Basa Jawa Sekarang

Basa Jawa Sekarang

Ketika Anda berkomunikasi dalam Basa Jawa , harus berhati-hati. Jangan sampai terjebak dalam kondisi nan tak diinginkan. Hal ini sebab buat berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Jawa, Anda harus mengetahui strata versus bicara. Strata versus bicara sangat terkait dengan kosa kata nan dipergunakan.

Perlu Anda ketahui, bahwa buat berkomunikasi, setiap strata versus bicara menggunakan kosa kata nan berbeda. Dan, strata nan Anda maksudkan dalam hal ini ialah strata umur. Untuk setiap strata umur versus bicara, Anda harus menggunakan kata-kata nan berbeda.

Misalnya, kata saya akan sangat berbeda jika Anda pergunakan dalam bahasa Jawa. Kata saya bisa dipergunakan buat percakapan dengan teman sebaya atau lebih kecil. Tetapi, buat orang nan lebih besar, Anda harus menyebutnya dengan kata kulo atau jika dengan orang tua menggunakan kata dalem dan seterusnya.

Ada banyak contoh dalam kehidupan di masyarakat atas penggunaan kata Bahasa Jawa nan salah. Misalnya, ketika Anda ingin memberitahukan bahwa ayah sedang tidur dan saya mandi. Mereka kurang memahami akan mengatakan, bapak sare kulo siram. Tentunya selintas tak ada masalah. Tetapi jika Anda terjemahkan secara bebas saja sudah sangat geli, bagaimana tak jika ayahnya sedang tidur e disiram. Apa ayahnya tak basah kuyup?



Kosa Kata dan Taraf Penggunaan Dalam Basa Jawa

Kosa kata dalam Bahasa Jawa memang sangat banyak. Satu kata nan Anda kenal menjadi beberapa kata buat penggunaan di tiap tingkatannya. Kata kau saja dapat menjadi awakmu, koen, kowe, sliramu, panjenengan , paduka , dan sebagainya. Semua disparitas tersebut didasarkan pada strata penggunaan. Ada kata nan digunakan buat setingkatan, buat orang nan lebih tua, buat orang nan dihormati, dan buat keperluan lainnya.

Tentunya hal ini merupakan sebuah kesulitan nan amat sangat bagi mereka nan tak memahami konsep Bahasa Jawa. Jika Anda tak memahami, maka kesalahan pemakaian kata merupakan sesuatu nan pasti. Dan, jangan kaget jika selanjutnya Anda akan ditertawakan atau setidaknya melihat orang-orang tersenyum.

Berbeda dengan kosa kata dalam bahasa Indonesia, misalnya kata saya bisa dipergunakan buat komunikasi dengan siapapun, atau setidaknya Anda menggunakan padanan kata saya. Kata saya atau aku bisa diterapkan dengan siapa saja. Dengan bapak dan ibu, Anda bisa menggunakan kata saya atau saya. Dengan orang lain juga begitu. Tetapi dalam Bahasa Jawa, kata saya buat komunikasi dengan ibu bapak akan berubah menjadi kulo atau dalem.



Tingkatan Sosial Penggunaan Kata Basa Jawa

Dalam interaksi antar personal, Anda bisa mengelompokkan diri berdasarkan usia, taraf ekonomi atau taraf kedudukan dalam masyarakat. Pengelompokan ini ternyata memberikan efek nan tak kecil terhadap pemakaian kosa kata bahasa Jawa dalam hubungan sosialnya. Dalam hal ini bahasa Jawa terbagi atas 3 (tiga) kelompok utama, yaitu basa ngoko, basa madya dan basa krama .

Basa ngoko ialah bahasa Jawa nan diterapkan pada anak dengan anak, orang-orang nan sudah karib, orangtua kepada anak. Misalnya: kowe aja mangan dhisik (kamu jangan makan dahulu) atau sliramu aja mangan dhisik (kamu jangan makan dahulu)

Basa madya ialah bahasa nan diterapkan dalam pergaulan tengahan, yaitu bahasa Jawa nan dipergunakan pada mereka nan seumuran, sepangkat, setingkat jabatan, dan status sosialnya. Misalnya: Kowe durung mangan menjadi Panjenengan dalem dereng dhahar

Basa krama ialah bahasa Jawa nan diterapkan pada murid dengan guru, orang muda pada orang nan lebih tua, naka kepada orangtua, dan bawahan kepada pimpinannya. Misalnya: k ulo dereng nedho, kula tumut ibu dhateng pasar, Tini tumbas sandal.

Basa krama diperhalus lagi menjadi krama inggil, yaitu bahasa Jawa krama nan lebih menghormati buat memuliakan orang lain dan merendahkan diri sendiri. Disebut juga sebagai basa krama halus.

Misalnya, dalam basa ngoko : Ibu lungo nang Suroboyo dino minggu , maka jika diucapkan dalam bahasa Jawa krama menjadi: Ibu tindak dhateng Suroboyo dinten Minggu .

Contoh nan lain: Adhik tuku bakso berubah menjadi Adhik tumbas bakso dan terakhir berubah menjadi Adhik mundhut bakso .

Dengan memperhatikan pola berbahasa dengan menggunakan bahasa Jawa, sebenarnya Anda bisa melihat adanya tatanan nan sedemikian rupa sehingga setiap orang mempunyai taraf perhatian nan tepat. Bagaimana seorang anak berbahasa dengan orangtua, dengan temannya, dan orang-orang lainnya. Dan, pola seperti ini tak terdapat dalam pola komunikasi bahasa nan lainnya, termasuk bahasa Indonesia.

Tidak ada unggah-ungguh, trap susilo atau tata anggaran berkomunikasi dalam bahasa selain bahasa Jawa. Hal ini hanya dimiliki oleh bahasa Jawa saja. dan inilah nan membuat keunikan dan rasa nan khas dari bahasa Jawa ityu sendiri.



Basa Jawa Sekarang

Bahasa Jawa ialah bahasa nan digunakan dalam kehidupan keseharian seluruh masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa ialah masyarakat nan tinggal dan hdiup di provinsi Jawa Tengah dan juga Jawa Timur.

Keberadaan bahasa Jawa nan khas yaitu nan memiliki stara atau hierarki dalam penggunaannya justru menimbulkan beberapa hal nan tidak seharusnya. Memang hierarki atau tingkatan ini ada sebagai pembeda antara bahasa nan digunakan buat menghormati atau lebih menghargai orang nan diajak bicara atau versus bicara kita.

Kita akan menggunakan bahasa nan berbeda ketika bicara dengan orang nan satu usia dengan kita. Sebut saja teman sepermainan. Bahasa nan berbeda akan kita gunakan buat orang nan lebih tua misalnya orang tua kita atau guru kita.

Namun dalam masa sekarang ini, banyak orang Jawa itu sendiri khususnya nan berasal dari generasi muda tidak begitu memahami akan bahasa Jawa itu sendiri. Mereka tidak memiliki banyak informasi dan pengetahuan akan bahasa Jawa nan memiliki rasa lebih tinggi atau lebih halus.

Banyak dari mereka nan hanya memiliki pengetahuan akan bahasa Jawa nan digunakan sehari-hari dengan mitra sepermainan. Mereka tidak tahu bahasa Jawa nan lebih halus buat menghargai orang nan lebih tua.

Hal ini sebab banyak dari mereka nan menganggap bahwa hal ini tak terlalu penting. Mempelajari bahasa Jawa dengan keunikan bahasanya nan memiliki taraf pembedaan arti ialah sebuah hal nan tidak perlu atau tidak krusial lagi buat dilakukan.

Terlebih saat ini banyak dari generasi muda nan lebih menyukai buat menggunakan bahasa nan lain misalnya ialah bahasa Indonesia sebagai bahasa keseharian. Hal ini memang bukan sebuah hal nan patut buat disalahkan mengingat bahasa Indonesia ialah bahasa Nasioanl kita.

Namun hal ini jika dilakukan memang tampak mengesampingkan bahasa jawa sebagai bahasa daerah dimana bahasa daerah sebagai budaya daerah kita ialah akar dari budaya nasional. Jadi sebagai anak bangsa maka tidaklah seharusnya kita meninggalkan bahasa daerah ini.

Terlebih di dalambahasa Jawa termuat sebuah nilai nan begitu dalam. Adanya hierarki bahaa nan memberikan nilai halus tersendiri kepada orang nan diajak bicara buat menunjukkan adanya penghargaan ialah sebuah hal nan unik dan khas, bahkan tidak akan ditemukan di dalam bahasa nan lain.

Jika kita ingin buat menghargai orang lain maka kita akan menggunakan bahasa Jawa dengan strata nan lebih halus lagi. Namun jika kita tidak ingin buat melakukannya maka hal ini yaitu penggunaan bahasa dengan taraf kehalusan ini tidak perlu lagi kita gunakan.

Inilah kekhasan nan ada di dalam bahasa Jawa. Sejatinya setiap orang jawa haruslah bangga akan hal ini. dengan rasa bangga ini maka akan timbul sebuah keinginan atau semangat buat menjaga kelestarian bahasa Jawa itu di dalam kehidupan sehari-hari. Atau paling tak ialah akan timbul keinginan buat mau mencari ilmu mengenai hal ini ketika dinilai dirinya sendiri tidak memiliki banyak ilmu akan keberagaman strata bahaa Jawa ini.

Orang tua juga memiliki peran dan tanggung jawab nan cukup besar akan hal ini. mereka memiliki tanggung jawab buat mengarahkan keinginan dan semangat anak akan hal ini. orang tua bahkan bisa terlebih dahulu menciptakan motivasi kepada diri si anak buat melakukan hal ini.

Sehingga proses pembelajaran mengenai bahasa ini dapat dilakukan. Bahasa ialah keseharian. Maka jika dilakukan atau diterapkan dalam kehidupan keseharian akan lebih mudah dan cepat masuk ke dalam pemikiran si anak. Bahkan hal ini tidak akan banyak terasa sebagai sebuah proses pembelajaran. Dan basa Jawa akan lebih banyak lagi digunakan.