasilan atau ambisi kita, sangat membutuhkan pengorbanan. Tidak ada nan mewujud tiba-tiba. Walaupun, terkadang dirasa cepat datangnya segala hal nan kita inginkan, tetapi tetap bergantung pada usaha dan doa kita.



Kalah Cacak, Menang Cacak

Makna dari peribahasa ini ialah gagal atau berhasilnya suatu hal atau pekerjaan itu perlu dicoba. Kalah atau gagal jadi tahu, menang atau sukses juga jadi tahu. Syaratnya, bila semua hal itu dicoba. Tidak dibenarkan seseorang memiliki sikap pesimis, ragu-ragu, takut gagal sehingga takut berbuat. Dengan mencoba, berarti kita telah belajar. Apabila ternyata kita menemui kegagalan, itu artinya jalan lain buat menuju keberhasilan.



Rila Lamun Ketaman, Ora Getun Lamun Kelangan

Terjemahan bahasa Jawa dari peribahasa ini ialah ikhlas jika diberi, tak menyesal bila kehilangan. Peribahasa ini mengajarkan pada kita buat menerima segala pemberian. Baik manusia maupun terlebih lagi dari Tuhan nan berupa anugerah-anugerah. Juga tak menyesali apa-apa nan telah berlalu.

Apa nan ada di sekitar kita ialah titipan. Tidak perlu risau dengan segala pemberian dan kehilangan. Menyikapi segala pemberian, sepatutnya bila kita bersyukur. Menyikapi segala nan lepas atau hilang dari kita, sepatutnya bila kita berserah diri sebab hakikatnya nan ada pada kita bukanlah milik kita.



Ngomong Nganggo Maton, Aja Waton Ngomong

Bicaralah dengan dasar, jangan asal bicara, merupakan arti terjemahan bahasa Jawa peribahasa tersebut. Kita dituntun buat menjaga lisannya dalam segala keadaan. Menyampaikan sesuatu haruslah dipikirkan dahulu.

Berbicara haruslah disertai landasan nan benar. Bukan asal bicara, mementingkan nafsunya sendiri, banyak omong tetapi tidak ada juntrungannya. Apa nan terucap dari mulut kita, sejatinya menunjukkan siapa kita. Jadi, berhati-hatilah dalam memainkan lidah.



Sepi ing Pamrih, Rame ing Gawe

Terjemahan bahasa Jawanya ialah melakukan suatu hal/tindakan kebaikan, tanpa mengharapkan pamrih atau imbalan. Peribahasa ini menyiratkan makna bahwa dalam berbuat kebaikan, sepatutnya kita memang tak mengharapkan pamrih dari manusia. Entah berupa pujian, penghargaan, atau tujuan apa pun. Cukup biar Tuhan nan membalasnya. Tuhan lebih tahu apa dan seberapa kadar imbalan nan kita terima ketika melakukan berbagai kebaikan.

Demikianlah gambaran tentang beberapa terjemahan bahasa Jawa dari peribahasa daerah nan -tentu saja- berasal dari Jawa. Banyak pengajaran, sarat nasihat sebagai pedoman. Semoga kita tak hanya bisa memaknainya saja, tetapi mampu bersikap sebagaimana nan dinasihatkan dari peribahasa tersebut.