Sejarah Kalteng Pos

Sejarah Kalteng Pos

Kalteng Pos tak saja media cetak atau koran harian nan terbit di Kalimatan Tengah, tapi juga tersedia dalam bentuk media online bernama Kalteng Pos Com dan juga media elektronik, yakni Radio Kalteng Pos. Kalteng Pos sebagai koran harian dan media online merupakan persembahan dari salah satu raksasa media di Indonesia, Jawa Pos Grup.

Harian pagi Kalteng Pos menjadi koran pertama dan terbesar nan terbit di wilayah Kalimantan Tengah nan terdistribusikan di 1 Kota dan 13 Kabupaten meliputi wilayah Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Barito Utara, Barito Selatan, Barito Timur, Palangka Raya, Murung Raya, Kapuas, Gunung Mas, Pulang Pisau, Lamandau, Katingan, Sukamara dan Seruyan.

Harian Pagi Kalteng Pos terbit setiap hari setebal 28 halaman nan didistribusikan dari kantor pusatnya di Jalan Tjilik Riwut Km 2 Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Dengan 28 halaman setiap harinya tersebut, Harian Pagi Kalteng Pos memuat warta nasional, olahraga dan tentu saja warta lokal dari 13 kabupaten dan kota nan ada di Kalimantan Tengah. Dengan kehadiran warta lokal dari 1 kota dan 12 kabupaten ini menjadi daya tarik tersendiri bagi warga masyarakat Kalimantan Tengah, sehingga menjadi bacaan primer dan wajib.

Kalteng Pos sebagai harian pagi memang mengikuti format generik koran-koran daerah nan berada dalam pengelolaan Jawa Pos Grup. Perusahaan pengelola harian pagi Kalteng Pos memang berdiri sendiri setelah menjadi mandiri. Hanya saja pada langkah awal pendirian dan pada masa-masa sulit, seperti terjadi dengan koran daerah lain di bawah bendera nama depannya Radar nan tersebar di seluruh propinsi di Indonesia ini, dibimbing dan dikelola oleh para personil dari perusahaan induk, Jawa Pos.

Penguasaan daerah nan jadi konsep pengelolaan media di bawah Jawa Pos Grup ini, merupakan langkah krusial dalam perkembangan media di Indonesia. Bila sebelumnya beberapa koran besar nan berada di pusat menyerbu daerah dengan penambahan nama daerah pada nama media induknya, seperti Kompas nan membuat Kompas Cirebon, Kompas Yogya dan Kompas Surabaya atau Harian Pikiran Rakyat nan membuka PR Cirebon, PR Ciamis dan PR Banten, maka konsep Jawa Pos Grup justru daerah nan menyerang kota. Ide ini mengingatkan pada konsep salah satu perang pada zaman revolusi dulu, yaitu konsep gerilya desa menyerang kota.

Dan konsep nan diterapkan dalam pengelolaan media ini memang telah terbukti manjur, sehingga semakin besar dan kuatlah Jawa Pos Grup sebagai induknya. Kekuatan media-media lokal dalam menguasai pasar ialah pendekatan kedaerah nan masing-masing punya karakteristik khas dan karakter nan berbeda. Kekhasan ini kemudian diungkap dalam lembaran daerah dan ditulis oleh putra daerah sendiri.

Kalteng Pos sebagai bagian dari konsep media daerah menyerang kota ini telah menunjukkan eksistensinya. Tidak mengherankan bila keberadaan harian pagi nan terbit di Palangka Raya ini menjadi media nan krusial dan berpengaruh di seantero Kalimatan Tengah.

Pengungkap kejadian-kejadian nan terjadi di daerah dengan membagi porsi sama besar, tentu saja akan sulit dilakukan oleh media nasional manapun sebab memerlukan jumlah halaman nan banyak dan suplai dari para juru berita nan juga banyak. Dengan demikian, akan menjadi sulit bagi media nasional nan terbit di pusat buat menguasai daerah dengan baik.



Sejarah Kalteng Pos

Kejadian terbakarnya gedung biru Kalteng Poso merupakan kejadian nan mewarnai sejarah berdinya Koran Pagi Kalteng Pos. Selain itu konflik etnis nan terjadi di kawasan Kalimantan Tengah juga menjadi perhatian Kalteng Pos nan menjadi bagian dari hayati dan berkembangnya media ini.

Harian Pagi Kalteng Pos berdiri pada bulan September 1993 dimana pada saat itu ijin operasional sebuah media cetak harus memiliki SIUP atau Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers, sehingga setelah ujicoba selama 6 bulan dan Harian Pagi Kalteng Pos tak memiliki SIUP. Secara sah memang Kalteng Pos tak memiliki SIUP namun buat operasional dan secara manajerial, sebenarnya Kalteng Pos memiliki SIUP namun atas nama Harian Pelita Pembangunan.

Kalteng Pos secara prinsip memang merupakan ganti wajahnya Harian Pelita Pembangunan. Harian Pelitan Pembangunan sendiri telah berjalan tak kurang dari lima tahun, sehingga secara infrastruktur memang telah cukup memadai. Tapi anggaran tinggal aturan, sekalipun Kalteng Pos merupakan paras baru dari Harian Pelita Pembangunan, pemerintah dalam hal Departemen Penerangan tak menerima alasan itu.

Angin reformasi nan berembus di negara kesatuan Indonesia ini telah sukses menumbangkan rezim orde baru dan angin segar bagi industri media. Sejak tumbangnya rezim orde baru, buat mendirikan media tidak lagi harus memiliki SIUP. Harian Pagi Kalteng Pos benar-benar diselamatkan dengan perubahan ini.

Sejarah Harian Pagi Kalteng Pos nan juga tidak dapat dilepasakan dari kondisi masyarakat Kalteng nan pada saat itu sering mengirim surat kaleng ke pemerintah pusat. Pada erat 1990-an, Norma ini benar-benar hampir tak terkendali, sehingga memaksa Gubernur pada saat itu menemui Menteri Penerangan nan masih dijabat Harmoko agar di Kalimatan Tengah ada sebuah media cetak sehingga dapat menampung inspirasi dan aspirasi arus bawah.

Jadi, kalau ada masalah atau keluhan dapat langsung disuarakan memalui media tersebut. Dengan demikian masalah daerah ini dapat diselesaikan di daerah sendiri tanpa harus dilaporkan ke pusat. Apalagi bila surat laporan ke pusat tersebut sifatnya berupa surat kaleng.

Keinginan Gubernur pada saat itu yaitu almarhum Suparwanto direspos Menteri Penerangan. Harmoko kemudian memanggil pengusaha media, Dahlan Iskan agar menginvestasikan kapital di Kalteng. Sebelum menerima tawaran tersebut terlebih dahulu dilakukan survey dan analisis pasar.

Kesimpulannya ialah secara bisnis membuat media cetak di Kalteng tak menguntungkan. Namun, sebab ada tujuan nan lebih besar yaitu memberi wadah buat inspirasi dan aspirasi arus bawah di Kalteng, dicapailah kesepakatan antara Yayasan Pelita Press, Pemda Kalteng dan Jawa Pos, buat mendirian harian pagi nan bernama Kalteng Pos.

Selama bertahun-tahun, Kalteng Pos hanya terbit sebanyak 6000 eksemplar. Untuk menambah jumlah oplag masih tak memungkinkan sebab respons pasar memang kecil. Padahal secara hitung-hitungan, Kalteng Pos hanya baru impas bila terus terbit sebanyak 6000 eksemplar. Baru akan mendapatkan laba apabila mampu terjual lebih dari 6000 eksemplar.

Beruntung pengusaha media, Dahlan Iskan, nan telah kenyang dengan getir getirnya mengelola media cetak khususnya, tidak pernah patah arang. Seiring berkembangnya zaman kepercayaan masyarakat Kalimantan Tengah dari berbagai kalangan terhadap kehadiran Harian Pagi Kalteng Pos mulai tumbuh sehingga lambat laun pula jumlah eksemplar nan terjual mulai melampaui angka 6000 eksemplar, sebuah kondisi nan semakin membuat manajemen dapat bernapas lega.

Kalteng Pos sebagai media lokal di wilayah administrasi Kalimantan Tengah semakin tumbuh dan berkembang bersama berkembangnya Kalimantan Tengah. Kepercayaan dari masyarakat Kalteng terhadap media ini, menjadi kekuatan tersendiri dan memacu manajemen Kalteng Pos buat menjadikan media ini sebagai satu-satunya media nan menjadi sumber inspirasi dan aspirasi masyarakat Kalimantan Tengah.

Konsep desa menyerbu kota nan diterapkan oleh manajemen Jawa Pos juga diberlakukan dengan harian pagi Kalteng Pos ini. Komposisi isi antara warta nasional dan warta lokal, sama seperti media daerah dari Grup Jawa Pos ini baik nan ada di Kalimantan sendiri maupun nan ada di Pulau Jawa.

Dengan demikian, Harian Pagi Kalteng Pos menjadi kekuatan daerah nan dalam kacamata bisnis tidak mungkin tersaingi oleh kehadiran media cetak nan terbit di pusat. Itulah salah satu keunggulan dari Harian Pagi Kalteng Pos.