Dampak Buruk Bala Gunung Merapi

Dampak Buruk Bala Gunung Merapi

Masih ingat dengan Raden Ngabehi Surakso Hargo nan terkenal dengan kata 'Roso!' di iklan salah satu minuman energi kan? Sekitar 2 tahun nan lalu, orang ini nan lebih akrab dengan sebutan Mbah Maridjan ini membikin warta heboh ketika jasadnya ditemukan dalam kondisi sedang bersujud ketika bala Gunung Merapi terjadi pada tahun 2010.

Bencana Gunung Merapi nan terjadi pada tanggal 26 Oktober ini telah merenggut nyawa bintang iklan nan juga berprofesi sebagai juru kunci Gunung Merapi itu bersama dengan 16 penduduk lainnya di Dukuh Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Cangkringan Sleman Yogyakarta.

Keberadaan Mbah Maridjan ini memang terasa istimewa bagi warga nan tinggal di sekitar Gunung Merapi. Meski bahaya mengancam mereka dengan akan datangnya bencana Gunung Merapi nan beberapa kali terjadi, tetapi buat mengungsi, warga menunggu komando dari Mbah Maridjan nan mendapat amanah sebagai juru kunci langsung dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

Kemudian nan menjadi pertanyaan adalah: Mengapa muncul istilah Bala Gunung Gerapi? Mengapa bukan bala Gunung Kelud atau bala Gunung Semeru nan semuanya itu juga termasuk dalam daftar gunung berapi di Indonesia? Salah satu jawaban nan mungkin ialah sebab Gunung Merapi termasuk nan teraktif di Indonesia.

Sejak 1548 gunung ini telah meletus sebanyak 68 kali. Sampai saat ini gunung ini termasuk sangat berbahaya sebab berdasarkan data nan ada, gunung ini mengalami erupsi (puncak keaktifan) sampai lima tahun sekali dan dikelilingi oleh pemukiman padat nan berjarak dekat dengan pusat letusan. Bala Gunung Merapi siap mengancam nyawa penduduk sekitar.

Kondisi di atas nan akhirnya menjadikan Gunung Merapi sebagai salah satu dari 16 gunung berapi di global nan termasuk dalam proyek Gunung Berapi Dasa warsa Ini (Decade Volcanoes). Proyek ini merupakan prakarsa dari International Association of Volcanology and Chemistry of the Earth's Interior (IAVCEI).

Untuk dapat dimasukkan dalam program Decade Volcanoes, gunung berapi tersebut harus memenuhi kualifikasi nan telah ditentukan di antaranya mengenai sejarah terjadinya letusan gunung berapi tersebut selama beberapa tahun, potensi kerusakan nan diakibatkan oleh adanya letusan serta kedekatan lokasi gunung berapi dengan area pemukiman penduduk.

Gunung Merapi memang memenuhi syarat-syarat nan telah ditetapkan itu mengingat sejarah panjang gunung ini nan telah meletus berkali-kali dan dapat dikatakan setiap ada bala Gunung Merapi hampir selalu memakan korban jiwa mengingat lokasinya nan berdekatan dengan perumahan penduduk.

Di lereng Gunung Merapi ada pemukiman warga sampai ketinggian 1700 meter dan hanya berjarak 4 kilometer dari puncak, selain juga terdapat kota besar seperti Kota Yogyakarta dan Kota Magelang nan berada di radius 30 km dari puncak Merapi.

Bencana Gunung Merapi nan terjadi, selain sukses 'mempopulerkan' Mbah Maridjan sebagai juru kuncinya, kondisi itu mampu mengenalkan kenyataan nan disebut dengan wedhus gembel kepada masyarakat secara lebih luas.

Wedhus Gembel nan dimaksud di loka ini bukanlah domba nan memiliki bulu lebat, tapi istilah ini digunakan buat merujuk kepada awan panas bergulung-gulung nan kerap menyertai ketika Merapi mulai beraksi. Dan kenyataan alam seperti ini akan tampak jelas ketika bala Gunung Merapi terjadi.



Sejarah Bala Gunung Merapi

Menilik sejarah nan ada, bala Gunung Merapi telah terjadi sejak ratusan nan lalu tepatnya pada tahun 1006 nan tercatat sebagai tahun terjadinya letusan nan pertama (Data Dasar Gunung Barah Indonesia, 1979). Dapat dirata-rata bala Gunung Merapi terjadi dalam siklus pendek nan terjadi setiap 2-3 tahun sekali (dalam versi lain siklus pendek ialah 2-5 tahun sekali), berikutnya siklus menengah setiap 10-15 tahun sekali dan siklus terpanjang pernah tercatat setelah mengalami masa istirahat lebih dari 30 tahun lamanya.

Diperkirakan adanya bala Gunung Merapi nan terjadi dampak aktivitas gunung nan sedang naik nan berdampak besar bagi masyarakat dan lingkungan terjadi pada tahun 1786, 1822, 1872 dan 1930. Letusan pada 1872 diduga merupakan letusan terkuat dengan skala VEI (Volcanic Explosivity Index) mencapai 3 sampai 4. Besarnya letusan ini dapat disamai oleh letusan Merapi pada tahun 2010 kemarin.

Letusan nan terjadi di tahun 1930 merupakan bala Gunung Merapi nan memakan korban terbesar sepanjang sejarah bala Gunung Merapi, yaitu sekitar 1400 korban jiwa dan 13 pemukiman desa hancur. Sedangkan bala Gunung Merapi nan terjadi pada akhir 1994-an , wedhus gembel membuat sebanyak 60 jiwa manusia melayang.

Letusan 19 Juli 1998 cukup besar namun aktivitas letusannya mengarah keatas sehingga tak sampai menelan korban jiwa dari masyarakat nan bermukim di daearah sekitar lokasi bala Gunung Merapi. Pada rentang waktu tahun 2001-2003, tercatat aktivitas tinggi dari Gunung Merapi nan terjadi secara terus-menerus.

Pada 2006, bala Gunung Merapi kembali terjadi nan memakan korban sebanyak 2 orang. Mereka ialah para sukarelawan nan sedang bertugas. Pada akhir 2010 di November-Oktober, letusan Gunung Merapi dilihat sebagai nan terbesar sejak tahun 1872. Korban jiwa nan jatuh dalam bala Gunung Merapi pada tahun itu sebanyak 273 orang meski berbagai tindakan pencegahan munculnya korban jiwa termasuk nan berkaitan dengan pengungsian telah dilakukan.

Bencana Gunung Merapi nan terjadi 2 tahun lalu itu dianggap sebagai satu defleksi dari apa nan disebut sebagai 'Tipe Merapi' sebab bersifat eksplosif nan diiringi dengan suara ledakan serta gemuruh nan terdengar sampai radius 20-30 km.



Dampak Buruk Bala Gunung Merapi

Adanya bala Gunung Merapi memberikan akibat jelek bagi kehidupan masyarakat, baik dari segi sosial, ekonomi, materi, lingkungan serta kesehatan.

Dampak sosial nan muncul sebab adanya bala Gunung Merapi ialah jatuhnya ratusan korban jiwa nan meninggal global (sekitar 200 orang), ratusan orang harus dirawat di berbagai rumah sakit dengan luka bakar di tubuhnya dampak agresi wedhus gembel dan juga gangguan pernafasan nan menyerang banyak warga secara serempak.

Selain sakit secara fisik, dampak dari bala Gunung Merapi ini banyak warga nan mengalami gangguan kejiwaan sebab rumah, mal serta usaha nan mereka miliki selama ini hancur. Bayangkan, 64 desa nan selama ini ditinggalinya tertutup debu tebal hingga mencapai 1 m dengan kondisi rumah nan rusak.

Diperkirakan dampak bala Gunung Merapi ini, kerugian materi nan dapat dihitung mencapai angka 5 Triliyun rupiah sebab roda perekonomian macet. Sektor pertanian, pariwisata, UMKM, perhotelan tak bisa berjalan sebagaimana mestinya. Akibat jelek dampak bala Gunung Merapi ini juga menyebabkan kerusakan nan parah pada lingkungan di sekitar Merapi.

Banyak hewan ternak nan wafat dan tumbuh-tumbuhan nan mengalami kerusakan. Dari bala Gunung Merapi ini juga menyebabkan munculnya berbagai jenis gas seperti halnya Sulfur Dioksida, gas Hidrogen Sulfida, Nitrogen Dioksida dan juga debu-debu dalam bentuk partikel debu nan ini mampu membahayakan kesehatan dan juga membahayakan lalu lintas penerbangan.

Apa hubungannya antara keberadaan gas-gas dari bala Gunung Merapi itu dengan keselamatan lalu lintas penerbangan? Ternyata partikel abu tersebut bisa menyebabkan terjadinya kerusakan mesin pada pesawat. Seperti halnya nan terjadi pada pesawat Thomas Cook Skandinavia nan melewati awan Merapi dalam perjalanannya dari Indonesia ke Saudi Arabia nan akhirnya harus mampir ke Batam buat diperiksa mesinnya. Dan ternyata memang benar, bahwa mesin itu mengalami kerusakan dan harus diganti.

Maka tak heran jika ketika letusan ini terjadi, banyak penerbangan nan melintasi daerah Yogyakarta nan dialihkan rutenya. Sejumlah penerbangan kedalam atau keluar negeri banyak nan dibatalkan sebab adanya abu vulkanik dari bencana Gunung Merapi nan penyebarannya luas sekali sampai mencapai daerah-daerah nan berada di luar Yogyakarta nan notabene jauh dari pusat letusan.